IX

2.5K 295 21
                                    

Hari ini kerabat dekat dari keluarga Hanan mulai berdatangan ke kediaman orangtuanya. Acara lamaran kali ini sekaligus hantaran dari pihak lelaki. Karena untuk acara lamaran tidak resminya sudah dilakukan beberapa minggu lalu.

Hari menjelang sore dan rumah ini terasa begitu ramai oleh sanak saudara Hanan yang datang. Gisa sudah pernah bertemu mereka semua saat pernikahannya dengan Hanan namun ada beberapa wajah yang sudah ia lupa karena hanya bertemu sekali.

Sebenarnya tidak banyak hal yang bisa dikerjakan karena urusan makanan sudah diserahkan kepada pihak catering, begitu juga dengan dekorasi acara lamaran yang menggunakan jasa Event Organizer. Namun Gisa sebisa mungkin selalu berada di tengah-tengah keluarga itu walau hanya untuk sekedar mengobrol karena Ibunya selalu mewanti-wanti Gisa untuk tidak asik di kamar saat sedang berkumpul keluarga.

"Gisa gimana skripsinya? Kapan kira-kira wisuda?"

Ah shit, pertanyaan ini lagi.

Itu adalah suara Tante Sarah, salah satu sepupu Helda, Mama Hanan.

"Alhamdulillah lancar Tante, belum tau Tan, doain akhir tahun ini bisa wisuda."

"Kamu angkatan tahun 2018 kan, ya? Anak Tante seangkatan kamu udah wisuda bulan Mei lalu."

Gisa berusaha tetap tersenyum meskipun perkataan itu membuat mood-nya anjlok seketika. "Iya Tante, Alhamdulillah kalo bisa cepat wisuda anaknya."

Ah, Gisa benci situasi ini. Orang mungkin menganggap dia bodoh atau sangat pemalas karena belum wisuda hingga saat ini. Gisa terlalu malas untuk menjelaskan keadaannya dan ia juga merasa orang lain tidak perlu tahu struggle yang ia hadapi selama penyusunan skripsi.

"Emang jadi istri sambil kuliah itu berat, tapi jangan abaikan pendidikan kamu Gis, sekarang kalau enggak sarjana gak bakal deh dilirik kalo ngelamar kerja." ujar Sarah lagi.

Sumpah ini orang sok tahunya udah agak kelewat batas.

"Enggak lah Sar, Gisa ini pinter banget bagi waktu, dia juga semangat nyusun skripsinya, cuma emang dosennya agak ribet makanya dia lama banget." Helda menimpali ucapan sepupunya dengan agak sinis. Sebenarnya ia tidak suka menantu kesayangannya dipojokkan seperti itu, terutama oleh keluarganya sendiri.

Gisa menatap Helda dengan tatapan berterima kasih, sudah menyelamatkannya dari situasi ini. Sementara Sarah hanya mengangguk-angguk walau Gisa ragu ia paham.

"Omong-omong, gimana Gis, udah ada tanda-tanda isi belum?"

Ah, kayaknya enggak lengkap ya kumpul keluarga kalau enggak ada pertanyaan sensitif satu itu.

Gisa kira ia sudah aman sebelum Sarah kembali menanyakan pertanyaan yang membuat ia merutuk diam-diam di dalam hati.

"Belum Tante, aku juga masih mau fokus kuliah dulu."

"Oh iya juga ya, enggak semua orang bisa ngatur waktu. Tapi nanti kalau udah selesai kuliah jangan ditunda-tunda, lho."

Serius deh, Gisa pengen bangkit dan membalikkan meja berbahan kayu jati milik Mama Helda yang ada di tengah-tengah mereka sekarang. Kenapa ya, setiap perkumpulan keluarga seperti ini pasti ada aja orang yang rese seperti Tante Sarah ini.

Gisa tidak menjawab dan hanya tersenyum kecut menanggapi ucapan itu. Sementara Helda di sampingnya hanya mengelus lengan Gisa pelan mengisyaratkan menantunya untuk tidak menanggapi ucapan orang seperti Sarah.

.

.

.

Acara berlangsung dengan khidmat dan lancar. Winna nampak begitu menawan dengan kebaya modern berwarna peach dan riasan wajah minimalis. Begitu juga Naren yang menggunakan batik nuansa cokelat dan celana bahan berwarna hitam. Prosesi yang mereka lakukan hari ini mengingatkan Gisa pada acara serupa yang pernah ia dan Hanan lewati.

GisandriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang