14. What if...?

171 40 5
                                    

Semakin siang tempat itu menjadi semakin padat dan berbahaya. Saat Lia keluar dari kamar mandi setelah selesai mengganti pakaiannya, salah satu dari dua anak lelaki yang sedang bercanda dengan papan seluncurnya tersandung kakinya sendiri, dia menabrak punggung tangan Lia dengan papan besarnya. Jeno yang baru kembali terlambat untuk menangkapnya, jadi dia hanya melihat Lia berputar 180° sebelum akhirnya jatuh terduduk.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Jeno, terkejut dan panik sekaligus. Ia mengulurkan tangannya untuk membantu Lia berdiri dari atas lantai.

Lia bangkit, dia menepuk debu yang menempel di atas celana jinsnya. Ada tanda merah keunguan yang melintang dari lengan bagian atas sampai ke sikunya disertai denyutan nyeri di area itu, tapi Lia memilih untuk mengabaikannya. "Aku tidak apa-apa."

Jeno sangsi dengan jawaban Lia. Dia menunduk untuk mengamati lengan Lia dari dekat, kemudian mendengus cukup keras setelah melihat luka memar di lengannya cukup besar. Dia berbalik untuk mencari dua bocah pembuat onar tadi dan menyadari keduanya sudah jauh melarikan diri sebelum dia sempat menceramahinya. "Kau harus mengompres memarnya sebelum itu menjadi lebih buruk lagi."

Lia menggelengkan kepalanya. "Ini hanya luka kecil, kau tidak perlu—"

"—di sana." Jeno menunjuk meja bulat dari kayu yang kosong, dia mengambil baju renang basah yang sejak tadi Lia pegang. "Aku akan mengembalikan ini sendiri, kau tunggu saja di sana."

Lia memandangi Jeno cukup lama, wajah Jeno terlihat seperti sedang berkata "menurut saja!". Lia memejamkan matanya dan mengangguk—membiarkan Jeno meninggalkannya sendiri.

Lima menit pertama dia duduk di tempat itu, yang dia pikirkan adalah kapan terakhir kali Lia mengunjungi tempat seperti ini. Terakhir mungkin saat dia masih SMP bersama keluarganya. Hyunjin berenang setiap minggu, dia memilih renang daripada pergi ke gym untuk berolahraga. Tapi dia hanya melakukannya di kolam renang hotel dekat rumah mereka bukan di kolam renang besar seperti ini. Lia tidak pernah mau jika Hyunjin memintanya untuk datang menonton, dia hanya akan menunggu di restoran hotel itu kemudian makan dan pulang bersamanya.

Lucu rasanya, sekarang dia pergi bersama lelaki lain yang baru dia temui lagi dua hari yang lalu.

Memikirkan tentang Hyunjin membuatnya teringat untuk mengecek ponselnya. Tidak ada satu pesan masuk pun darinya. Lia pergi sebelum Hyunjin bangun dan lelaki itu sama sekali tidak penasaran kemana dia menghilang. Tentu saja Lia merasa sedikit kecewa.

Sepuluh menit berlalu, Lia menutup ruang obrolannya dengan Hyunjin dan menggulir ponselnya dengan asal. Lia baru sadar jika dia belum memiliki nomor Jeno di ponselnya. Dia membuka grup obrolan kelas mereka, kemudian mencari nama Jeno di sana.

Jeno memasang foto gedung-gedung di malam hari yang dia ambil melalui jendela sebuah ruangan seperti apartemen—atau mungkin kamar hotel—dengan efek hitam putih. Lia memperbesar untuk melihat dengan jelas ke setiap sudut fotonya. Sisi ingin tahunya mencari berapa banyak bayangan yang tersembunyi di foto itu. Tapi yang dia temukan hanya bayangan Jeno. Entah mengapa melihat foto itu membuat Lia merasa sedih. Jeno terlihat kesepian di foto itu.

Kemudian Jeno muncul, berjalan dari jauh dengan dua kantong kertas berlogo Mc Donald di tangan kirinya dan satu gelas karton putih di kanannya. Raut wajahnya berbeda dengan yang dia tampilkan di foto, hari ini dia terlihat sedikit lebih berwarna.

"Kompres lukamu dengan ini," ujar Jeno meletakkan gelas karton yang ternyata berisi es batu.

Lia meletakkan ponselnya ke sakunya kembali, kemudian menempelkan gelas karton yang dia terima di atas lukanya. "Terima kasih."

"Makan ini juga," lanjut Jeno menyerahkan salah satu kantong kertas padanya. "Aku tidak tahu apa yang kau sukai, jadi aku hanya membeli menu rekomendasi. Kau bisa menamakannya, kan?"

Before She Even KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang