Bis Itu

60 3 0
                                    


Melajulah bis itu pada arahnya matahari, seakan-akan berharap cahaya tak akan meninggalkannya. Tak sedikit harapanku pada bis itu akan berhenti, karena takut mimpi itu akan benar-benar terjadi. Satu keyakinan kudapat, tempat itu bukan lagi kepulanganku, tak sedikitpun ada keinginan dari sisa hayatku untuk kembali lagi kesana. Mesin itupun dipacu sekencang-kencangnya, ia berjalan hingga terasa tak ada jalan, dan ia terus berputar hingga terasa seperti diam. Kecepatan itu tak lagi dapat ku bendung, telinga ku berbisik pada telinga lainnya karena mata sudah tak bisa lagi menyampaikan penengadahannya. Dengan suara serak telinga berbicara, "Wahai mata! Ini akan berlangsung selama-lamanya". Mata itupun merintih, menangis dan menderita, "ini dusta, aku tak percaya! aku tak percaya!". Air mata mengucur deras hingga setetes jatuh pada tangan yang berbeda karena mata sangat tak percaya. Kuku dan rambut yang sudah memanjang dan memutih, menyiksa mata itu sejadi-jadinya.

Dalam bis itu tak terdengar lagi suara, padahal semua bagian dariku berteriak dengan sesuatu diatas suara. Tak ada lagi yang bisa mendengar dan melihatku, sungguh aku orang yang sangat berbeda. Ketakutan itu menghampiriku lagi, kulit-kulit menyayat satu sama lainnya. Mata dan tangan melihat dan mengeram antara satu dengan yang lainnya, bahkan kakipun melangkah berlawanan arahnya. Kecil itu pun meronta-ronta, tanpa usaha, ia berbunyi dengan gema yang mengisi lautan hampa. "hendak kemanakah kita terbawa? Sadarkah kita bahwa bis itu tak ada yang tahu siapa yang mengendarainya". Sontak semuanya bergetar dan bertanya-tanya, mereka tersadar mereka mengahadapi kesenjaan yang sama. Semuanya tersenyum, menangis tak berdaya, kembali menyandar pada kursi bis yang sebentar lagi tak ada.

Dalam kesunyian yang singkat itu, sangat tak diharapkan, bis itu pun berhenti dan sama sekali tak bergerak menuju cahaya lagi. Sesaat sebelum diamnya, bis itupun menabrak pada sesuatu yang lembut namun menghancurkan semuanya. Akupun tersungkur dan terlempar keluar darinya. Pada saat itu gelap dan terang membuat aku tak bisa melihat semuanya karena kehitaman dan keterangannya. Semua yang sudah tak berasa menyerahkan sakit pada kecilnya. Kecil yang menerimanya bertanya pada mereka, "oh semua.. dimanakah kita? Maaf kuulangi pertanyaanku, dimanakah aku?? Sekali lagi maaf, kuulangi lagi pertanyaanku, Dimanakah Letak Aku???".

Chapter 3 Bersambung~

RumahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang