O3.

4 0 0
                                    

Pemakaman kakek kini benar-benar selesai. Dan membuka kamar adalah sebuah kenyataan pahit yang harus di hadapi Kenzie saat ini. Sepi, tidak ada kakek lagi di sini. Rumah ini, rumah milik kakek. Namun pemiliknya telah berpulang beberapa saat lalu. Untuk sebentar, Kenzie berharap kakek tinggal sedikit lebih lama dan melihat dirinya sukses di masa depan.

Tiba-tiba Kenzie di landa rindu berat. Rasanya Kenzie sudah tidak sanggup lagi menahan semua sedih yang ia tutup-tutupi. Kini ia biarkan punggungnya menyender pada pintu kamar, ia duduk pada lantai yang dingin. Ia menyimpan kepalanya di antara lengan dan lututnya.

Di malam yang dingin ini, Kenzie membiarkan air matanya tumpah ruah. Kepergian kakek sempat tidak ia terima. Bagaimana tidak? Keluarga satu-satunya yang menyayanginya sepenuh hati, kini pergi dan tak akan bisa kembali.

Kenzie menggenggam erat sebuah surat edaran dari sekolah. Surat terbuka untuk wali murid yang akan datang untuk acara perpisahan sekolah minggu depan. Baru tadi surat edaran itu dibagikan dan hendak ia tunjukkan kepada sang kakek. Ia biarkan surat itu kusut dan tak berbentuk karena rematan tangannya yang cukup kuat.

"Kakek...." lirihnya sambil menangis pilu.

Malam ini yang terdengar jelas justru suara tangisannya sendiri. menderu-deru sebab kehilangan seseorang  yang ia sayang terasa sangat menyakitkan. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana. Ia hilang arah. Mengikhlaskan tidak secepat dan semudah yang di harapkan. Kakek pergi terlalu mendadak. Dan kini, tidak ada yang bisa ia lakukan selain berdoa.

Tangisannya terdengar begitu menyakitkan untuk di dengar. Nadanya teramat pilu. Menggambarkan sekali bahwa Kenzie begitu kehilangan sosok Kakeknya. Saat Kenzie menangis begitu hebat, Hazel mendengarnya dari luar kamar Kenzie. Ia hampir tidak percaya mendengar Kenzie bisa sehancur ini.


--o0o--


Ini bukan kali pertama Kenzie merasakan sebuah kehilangan. Sebelumnya, saat usianya masih 7 tahun, ia pernah kehilangan sosok mama yang tidak akan pernah kembali. Dulu sebelum beliau benar-benar dipanggil Tuhan.

Pagi ini hujan mengguyur kota. Deras sekali hingga menimbulkan suara berisik dari luar sana. Cuaca langit di pagi hari ini membuat perasaan aneh muncul di hati kecil Kenzie saat ini. Ia perlahan membuka pintu kamarnya dan keluar dari zona nyamannya.

Langkah kaki membawanya ke teras rumah. Suasana dingin merasuk hingga ke tulang. Kenzie menatap rintikan hujan yang berhasil jatuh ke tanah. Perlahan ia menaikan kedua sudut bibirnya membuat sebuah lengkungan tipis. Ia tersenyum.

Tangannya ia gunakan untuk menampung beberapa air hujan yang jatuh dari langit. Dingin. Dengan pakaian kemeja putih dan celana kain hitam ia berlari menerjang hujan. Ia biarkan tubuhnya basah dengan air hujan.

Masa bodoh ia akan sakit. Ia hanya ingin menenangkan diri sendiri. Saat dibawah hujan, ia merentangkan kedua tangannya dan mendongak. Membiarkan wajahnya terkena air hujan, itu tidak terlalu sakit.

Hazel yang melihat kelakuan Kenzie kini terperangah, segera ia menghampiri Hazel.

"Seru main sama hujan?"

Kenzie menoleh mendapati Hazel berdiri di teras sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. 

"Seru! Sini deh join."

Tak menunggu lama, segera Hazel bergabung dengan Kenzie. Mereka berdua bermain hujan, melupakan sejenak apa yang baru mereka alami kemarin. Melupakan kesedihan yang teramat menyiksa relung hati.

Keduanya menikmati tetesan air hujan dengan tangan yang saling bertaut dan di ayunkan kesana kemari. Biarkanlah sejenak mereka seperti anak kecil yang bermain hujan. Karena pada dasarnya mereka adalah remaja yang sedang merindukan masa kecilnya.

Suara deru mobil berhenti di depan pekarangan rumah berhasil membuata keduanya berhenti bermain hujan dan kini menatap mobil hitam tersebut. Dua orang paruh baya dengan satu pria keluar dari mobil tersebut menggunakan payung dan menghampiri Hazel dan Kenzie.

"Permisi..."

Hazel mendekat ke arah pria paruh baya yang berdiri di depannya, "Iya? Siapa ya?"

"Saya anak dari kakek Dino."

Hati Kenzie mencelos mendengarnya. Di depannya berdiri sosok pria paruh baya yang pernah ia panggil dengan sebutan 'Papa'.

Hazel melirik ke arah Kenzie sejenak sebelum berucap, "Oh iya, Om. Silakan masuk."

Setelah mempersilakan ketiga orang tersebut masuk, Kenzie dan Hazel segera menemui Mama Hazel dan Aca yang sedang memasak di dapur. Memberi tahu jika ada kerabat yang datang. Kenzie dan Hazel segera mandi dan membersihkan diri.


--o0o--


Entah apa yang sedang ada di pikiran Kenzie saat ini. Kepalanya begitu pusing seolah ada yang melemparinya batu besar. Bibirnya pucat dan matanya menghitam. Efek ia menangis semalam dan kedinginan karena main hujan beberapa waktu lalu.

Ia berdiam diri di kamar. Mengeringkan rambutnya dengan handuk sesekali memegangi kepalanya yang terasa sakit. Ketukan pintu kamar membuatnya mengalihkan atensinya. Pintu terbuka menampakan Aca yang datang dengan membawa segelas coklat hangat untuk Kenzie.

"Nih, minum." Ucap Aca sambil memberikan gelas itu kepada Kenzie.

Kenzie menerimanya dan segera meminumnya.

"Siap-siap aja diomelin Tante cantik karena main hujan. Itu muka lo juga jelek banget suer."

Kenzie tersenyum tipis, "Ada Hazel. Ngapain takut?"

Aca mengulum bibir ranumnya, enggan mengucapkan kata yang akan ia lontarkan. Namun dengan keberaniannya ia berucap, "Sorry nih. Orang yang dibawah itu orang tua lo kan? Dan mungkin si cowo itu saudara tiri lo?"

"Mungkin?"

Aca mengusap surai Kenzie perlahan, "Mereka lagi ngobrol sama Tante cantik. Lo ngga mau temuin mereka?"

Kenzie terdiam, menatap gelas yang ada di genggamannya.

"Temuin gih, selagi mereka disini. Pasti mereka mau obrolin banyak hal sama lo. Gue tau sekecewa apapun lo sama bokap lo, beliau tetep bokap kandung lo."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kejora || NCT 00L Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang