Dua

1.2K 249 78
                                    

Sasuke yakin, tidak butuh waktu tiga kali dua puluh empat jam untuk membuat kejiwaannya terganggu. Bagaimana tidak? Pria matang berusia tiga puluh satu tahun itu kini sedang berdiri lemas pada daun pintu dan menatap keadaan ruang tengah apartemennya yang kacau balau.

Pigura di meja, lampu hias, beberapa buku yang masih tertumpuk, kini jatuh berserakan. Belum lagi plastik dan makanan yang semula berada di dapur kini berhamburan di atas karpetnya yang juga kusut.

Bola mata Sasuke bergulir, pada sofa berwarna abu-abu yang lapisannya kini sudah terkelupas, bekas cakaran ada di mana-mana. Bahkan Sasuke yakin jika saja televisi tidak ia taruh di dinding, benda itu akan jatuh dan pecah seperti vas bunga di dekat jendela.

Napasnya seolah berhenti.

Sasuke membenci bahkan jika Naruto hanya asal menaruh sandalnya di depan pintu. Dia akan mengomel sepanjang yang ia bisa tentang keteraturan sampai Naruto memohon ampun. Lalu bagaimana dengan keadaan apartemennya saat ini?

Sasuke melangkah masuk dan kakinya disambut dengan ratusan biji beras yang berserakan. Bercampur antara beras putih dan merah juga kacang-kacangan. Tangannya bergetar, seolah tidak sanggup untuk menatap lebih jauh pada keadaan di belakang pantry.

"Cherry?" bisik Sasuke pelan. Berdoa semoga saja kucing itu mati tersangkut di suatu tempat dan Sasuke akan mengabari Naruto secepatnya guna membawa bangkai kucing penyebab masalah itu.

Tidak mendengar jawaban apapun. Sasuke mulai mengitari rumahnya. Bibirnya ia gigit, menahan sumpah serapah keluar. Dia memeriksa setiap ruang dan tidak menemukan dimana pun kucing itu berada sampai matanya menatap pada pintu kamar yang terbuka.

Sasuke memejamkan mata, "Kumohon dasar kucing sialan. Jangan merusak isi di dalam laci," bisiknya pelan.

Sasuke menaruh makanan kucing di meja dan berjalan pelan, menggosokkan kakinya yang penuh beras, pria itu kemudian meraih kenop pintu dan membukanya perlahan.

Sasuke terdiam.

Di sana, di atas tempat tidurnya. Kucing itu sedang meringkuk.

"Cherry?" panggilnya pelan.

Sasuke yakin, kucing itu menoleh padanya dengan gemetar lalu bola mata hijaunya melebar, tanpa menunggu waktu lama Cherry berlari, menarik benang dari selimutnya yang masih tersangkut di kaki kucing itu dan menghampirinya.

Tidak. Lebih tepatnya menerjang sampai Sasuke hampir saja jatuh karena kaget.

Cherry mengeong berisik. Kucing kecil itu bergetar dan Sasuke sedikitnya merasa khawatir. Meski tidak menaruh minat sedikitpun pada golongan hybrid, Sasuke tahu sedikitnya tentang mereka yang sempat terlupakan tadi karena emosinya pada Naruto.

"Astaga, kau ketakutan ya," bisik Sasuke.

Kucing itu bergerak naik, memeluk lehernya dengan erat sampai bulu-bulunya yang tebal menggelitik dagu Sasuke, ekornya mengibas dengan cepat.

"Maaf, aku membeli makanan untukmu. Kau lapar?" tanya Sasuke.

Kucing itu menatapnya.

Sasuke menghela napas, untung saja keadaan kamarnya tidak sekacau di ruang tengah dan depan. Pria itu lantas menggendong Cherry dan mengajak kucing itu keluar untuk mengambil sebuah piring.

Sasuke menuangkan makanan kucing yang baru saja ia beli ke atas wadah dan membawanya ke kamar.

Pria itu menaruh Cherry di meja, "Makanlah," kata Sasuke pelan.

Cherry bergerak turun, mengendus makanannya dan mulai memakannya. Seketika matanya berbinar, kucing itu melompat senang dan mengeong terus menerus. Kaki-kakinya yang gembul perahan memijat lengan Sasuke yang berada di atas meja.

Hybrid [Short story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang