Chapter 1 [ Asha Nala ]

2 0 0
                                    

Banyak hal yang mesti kita tahu untuk menjadi manusia. Banyak rasa yang kita tahu saat menjadi manusia. Tidak ada yang benar-benar paham sampai mana kadar bahagia yang cukup untuk tetap memilih menjadi manusia.

Dari keramaian dan hiruk-pikuk Ibu Kota, bahwa menjadi dewasa bukan hanya perubahan fisik saja, tapi juga mencakup perubahan pikiran dan juga tujuan. Dari hal yang tidak tahu apa-apa, saat menjadi dewasa harus bahkan dipaksa untuk mengetahui dan mengerti tentang sesuatu yang juga tidak ingin kita tahu.

"Aku, mau cepat dewasa, biar bisa naik perahu terbang di taman bermain," Ujar seorang anak perempuan yang umurnya 1/8 abad pun belum ada.

Terkadang merasa takjub dan miris secara bersamaan dengan tingkat bahasa anak-anak zaman sekarang yang begitu luas tapi tidak tahu apa arti dari kata yang mereka sebut. Dengan umur sekecil itu, bahkan untuk masuk sekolah dasar pun belum cukup, sudah bisa berkata ingin cepat dewasa.

"Gak perlu tunggu dewasa, Nau makan aja yang banyak juga bisa buat naik perahu terbang," Timpal Nala- perempuan berparas manis yang membawa satu gelas penuh susu coklat.

Asha Nala gadis yang mungkin sudah atau sedang merasakan bagaimana menjadi dewasa. Baginya dewasa tidak sesederhana ingin menaiki perahu terbang seperti yang diucapkan keponakannya, tapi melebihi dari itu. Bagi Nala menuju sampai di titik dewasa sangat sulit, bahkan banyak manusia yang berhenti ditengah atau bahkan belum memulainya sama sekali tapi sudah menyerah. Dewasa itu banyak sakitnya, banyak ngantuknya, banyak korbannya, jadi jangan cepat-cepat untuk dewasa karena kamu belum tentu bisa menanggung semuanya. Kata yang terus ia ingat dari seseorang yang menyerah menjadi dewasa.

"Jangan cepat-cepat dewasa, Lala masih mau peluk Nau tau," Nala sembari mengelus pucuk kepala keponakannya.

"Emang kalau Nau udah dewasa, Lala gak bisa peluk Nau lagi?" Dengan wajah polos dan pensil ditangan kanannya Naura menimpali.

Nala menyambar tubuh Naura untuk di dekapnya "Pokoknya Nau jangan cepat-cepat dewasa, biar bisa Lala giniin terus," Nala menghujani Naura dengan ciuman gemas, Naura mencoba beringsut untuk melepaskan dekapan dan ciuman Nala yang membuat Naura tidak nyaman.

"Lala, ihhhh,"

Tapi Nala tetap tidak berhenti, kegemasannya terhadap keponakan satu-satunya itu kerap kali membuat Naura yang berumur 5tahun terganggu. Yang pada akhirnya tangis Naura yang memberhentikan Nala.

"La, diapain sih adeknya," Laki-laki separuh baya muncul dari balik pintu.

Nala mengusap air mata yang jatuh di pipi Naura "Uluh uluh, maaf ya sayang. Di minum susunya,"

Bapak. Nala memanggilnya Bapak. Satu-satunya laki-laki hebat yang pernah ia kenal, laki-laki yang tidak pernah mengeluh barang sedikitpun. Saat ibunya masih bersama mereka pun Bapak ini tidak pernah memperlihatkan kesedihan dan lelahnya.

Namun dalam satu waktu, ia benar-benar melihat kesedihan di raut wajah itu. Kesedihan atas kehilangan, dua alasan ia tidak pernah mengeluh tiba-tiba pergi dari sisinya. Ibu dan anak pertamanya. Ya, Nala memiliki satu kakak perempuan Ibu dari Naura, gadis kecil yang sebelumnya ingin cepat-cepat dewasa.

"Kamu belum berangkat, emang gak kerja?" Suara Bapak terdengar dari arah dapur yang jaraknya tidak jauh dari ruang tamu.

"Kerja, ini mau siap-siap,"

"Lala mau kerja dulu," Nala mencium sekilas kepala Naura lalu beranjak.

♣︎♣︎♣︎

Dari sebuah rumah bertingkat dua dalam nuansa serba putih dan taman yang cukup luas. Perempuan itu sibuk memainkan ponselnya di atas dipan kasur empuk salah satu kamar.

CameoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang