6. Subconscious

7.2K 258 29
                                    

Terima kasih pada perpustakaan yang sudah memberikan inspirasi padaku (ahaha xP), teman2 fb-ku, dan kalian yang sudah membaca/vote/komentar! Kepada eternity_rxx, des_blood, rhienathan, Matadewa, auldrey_chan, Dinar_vipelfbeauty, Arisa_Filliativa, Nda_Linda, verwendmeisje, anisha_rhea, Cipluk,  PaulaMarthina, Chipt_Luck, ren33sme, LoveLeeLady: terima kasih! Ah iya, aku memutuskan untuk mendedikasi chap2 ceritaku bagi para pengalaman pertamaku! Kepada Synrio, terima kasih sudah menjadi orang yang memberikan komentar pertama di FL! ;) Pic: Drake/Will

***

Demi puding vanila, di mana dia?

Aku menatap sekelilingku dengan kening berkerut. Aku hanya terlambat menyusulnya kurang dari satu menit, tetapi Aiden sudah menghilang tanpa jejak dalam sekejap. Aku tidak bisa merasakan kehadirannya dan angin yang berhembus kencang membuatku kesulitan menangkap aroma mint Aiden di udara. Aroma mint itu hanya samar-samar. Aku harus bersusah payah melacak tempat Aiden berada.

Dari sudut mataku, aku melihat sebuah sosok yang familiar masuk ke dalam sebuah bangunan. Aku mengenali bangunan itu. Itu adalah tempat Drake, Will, Aiden, dan Ethan berkelahi di hari pertama aku sampai di sini. Apakah Aiden berada di tempat itu untuk berkelahi lagi?

Aku kemudian berlari masuk ke dalam bangunan itu. Aku langsung mengernyitkan hidungku ketika mencium bau keringat, darah, dan juga bir. Aku tidak menyadarinya saat berada di sini pertama kali, tetapi bau tempat ini ternyata cukup untuk membuat orang lain merasa mual. Aku berjalan masuk ke sebuah ruangan di lantai bawah dengan kerutan tidak suka di dahiku.

Aiden berada di sudut ruangan, berbicara pada seseorang. Orang itu mengangguk singkat lalu melesat pergi. Aiden membalikkan tubuhnya, dengan ekspresi kaku dan dingin di wajahnya. Aku bisa melihat kedua matanya yang hitam menahan amarah. Dia berjalan menuju ke lingkaran di tengah ruangan, arena perkelahian. Seorang werewolf laki-laki yang bertubuh kekar berdiri di depan Aiden dengan ekspresi liar dan garang di wajahnya.

Aiden terlihat tidak gentar. Dia masuk ke dalam arena perkelahian lalu melepaskan kemeja yang dipakainya, tanpa sekalipun mengalihkan matanya dari lawan di depannya. Aku bisa melihat amarah yang menggelegak yang terpancar di kedua mata Aiden. Dia terlihat liar dan berbahaya. Aku tidak pernah melihat Aiden membiarkan sisi vampire di dalam dirinya menguasainya sebelumnya. Saat itu juga, aku tahu kalau Aiden akan memenangkan perkelahian ini dengan mudah. Lawan di depannya, meskipun berukuran dua kali lebih besar dari Aiden, tidak akan mampu menumbangkan Aiden.

Aku berjalan menuju sudut ruangan lalu duduk di atas sofa, berusaha tidak menghiraukan suara hantaman yang berasal dari tengah ruangan.

Ketika werewolf laki-laki itu dikalahkan oleh Aiden, aku melihat salah satu demon beranjak masuk ke area perkelahian dan menatap Aiden dengan tatapan waspada. Dia terlihat tenang dan sepertinya cukup perhitungan. Aku tersenyum tipis. Dia akan menjadi lawan yang lebih sulit daripada lawan sebelumnya. Sayangnya, demon itu tidak akan bisa memenangkan perkelahian ini. Aiden terlalu marah dan terlalu liar untuk bisa dikalahkan.

Yang membuatku cukup heran, orang-orang tampaknya tidak mengerti mengenai ini. Mereka malah terlihat semakin tertantang dan kesal ketika melihat satu persatu lawan Aiden ambruk di area perkelahian. Apakah mereka tidak bisa melihat bahwa semakin banyak lawan yang dihadapi Aiden, dia terlihat semakin marah dan semakin tidak terkendali? Aku mengernyitkan dahiku ketika lagi-lagi seorang werewolf tumbang dan diganti oleh werewolf lain. Aku sampai kehilangan hitungan ini lawan yang keberapa.

“Shit!” Aku mendengar werewolf yang barusaja ditarik keluar dari area perkelahian itu menggeram rendah. “Apa kamu tidak dengar kalau aku berkata aku tidak apa-apa?! Biarkan aku melawannya lagi. Aku tidak tahan melihat senyum sinis dan wajah congkaknya.”

RedemptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang