Dua

4 2 0
                                    

Happy reading! <3

"Omong-omong, kamu belum jawab pertanyaanku tadi." Miranda memecah lamunan Tania. Gadis itu lag sejenak, memulihkan ingatannya.

"Yang mana?"

"Kamu pulang sama siapa tadi?" Miranda mengulang pertanyaan dengan sabar, walaupun dalam hati ingin menjitak kepala gadis lemot itu.

"Oooh, sama Korin lah. Siapa lagi yang bisa nebengin kita mobil selain dia?"

"Abi?" ceplos gadis berambut cepol itu dengan ekspresi watados.

Tania memutar bola mata jengah. Dibanding berseteru dengan gadis kekanak-kanakan seperti Miranda, ia lebih memilih keluar membuang bekas makannya kemudian menghempaskan diri ke ranjang.

"Terus Korinna ke mana?" Miranda masih enggan mengakhiri percakapan.

"Pulang ke rumahnya," sahut Tania sembari memainkan gawai seraya rebahan.

"Rumah di Ciamis?" tanya Miranda memastikan.

"Iyaaaa, Miraaaa." Tania menjawab dengan gemas. Miranda ber-oh ria sambil manggut-manggut, sementara matanya tak lepas dari televisi yang menayangkan sinetron favoritnya.

Kamar asrama yang disediakan Universitas Krispatih khusus mahasiswa di luar Bandung itu masing-masing memiliki empat ranjang yang bertingkat, empat lemari, empat meja belajar, dan sebuah televisi. Setiap kamar berisikan empat orang mahasiswa Universitas Krispatih. Asrama tersebut tidak begitu ketat mengikat, tetapi tetap ada peraturan yang harus dipatuhi oleh penghuni asrama.

***

Esok harinya.

Jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Penghuni kamar asrama nomor 20 tidak memperlihatkan tanda-tanda kehidupan. Kamar nomor 20 adalah kamar yang ditempati Tania, Miranda, Korinna, dan Enzy Qonita Lubis—satu mahasiswa dari jurusan Matematika yang sudah berangkat sejak jam tujuh pagi tadi. Sementara tiga gadis lainnya dari jurusan Ilmu Komunikasi.

Suara handphone berdering menandakan panggilan masuk. Itu milik Tania. "Halo," sapa Tania dengan suara serak dan mata masih terpejam.

"Yaampun, Tania. Kamu teh engga kuliah?" tanya suara dari seberang.

"Kuliah jam sembilan, kan?" Tania menyahut santai, matanya masih enggan untuk melek.

"Ini jam berapa? Bangun!" titah sang empunya suara.

Dengan ogah-ogahan Tania membuka mata untuk mengintip jam di layar ponselnya. Dan seketika matanya membelalak melihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan lewat. Tanpa memedulikan orang yang menelpon, gadis itu melompat dari ranjangnya hingga ...

Dug!

"Aduh!" Tania meringis kesakitan kala kepalanya membentur besi ranjang tingkat. Cukup keras, membuat jidatnya memerah.

Mendengar suara ribut-ribut membuat Miranda yang tidur di ranjang atas ikut terjaga. "Kenapa sih, Nia? Masih pagi berisik pisan," keluhnya.

"Masih pagi ceunah. Jam sembilan lewat tau! Bangun buru, telat ini mah."

"Hah?" Miranda mengucek kedua matanya kasar, memelototi jam dinding yang menunjuk antara angka sembilan dan sepuluh.

"Geura atuh, mandi!" Miranda memburu temannya itu untuk segera mandi.

"Ngga usah mandi aja kali, ya? Telat banget ini," cetus Tania.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang