Nada dering telepon yang berbunyi terus menerus membangunkan anjing mungil yang berbaring di atas ranjang khusus. Zero mendorong pantatnya ke belakang dan meluruskan kaki depannya, lalu berlari kecil ke tengah ruangan sambil mengibaskan ekor. Dia melompat ke atas tempat tidur dan menggigit selimut tebal yang menutupi tubuh seorang wanita. Percuma saja dia berusaha keras menarik benda tersebut. Selimut tidak dapat disingkirkan karena terjepit di ketiak Taeyeon yang tertidur lelap.
Guk.. Guk.. Guk..
Zero masih berbaik hati membangunkan gadis itu dengan menggonggong tepat di samping telinga. Itu jelas mengganggu terbukti dari nada suara serak yang menggerutu. Setidaknya Zero tidak berbuat nakal seperti mengacak-acak rambut pirang menggunakan cakarnya atau mengencingi bantal yang berada di bawah kepala. Bagaimanapun dia adalah anjing kecil yang sopan.
Guk.. Guk.. Guk..
"Zero-ya, jangan berisik di dalam kamar" Taeyeon menarik selimut hingga ke atas kepala.
Hewan berwarna abu-abu dengan manik mata hitam yang bulat menatap pada gundukan besar di balik selimut biru muda seolah bertanya mengapa manusia begitu susah untuk bangun tidur. Dia benci diabaikan dan kesabarannya mulai menipis. Zero melompat-lompat di atas tempat tidur dengan tempo suara yang cepat.
Guk.. Guk.. Guk.. Guk.. Guk.. Guk..
"Astaga, apa yang membuatmu begitu bersemangat? Ingin bertemu anjing betina di lingkungan sekitar?" akhirnya Taeyeon menyerah pada keributan yang ditimbulkan oleh bayi mungilnya. Dia berguling ke sisi kosong tempat tidur, bergerak ke sana kemari merenggangkan persendian tulang yang kaku.
Hewan peliharaan itu merasa bangga telah berhasil membangunkan pemilik rumah. Zero melompat ke bawah dan berjalan menuju pintu kamar. Kemudian dia berputar-putar di tempat mengejar ekornya yang tertinggal di belakang. Tiba-tiba telinganya tersentak mendengar alunan melodi yang kembali menggema.
Taeyeon mengerjapkan matanya sebelum menyentuh layar ponsel untuk menerima panggilan masuk. "Halo"
"Taeyeon!"
Mendengar teriakan dari sambungan telepon yang sedang berjalan, Taeyeon secara refleks menjauhkan ponsel dari telinganya. Sekali lagi dia memeriksa identitas penelepon yang muncul di layar. Dan itu benar, nama Kwon Yuri. Tetapi kenapa suaranya berbeda.
"Jessica?"
"Akhirnya kamu bangun juga"
"Kenapa menelepon?" tanya Taeyeon kebingungan lantaran selama ini bisa dikatakan mereka jarang berkomunikasi secara pribadi. Mereka terdengar sedikit canggung tetapi itu terlihat lebih baik saat mereka bertatap muka secara langsung.
"Tiffany akan segera tiba di bandara. Bisakah kamu menjemputnya?"
Taeyeon menyandarkan punggung lalu memijat pelipis kepalanya. Minggu lalu dia mendengar nama Stephanie dari mulut sahabatnya dan sekarang Jessica mengucapkan nama yang berbeda. Dia mulai ragu sebenarnya berapa orang yang datang. Atau mungkin mereka saudara kembar. Oh tidak, itu sangat buruk.
"Kenapa bukan kamu sendiri yang pergi ke bandara?"
"Aku harus mengantar Yuri ke rumah sakit sekarang"
"Yuri kenapa? Apa yang terjadi?"
"Aku tidak ada waktu untuk menjelaskan. Kamu bisa menjenguknya nanti secara langsung. Jadi Taeyeon, maukah kamu membantuku?"
Sulit baginya untuk menolak permintaan orang lain apalagi jika itu berasal dari perempuan cantik. Dengan berat hati Taeyeon mengatakan, "ya tentu saja. Aku akan menjemputnya"
Kini hilang sudah ketenangan yang dia dambakan setelah lima hari berkutat dengan pekerjaan yang penat. Tidak ada kata bermalas-malasan di akhir pekan. Taeyeon menarik nafas panjang hingga memenuhi seluruh rongga di paru-paru. Perjalanan hidupnya bersama orang asing selama satu bulan akan dimulai sejak hari ini.
***
Sebuah pesawat penerbangan internasional baru saja tiba di bandara Incheon pukul sebelas lewat dua puluh menit. Itu seharusnya mendarat satu jam yang lalu. Namun karena adanya kendala teknis menyebabkan pesawat mengalami keterlambatan.
Tiffany tergesa-gesa berjalan menuju pintu kedatangan membawa tiga buah koper dengan warna senada yaitu merah muda. Begitu pintu kaca terbuka lebar pandangannya menyapu ke seluruh penjuru arah mata angin. Dia tahu bahwa bukan Jessica yang datang ke bandara tetapi bagaimana dia bisa mengenali manusia bernama Taeyeon. Ingatannya kembali mengembara pada ciri-ciri yang disebutkan. Kim Taeyeon adalah..
..seorang wanita. Oke, dia ingat itu. Lalu?
Rambut pirang.
Mata cokelat.
Kulit putih pucat.
Tinggi badan rata-rata wanita Asia pada umumnya.
Mempunyai paras cantik sekaligus tampan? Tiffany tidak mengerti mengapa sepupunya perlu menambahkan detail tersebut tetapi dia jelas mendengar Jessica mengatakan hal itu berulang kali. Dan ketika pikirannya terus berkelana pada ingatan jangka pendek, bola matanya menemukan sosok wanita berpenampilan sama seperti ciri-ciri tersebut.
Kecuali satu, umur yang sama? Tiffany tidak yakin berapa usia wanita itu tetapi menilai dari wajahnya masih terlihat pantas mengenakan pakaian seragam sekolah. Namun penilaian itu segera terbantahkan ketika melihat tulisan yang terpampang di sana.
Tiffany dan Stephanie.
Tidak salah lagi, dia pasti Taeyeon. Dia membawa kertas dengan tulisan nama di bagian tengah. Tapi, mengapa nama Tiffany dan Stephanie ditulis terpisah seolah mereka adalah dua orang yang berbeda.
"Taeyeon?"
Gadis itu terkejut ketika mendengar seseorang memanggil namanya. "Oh ya, itu aku. Dan kamu?"
"Tiffany. Sepupu dari Jessica Jung" uluran tangannya langsung disambut hangat. "Maaf ya, sudah membuatmu menunggu lama. Pesawatnya mengalami keterlambatan"
"Tidak apa-apa" jawabnya dengan senyum canggung.
"Jadi.. kita pulang ke rumahmu sekarang atau?" Tiffany memberanikan diri untuk bertanya setelah melewati satu menit dalam kebisuan yang mencengkam.
"Tidak menunggu Stephanie dulu?" Taeyeon menatap ke arah pintu kaca di mana orang-orang dari dalam sana berhamburan keluar satu per satu.
"Maksudnya?" tanya Tiffany dengan raut wajah kebingungan.
"Di mana Stephanie?"
"Di sini. Di depanmu"
"Kamu Stephanie?" tanyanya dengan kening berkerut.
"Ya, itu aku"
"Lalu Tiffany?"
"Itu juga aku" kata gadis itu menahan tawa setelah mengerti arah pembicaraan mereka. "Kamu mengira itu adalah dua orang, benar?"
"Ya" jawab Taeyeon tersenyum malu. Dasar bodoh, dia harusnya bertanya lebih dulu kepada Yuri atau Jessica sebelum membuat kesimpulan yang konyol.
"Kamu benar-benar menggemaskan" kali ini Tiffany tidak bisa menyembunyikan tawanya lebih lama lagi melihat ekspresi wajah Taeyeon yang lucu.
Sejujurnya gadis itu tidak suka ketika orang lain menilainya imut-imut atau lucu. Di usianya yang memasuki kepala tiga, Taeyeon lebih senang jika dikatakan sebagai wanita dewasa. Tetapi postur tubuhnya yang kecil tidak membawa banyak keberuntungan.
"Dan kamu sangat cantik" gumamnya pada diri sendiri. Taeyeon mengira bahwa nada suaranya yang pelan tidak akan sampai di telinga orang lain.
Tapi dia salah.
Dia salah besar.
Tiffany mendengar itu dengan jelas dan tersenyum lebar. Dia menarik lengan Taeyeon sambil berkata, "haruskah kita pulang sekarang?"
"Y-ya" ucapnya tergagap.
.
.
.
Jadwal update cerita ini hari Jumat dan atau Selasa pukul 20.00 ya. Sampai jumpa minggu depan ☺
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not that desperate (Taeny)
FanfictionMereka pernah menjadi teman dekat, sangat dekat, hingga orang-orang melihat mereka bagaikan sepasang sepatu kiri dan kanan yang tak terpisahkan. Tapi itu dulu, sebelum negara api menyerang. Dia mengetuk pintu rumah di pagi buta menggunakan setelan c...