Chapter 2 [ Kemala Sarasvati ]

2 0 0
                                    

Matahari masih belum menampakan dirinya. Namun dapur rumah bercat putih yang sekarang sudah tidak seputih saat pertama kali, sudah terdengar aktifitas didalamnya. Nala sibuk berkutat di dapur sejak subuh. Hari libur bukan alas baginya untuk bangun siang dan bermalas-malasan.

Mengerjakan sesuatu sekaligus menjadi keahlian untuk Nala. Mungkin jika ditanya apa keahliannya, mengerjakan apapun sekali waktu akan menjadi jawaban bagus untuknya. Suara pertama yang ia dengar bukan lagi suara kicauan burung melainkan suara minyak panas dan ketel air yang siap mendidih, ditambah penggilingan mesin cuci yang suaranya seperti pengganti musik untuk Nala.

Sudah hampir enam tahun aktifitasnya ia lakukan seperti itu. Bangun pagi, menyiapkan bekal dan sarapan, mencuci, menyiapkan keperluan Naura. Tidak jarang justeru ia lupa untuk menyiapkan dirinya sendiri, bahkan jika kedapatan shift pagi Nala akan bangun lebih pagi lagi. Lelah? Sudah pasti. Ia sering mencuri curi waktu untuk tidur jika jam kerja nya masih lama.

Setelah sepeninggalan ibunya, semua tanggungjawab dan beban rumah ini mau tidak mau ia yang teruskan. Kenapa tidak Bapak saja. Laki-laki separuh sepuh ditambah menjadi pencari nafkah, jika dibebankan pekerjaan rumah juga cepat lambat mungkin Bapak juga akan menyusul Ibu. Nala pun tidak mungkin membebankan itu semua di saat dirinya masih mampu mengerjakan meski terkadang kelelahan.

Di sela kegiatannya dengan pakaian kotor, Nala dihentikan dengan satu bunyi notifikasi pesan di ponselnya. Tertera nama pengirim pesan, Kemala.

Kemala : Nala, nanti jam 2 ya

Kemala : Kita ketemu di stasiun.

Singkat Nala membalas dengan satu simbol jempol yang ada pada ponsel. Ia kembali melanjutkan aktifitasnya. 10menit berselang, suara langkah kaki dan pintu tertutup terdengar dari arah berlawanan. Naura dengan mata sembab dan boneka bunny rabbit ditangan kirinya duduk di kursi meja makan.

"Udah bangun, baru Lala mau bangunin," Ujar Nala, mengangkat ketel yang sedari tadi tidak sabar untuk diangkat.

Satu gelas susu dan secangkir teh manis sudah siap di atas meja makan. Nala membawa Naura untuk pergi mandi.

"Yuk, mandi dulu," Naura beranjak mengikuti ajakan Nala, masih dengan membawa boneka kesayangannya.

Jam menunjukkan angka 6 pagi, matahari sudah menampakkan sinarnya meski masih malu-malu. Naura sudah siap dengan seragam sekolah dan rambut tergerai dihiasi bandana pink.

"Buku, sama PR nya udah siap Nau?" Tanya Nala di sela kegiatannya menyiapkan bekal. Naura hanya mengangguk, matanya fokus melihat kartun kesukaannya di TV.

"Di minum dulu susunya, Lala siapin sepatu dulu," Nala melangkah menuju ruang belakang. Berbarengan dengan itu Bapak keluar dari kamarnya yang kini hanya ia seorang yang menempati.

"Cucu opa sudah rapih," Mengecup lembut kepala Naura.

"Lala mana?" Melihat Nala tidak ada di jangkauan matanya.

"Nau susunya udah diminum belum?" Dari arah belakang suara Nala terdengar, sekaligus menjawab pertanyaan Bapak.

"Kok, belum diminum. Minum dong sayang," Melihat gelas masih terisi penuh belum disentuh oleh Naura.

"Nau maunya susu coklat," Naura protes.

"Nanti siang dong sayang, kan janjinya apa. Susu coklat diminum waktu siang, dan pagi Nau minum susu vanillanya," Jelas Nala.

Bapak yang sedari datang langsung menikmati tehnya yang semenit lagi mungkin akan dingin hanya memperhatikan Nala dan Naura yang setiap pagi akan ada drama tentang persusuan.

CameoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang