"Bunda." Yudha menghampiri istrinya dengan memeluknya dari belakang. Hidung pria itu bahkan mengendus leher sang istri.
Winda hanya menggeliat tak nyaman. "Ayah jangan gini ih, malu kalo diliat anak-anak. Kerjaan rumah juga nggak cepet selesai kalo kamu nempel gini mulu."
"Cuma berdua ini! Kakak lagi sibuk sama tugasnya! Si kembar lagi main hp di kamarnya, terus Tara sama Harvey juga lagi di kamar!" Jelas Yudha, lalu mengecup leher Winda.
"Ayah! Tunggu dulu! Belom selesai ini!"
"Kerjaan rumah mulu yang diurus, ngurus akunya kapan? Besok-besok aku cari pembantu aja lah, biar kamu fokus ngurusin aku sama anak-anak aja!"
Winda menghiraukan ucapan Yudha dan mencoba kembali fokus dengan cucian piringnya.
"Istriku, sayangku, umur Harvey sekarang udah satu bulan lebih sepuluh hari loh." Bisik Yudha.
"Ya terus kenapa emangnya? Berarti dia udah makin besar dong!"
"Bukan itu maksudnya! Maksud aku, aku tuh udah puasa hampir dua bulan."
"Puasa? Emang lagi ada perayaan apa? Ngapain juga kamu puasa coba? Bukan muslim ini!"
Yudha berdecak. "Maksudku ini!"
Winda tersentak saat suaminya menggesekkan bagian selatannya. "Ayah ih! Mesum banget!"
"Ya mau gimana lagi, kalo aku nggak frontal, kamu nggak bakal ngerti!"
Winda pun membalikkan badannya menghadap Yudha. Kedua telapak tangannya bertengger pada kedua pipi suaminya. "Nggak bisa! Darahku masih keluar, walaupun tinggal dikit. Jadi, jangan dulu. Sabar ya, suamiku?"
"Berapa lama lagi? Udah empat puluh hari juga! Masa nunggu sampai enam puluh hari?"
"Normalnya kan empat sampai enam Minggu."
Winda bisa melihat wajah suaminya yang tertekuk. Dengan inisiatif, Winda pun mencium bibir Yudha. "Sabar ya sayang, mungkin tiga atau lima hari lagi selesai. Lima belas tahun nggak bercocok tanam aja kamu kuat, masa cuma tiga atau lima hari udah nggak kuat sih?"
"Kalo dulu mah emang harus ditahan, walaupun juga sebenernya nggak kuat! Tapi ya dikuat-kuatin! Coba kalo sekarang? Nggak ada penghalang apapun! Palingan printilan doang yang suka ganggu!"
"Ya udah, tahan lagi aja sampai tiga hari kedepan, kalo tiga hari belom selesai, ya berarti lima hari! Sabar ya sayang?" Winda kembali mencium bibir Yudha, namun laki-laki itu segera menahan tengkuknya.
Semakin lama, ciuman Yudha semakin menuntut, hingga Winda merasa kewalahan mengimbanginya. Winda bisa merasakan jika suaminya sepertinya sudah tidak tahan lagi. Hingga suara tangis Harvey terdengar menyapa indera kedua orang itu.
"Harvey nangis." Ucap Winda di sela-sela ciuman Yudha yang terus menuntut.
"Ada Tara yang nemenin." Balas Yudha, lalu kembali mencium Winda.
Winda mencoba mengelak, namun Yudha sudah lebih dulu mengunci kedua tangan dan menekan tengkuknya.
Tak punya pilihan lain, Winda pun menggigit bibir bawah Yudha. Laki-laki itupun mengaduh dan melepaskan ciumannya. Winda hanya tersenyum, lalu mencium bibir Yudha sekilas. Setelahnya, wanita itu bergegas ke kamarnya untuk menemui Harvey yang menangis semakin kencang.
Yudha mengusap bibir bawahnya yang mengeluarkan sedikit darah. Melihat apa yang baru saja terjadi, Yudha jadi berpikir dua kali jika ingin menambah anak lagi dari Winda.
Dengan gontai, laki-laki itupun berjalan ke kamarnya mengikuti sang istri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Harvey (Buku Kedua dari "Wisma Pak Yudha")
FanfictionAYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 Keseharian Harvey, si paling bungsu di keluarga Pak Yudha yang punya pengasuh pribadi untuk setiap keperluannya, karena memiliki empat orang kakak per...