Hujan deras mengguyur Kota Bandung sore itu. Langit menggelayut gelap, disertai petir dan angin kencang. Sementara itu para mahasiswa Universitas Krispatih yang sedang sibuk dengan kegiatannya segera berhamburan mencari tempat teduh.
"Duh, hujannya deres pisan," keluh seorang gadis dengan logat Sundanya yang kental.
"Tania, kamu di sini ternyata."
Tania Shakila Azka. Gadis itu menoleh, ia menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum manis. "Kenapa?" tanyanya.
"Nih, charger kamu kelupaan. Kan tadi aku pinjem."
"Oh iya, lupaa."
"Kamu mau pulang?"
"Iya, masih deres tapi hujannya nih. Dan lagi aku nggak bawa motor."
"Bareng aja."
"Kamu bawa mobil, Rin?"
"Bawa, atuh. Aku sekalian mau pulang ke rumah sebentar. Ayo!"
Dua gadis itu melangkah menuju parkiran mobil milik Korinna Vania Ulfa yang akrab dipanggil Korinna, di bassment kampus. Gadis itu adalah anak orang kaya peringkat ketiga di lingkungan Universitas Krispatih tersebut. Jadi membawa mobil ke kampus bukan hal yang sulit baginya. Korinna dan Tania adalah teman dekat sejak memasuki perkuliahan.
***
"Beuh, hujannya badai euy." Sebuah kepala melongok dari jendela ruang sekretariat BEM Universitas Krispatih. Itu suara Arkana Adhyatsa Rayhan alias Rayhan. Ia menarik kepalanya dari jendela. Duduk bersila menghadap Abi. "Kumaha atuh ini pulangnya, Bi?" tanyanya pada ketua BEM Universitas Krispatih sekaligus karibnya sejak SMA.
Kavin Ardana Abiputra. Pemuda yang asyik dengan laptopnya itu meladeni dengan anggukan kepala.
Rayhan berdecak kesal melihat tingkah sok cool temannya itu. Sedikit menyesal memilih berteduh di ruangan BEM itu, karena hanya berdua saja dengan patung bernama Abi.
Ruangan dengan desain simpel itu memang lumayan membosankan untuk anak kuliah-pulang seperti Rayhan. Ruangan sebesar 3x4 itu berdinding putih polos, dengan mading berukuran sedang yang berisikan rancangan kegiatan BEM dan pendingin ruangan. Sofa abu gelap terletak di pojok kiri yang kini diduduki oleh Abi. Di dekatnya terdapat tempat penyimpanan berkas-berkas dan barang penting di saat-saat tertentu, seperti spidol, pulpen, printer, dan lain sebagainya. Sisa dari ruangan tersebut dibiarkan kosong, bila sedang rapat biasanya para anggota duduk melantai bersama.
"Ih, basah pisan ini mah." Tiba-tiba terdengar suara mendayu dari luar ruangan. Rayhan yang peka dengan suara itu segera berlari keluar, mencari sumber suara. Sementara Abi hanya melirik sekilas tak berminat.
"Eh, aya Nesya. Kunaon kadieu? Cari Abi nya?" tanya Rayhan dengan senyum manis dibuat-buat.
"Nanya lagi. Ya jelaslah, aku wakilnya," sahut gadis bernama Nesya itu, ketus. Nesya Endah Allisha, wakil ketua BEM.
"Galak amat, Teh. Dari mana kamu basah-basah begini?"
"Mandi," cetusnya asal, lantas melengos masuk ruangan melewati Rayhan yang memasang cengiran kuda. Detik berikutnya ia mengekor Nesya masuk ke dalam.
"Hai, Abi. Butuh bantuan?" Gadis berkepang itu menyapa Abi ramah. Berbeda saat disapa oleh Rayhan tadi. Pemuda yang memperhatikan tingkah Nesya itu hanya mencibir kesal, merasa terasingkan.
"Giliran sama Abi aja, genit," ketusnya usil.
"Nggak usah, Sya. Udah mau kelar ini." Suara bass Abi menahan adu mulut antara Nesya dan Rayhan yang bagai Tom Jerry ketika bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Feelings
General Fiction"Tania dan Nesya, diantara mereka berdua, siapa yang kamu suka, Abi?" Kavin Ardana Abiputra atau Abi memilih diam, tidak menjawab satu patah kata pun. Hal ini membuat Tania bingung, haruskah dia maju atau mundur.