Pertemuan Makima dengan 3 bayinya

594 49 0
                                    

Kedua orangtuanya sudah meninggal, itu yang Makima tau sehingga membuatnya bekerja keras untuk biaya kehidupannya, ia tidak berhenti sekolah seperti anak-anak yang ditinggal oleh kedua orangtuanya, Makima mempertahankan sekolahnya karena ia ingin menjadi sukses.

Ia tidak ingin menjadi seperti ini terus, walaupun sulit karena ia harus membanting tubuhnya sendiri, bekerja ini itu, bahkan lebih naas nya pernah menjadi pesapu jalanan.

Gaji yang didapatkan dari pekerjaannya itu selalu di kumpulkan oleh Makima, tentu untuk ia membayar SPP bulanan dan rumah yang di kontrak.

Capek, namun setidaknya Makima sedikit puas dengan jerih payah yang di dapatnya.

Dan hari ini, Makima bekerja disebuah cafe, ia menjadi ob disana, membersihkan cafe disaat buka maupun tutup, tak lupa dengan dapur serta membuang sampah.

Hari ini banyak sampah yang harus dibuangnya, ia bahkan bolak balik hanya untuk menggeret dua kantong plastik hitam yang banyak isinya.

"Huweks."

"Hah!?" Langkah kakinya berhenti di depan tong sampah, kedua tangan yang memegang kantong plastik meluruh sehingga kantong mengenai tanah.

Makima matanya melotot bergetar dan menoleh kaku ke asal suara.

Angin malam berhembus pelan, kertas-kertas yang berserakan turut terbang akibat hembusan angin.

"Huweks.. huweks."

Srak!

Kedua kantong plastik ditangan terlepas, kedua kakinya terasa lemas sehingga ia terduduk dan punggungnya menghantam kuat tong sampah besar berwarna hijau tersebut.

Mata bergetarnya memandang jauh ke tumpukan kayu yang tersusun rapi di dekat tiang lampu.

"Huweks.." Suara tangisan bayi yang terdengar sedari tadi membuat Makima ketakutan, ini mulai larut malam mungkin saja itu tangisan bayi hantu.

"Makima!" Tersentak hebat mendengar namanya di panggil keras, Makima menoleh ke pintu yang terdapat manajer tengah berkacak pinggang.

"Apa yang kau lakukan hah! Masih ada sampah yang harus kau buang!" Makima menelan ludah kasar dan bergegas berdiri, ia berjalan cepat dan membungkuk setelahnya dihadapan manajer tersebut.

"Maaf."

"Ck." Manajer berdecak kesal dan berbalik, ia melangkah lebar meninggalkan Makima di dalam pintu, Makima mengatur nafasnya yang berseru kencang, tenggorokannya terasa kering dan netranya melirik ke arah tumpukan kayu tersebut.

Tidak terdengar lagi suara bayi, berarti benar kalau itu adalah hantu, ia menghela nafas panjang dan bergidik merinding.

Makima segera masuk dan mrlanjutkan kerjanya.

Selama membuang sampah Makima selalu melirik ke tumpukan kayu di tiang lampu, rasa takut masih melekat di diri, ia sangat was-was kalau suara tangisan bayi itu terdengar kembali.

"Baiklah, terimakasih untuk hari ini." Makima melepas apron yang terpasang di tubuhnya, ia menggantung di tiang dan meraih tas udangnya, tanpa menunggu lebih lama ia bergegas keluar dari cafe, tentunya lewat belakang yang terhubung dengan tempat sampah tadi.

Langkah demi langkah kakinya begitu pelan serta berat, kedua tangannya memegang erat tali tas yang tersandang di bahu kanan, matanya bergetar kecil dan terus mengarah ke bawah.

Takut, Makima masih takut dengan suara bayi tadi, terlebih ia melewati tumpukan kayu tersebut.

Glup!

Menelan ludah berat dan langkahnya berhenti tiba-tiba, Makima mengatur nafasnya dan memandang kedua kaki yang gemetaran sekarang.

"Ka-kaki." Sungguh rasanya sangat berat kedua kakinya, Makima memejamkan mata dan membukanya perlahan, ia menarik nafas panjang lalu dihembuskan perlahan.

"Huft.. it's oke Makima." Perlahan kaki kanan diangkat.

"Huweks!"

Dan terhenti diudara, Makima melotot lebar dan menurunkan perlahan kaki kanannya.

"Huweks!"

"Huweks!"

Tadinya satu dan sekarang dua, Makima menoleh cepat kebelakang, lebih tepatnya memandang tong sampah.

"Huweks!"

Tiga, tiga suara bayi yang membuat Makima langsung menoleh ke depan sana, ia sedikit memicingkan mata dan melihat sebuah box dari cahaya mobil yang kebetulan lewat.

Kalau itu Makima yakin bukan suara bayi hantu, tanpa membuang waktu Makima segera berlari ke sana, ia harus cepat karena langit tiba-tiba mendung malam ini, angin bahkan bertiup kencang membuat rambutnya turut berkibar.

Tik!

Setetes air hujan turun mengenai kepalanya, Makima berhenti sejenak dan mendongak, ia sedikit memejamkan mata dan menaikkan tangan kirinya untuk melindungi wajah dari tetesan air hujan.

"Huweks!"

"Argh!" Mengabaikan air hujan, Makima kembali berlari dan segera meriah box tanpa berhenti berlari.

Box sudah ditangan, ia bergegas menuju halte bus terdekat karena hujan kian deras.

Tap!

Tepat kedua kakinya berpijak di halte bus, hujan turun dengan deras, Makima mengatur nafasnya yang menderu kencang, bahkan ia merasakan sesak.

Ia meletakkan box di kursi halte lalu membuka perlahan box tersebut.

"Huweks!" Benar dugaan Makima, ini bayi, bayi dengan surai pirang, bayi itu menangis kencang bahkan kedua tangan mungil tersebut mengepal kuat dan terangkat.

Makima melihat sekeliling, memastikan kalau bayi ini benar-benar sendiri.

"Te-tega sekali." Ia membuka tas dan meraih jaketnya didalam sana, untunglah tidak terlalu basah sehingga ia bisa menyelimuti bayi tersebut.

"Tunggu." Kedua tangan yang sudah selesai menyelimuti bayi itu terhenti di udara, badan yang membungkuk segera berdiri tegap dan Makima menoleh ke gang dimana ia keluar tadi.

"Jangan-jangan!"

Cklek!

Dalam keadaan basah kuyup, Makima terduduk di depan pintunya dan menundukkan kepala, ia memandang jaketnya yang tengah diikat kuat di bahu kanan sampai pinggangnya.

Makima mengangkat tangan kirinya dan membuka sedikit jaket, senyuman hangat terbit diwajahnya dan menutup kembali jaket tersebut.

Perlahan ia mendongak memandang langit yang begitu beringas menurunkan air hujan, matanya terpejam lemah dan menghela nafas panjang.

"Ditinggal mati oleh orangtua itu sangat sedih, namun lebih menyedihkan melihat ke tiga bayi yang di buang."

"Huweks!" Salah satu bayi didalam jaketnya menangis, Makima menunduk dan membuka jaketnya, kedua netranya berkaca-kaca dan menyentuh hati-hati hidung mungil bayi yang menangis.

"Aku akan merawat kalian bertiga." Setetes air mata jatuh mengenai wajah bayi tersebut, Makima segera menghapus air matanya dan tertawa sedih.

Sangat sedih melihat ketiga bayi imut ini dibuang.

3 BabysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang