CHAPTER 2 : RAHASIA DAN RASA

359 206 289
                                    

Bila jujur terasa menyakitkan,
Apakah dengan kebohongan mampu membuat kita lebih baik?

~Altair Danadyaksa Saskara

~Altair Danadyaksa Saskara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~

Altair duduk sendiriaan di bangku belakang aula sekolah saat pembagiaan rapor berlangsung. Di sekitarnya, suasana penuh dengan orang tua yang berdiskusi dan berdampingan dengan anak-anak mereka. Altair hanya menghela napas panjang, menunduk tanpa ekspresi, menunggu gilirannya.

Ketika tiba gilirannya, seorang guru memanggil nama Altair. Namun, bukannya kedua orang tuanya, yang tampak berjalan mendekat adalah Mbok Sum, pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah Altair. Ia menghampiri meja guru dengan langkah pelan, wajahnya terlihat agak gugup.

Setelah rapor Altair diberikan, berberapa teman-teman sekelasnya yang melihat itu berbisik-bisik, bigung mengapa orang tua Altair tidak datang.

"Eh, Al, mana Om Gavin sama Tante Erika?" tanya salah satu temannya dengan nada penasaran.

Altair hanya tersenyum tipis, mencoba menjawab dengan santai. "Mereka sibuk, jadi diwakilin Mbok Sum aja," jawabnya sambil berusaha terdengar biasa saja. Namun, ada sedikit guratan kesedihan di matanya yang tertangkap oleh berberapa teman dekatnya.

Noval dan teman-teman lainnya mencoba menenangkannya. "Oh, ya udah. Yang penting kan rapor lo udah diambil."

Altair hanya mengangguk pelan, mulai beranjak dari aula bersama Mbok Sum, yang setia menemaninya sejak kecil. Acara pembagiaan rapor pun selesai, dan aula mulai lengang. Berberapa orang tua yang masih tinggal berbincang-bincang di lorong bersama anak-anak mereka, termasuk orang tua Noval, Gala, dan Farel.

Ketika Altair melihat teman-temannya berkumpul bersama orang tua mereka, ia berusaha tersenyum dan melambaikan tangan. Noval menghampirinya terlebih dulu bersama ayahnya, lalu disusul Gala, Liam, dan Farel yang datang bersama kedua orang tua mereka. Melihat keluarga-keluarga itu, Altair tetap menyapa ramah, berusaha menyembunyikan perasaan canggungnya.

Ketika orang tua Noval berkomentar tentang semangat belajar anak mereka, Altair menganguk sambil tersenyum. Ia merasa terinspirasi dengan semangat Noval dan kehadiran orang tuanya yang selalu mendukung.

"Ya, Noval memang punya semangat yang luar biasa," ucap Altair. "Dia selalu jadi motivasi buat kita semua, Ngeliat dia belajar keras bikin gue pengen berusaha lebih baik juga."

Altair menatap Noval dengan bangga, berusaha menunjukkan dukungannya. "Semoga kita semua bisa terus belajar dan saling mendukung, ya. Kita butuh semangat itu, terutama saat rapor kayak gini."

Orang tua Noval menatap Altair dengan ramah. "Kamu mirip sekali sama rekan kerja saya, senang melihatmu di sini, Altair. Semangat terus belajarnya, ya." ujar ayah Noval sambil menepuk bahu Altair dengan hangat dan beranjak berjalan mendekati orang tua lainnya.

AltschmerzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang