10. Not healed

311 44 93
                                    

"Oh.. jadi usiamu dua puluh delapan tahun ya Jim?"

"Heum, begitulah sweetie."

Jimin dan Millie sedang duduk di koridor bioskop sembari menunggu movie dimulai. Atas keinginan Millie untuk mengajak Jimin nonton bersama, maka jadi lah keduanya saat ini berada di salah satu gedung bioskop tengah kota. Kalau Jimin sih lebih suka Netflix ya, nonton di kamar dengan bergelung selimut tanpa ada yang menggangu, kalau pun harus ada orang yang menemani yaitu hanya boleh Millie saja. Nanti dia akan menyetel movie mana yang cocok untuk mereka tonton.

Karena menonton bioskop adalah keinginan dan permintaan sang kekasih, apapun akan diturutinya.

Mereka berbincang seakan dunia milik berdua, beberapa orang lain dan pasangan yang berada di dekat mereka hanya dianggap rumput belaka.

"Harusnya aku memanggilmu dengan sebutan 'kakak', Jim."

Jimin tersenyum gemas mendengar hal itu. Hal yang sempat dilupakannya bahwa usianya dan usia Millie berjarak enam tahun. Pria Park itu membiarkan Millie selalu menyebut dirinya tanpa menggunakan embel-embel 'kakak'. Ia sama sekali tidak masalah. Senyamannya Millie saja. Lagipula, ia menganggap mereka berdua itu seumuran, tidak ada yang tertua di antara mereka sebab Jimin merasa dirinya tidak pantas untuk di panggil 'kakak' di saat ia masih terus bersikap kekanakan.

"Jangan panggil kakak ya, Millie."

Millie meremas tangan Jimin yang berada dalam genggamannya. Gadis itu agak sedikit heran.

"Kenapa?"

"Aku tidak nyaman dipanggil seperti itu." Jawab Jimin, ia kecup kilat pelipis sang terkasih setelah menjawab pertanyaan itu.

Millie mengangguk mengerti, ia rasa tidak ada yang perlu dijanggalkan atas percakapan mereka disini.

Lain halnya di dalam hati Jimin, ia mulai gelisah dengan percakapan yang membahas unsur usia. Untungnya percakapan itu sudah tidak dilanjutkan lagi oleh keduanya.

"Jimin, tangan mu dingin dan basah. Kau baik-baik saja? Apa sebaiknya kita pulang? Tidak apa, lain kali kita bisa kesini lagi."

"Tidak apa sayang, aku baik-baik saja."

****

Orang-orang pada berbondong memasuki studio di saat film baru akan dimulai, termasuk Jimin dan Millie.

Ketika sudah mendapatkan kursi, Jimin menyandarkan kepala di bahu jelitanya. Entah lah, perasaan tiba-tiba mendadak kacau sekarang. Akhir-akhir ini ia sering merasa tidak baik dan kerap ketakutan. Entah itu takut kehilangan Millie atau takut karena tidak pantas untuk menjadikan Millie sebagai miliknya. Nyatanya, semakin Millie menjadi bagian dari hidupnya, malah semakin membuat Jimin sadar akan rusaknya dia di masa lalu. Ketidakpantasan selalu menghantui jiwa Park. Akan tetapi, ia sungguh tidak mau berpisah dengan Millie. Gadis yang sudah berhasil membuatnya jatuh cinta ketika ia sudah mengunci pintu hatinya rapat-rapat untuk semua orang yang ada di bumi ini.

Fokus Jimin juga tidak di film, ia hanya sibuk diam melamun dengan kepala yang masih terus bersandar di bahu Millie. Tidak lupa dengan tangan, tidak mau lepas memegang lengan mungil itu barang sedikitpun.

Gadis Jung menyadari Jimin tidak banyak bicara seperti biasa. Biasanya Jimin sangat cerewet sekali, mulutnya tidak akan pernah bisa diam kecuali jika hanya sedang tidur. Jemari Millie terangkat untuk mengusap pipi gembil prianya, kenapa jadi manja sekali sih, pikirnya.

"Jim, ayo pulang." Bisik Millie pelan, dan menarik tangan Jimin agar mau bangkit.

Pria itu bertanya-tanya dan sedikit bingung. Film bahkan belum sampai ke pertengahan, namun mengapa Millie sudah mengajaknya pulang?

STOCKHOLM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang