Akhir untuk sebuah awal

451 57 9
                                    

    Ketika Dazai terbangun hal pertama yang menyambutnya adalah sakit kepala yang luar biasa, rasanya seperti kepalanya dibenturkan ke beton berulang-ulang. Anemia dan obat obatan yang ia telan adalah kombinasi yang buruk.
Dazai mengerang mencoba memposisikan dirinya untuk duduk, ia berhasil meskipun dunia masih terasa berputar. Remaja itu bahkan tidak melihat pada dirinya yang kacau, Satu-satunya yang ia perhatian adalah perban baru yang melilit di pergelangan tangannya tepat dimana ia memotongnya sebelumnya.

Dengan nafas berat Dazai turun dari ranjangnya, sedikit melirik pada kekacauan yang ia sebabkan.
terdapat noda darah yang sudah mengering disana, mungkin dari sisa darah yang menempel di pakaiannya
mengingat pergelangan tangannya sudah dibalut rapi.
Dazai menggumamkan sesuatu yang tidak jelas selagi menganti bajunya dengan setelan baru.
Ia bahkan tidak repot-repot untuk mandi ataupun mengisi perutnya dan langsung meninggalkan apartemennya yang berantakan,
Persetan. Bagaimanapun hari ini dia akan mati.

.

.

.

.

.

.

Dazai berjalan sendirian menyusuri jembatan yang sepi, Tempat itu dalam masa perbaikan sekarang jadi tidak akan ada yang mengganggunya.
Ia berhenti ketika langkahnya membawanya ketepi jembatan, remaja itu melihat kebawah pada danau yang membentang luas.
Jika perkiraannya benar seharusnya danau itu memiliki kedalaman paling tidak 50meter, dan dengan ketinggian diatas jembatan ini seharusnya itu cukup untuk membunuhnya,
Ya..meskipun mati tenggelam bukanlah cara yang paling ia inginkan untuk mengakhiri hidup.
Karena itu akan menyakitkan selama prosesnya.

Paru-paru nya akan terbakar ketika volume yang berlebih mulai memasuki sistem, dan itu akan membutuhkan waktu beberapa menit sebelum udara ditarik habis untuk membuatnya pingsan. Itu akan jadi kematian yang menyakitkan dan Dazai benci rasa sakit.
Tapi untungnya saat ini dia tidak mempedulikan semua itu, karena yang ada dalam fikirannya hanyalah cara untuk mati.

"Odasaku... "

Satu langkah dan itu akan membawanya pada penebusan.

Ah... Rasanya ini terlalu mudah bukan? Dazai teringat kata-kata terakhir Odasaku yang memintanya untuk memilih jalan dibawah cahaya, untuk menjadi orang yang lebih baik.

"... Maaf." Kata-kata itu tertahan.Dazai menatap pada tangannya yang masih dinodai oleh darah Odasaku,. Sebenarnya tidak. Itu hanya ilusi.

"Pada akhirnya aku lebih memilih seperti ini... ".Itu melebur bersama angin..
"Karena aku bukan orang baik seperti mu Odasaku... Semua nyawa yang kurengut, semua dosa yang telah ku perbuat tidak bisa ditebus hanya dengan menjadi baik. "

Pada akhirnya mafia akan menjadi neraka untuknya, tempat untuk penebusan dosa ketika ia berdiri di atas mayat pendosa. Hingga yang tersisa hanya sang iblis.

"Maaf tidak bisa memenuhi keinginan terakhirmu Odasaku."

Dazai menatap kecakrawala, langit senja berwarna jingga memantulkan bayangan indah dihamparan danau yang luas, itu adalah salah satu pemandangan terbaik yang pernah ia lihat diyokohama.
Itu.. Sedikit banyak mengingatkannya pada Chuuya.
Ah.. Benar... Kira-kira akan seperti apa reaksinya ketika tau dia mati?
Ya lupakan, lagipula dari awal dia hanya bajingan yang ingin bunuh diri, mengetahui kematiannya seharusnya itu bukan hal yang mengejutkan.
Dazai sudah siap melompat, sebelum membeku pada suara yang familiar_

''Kau tidak akan melompat kan. "
Bukan pertanyaan tetapi pernyataan.

Dazai berbalik memastikan itu bukan halusinasi dan mendapati pemuda bersurai senja berdiri disana.

JUVENILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang