Hari berikutnya adalah pengenalan tentang lingkungan akademi. Semua murid baru harus berkeliling melihat akademi yang luas itu. Dari mulai ruangan belajar sihir, pedang, alkemis, bahkan sampai ke lapangan belakang yang memang dipakai untuk berkuda.
Cattleya, orang desa yang tidak familiar dengan semua hanya bisa terheran-heran dengan fasilitas yang ada. Tapi dia harus menjaga penampilan, jadi rasa herannya dia simpan sendiri di dalam hati.
"Cat."
"Y-ya?."
Sentuhan tiba-tiba di pundak mengejutkannya. Melihat ke samping, siapa lagi jika bukan satu-satunya teman yang baru dia dapat. Gadis ini mengikutinya kemana pun.
"Nanti makan siang mu apa?."
"Apa saja yang disediakan akademi siang ini. "
"Tidakkah kamu ingin makan yang lain?. Aku ingin mencoba beberapa makanan yang belum pernah ku lihat sebelumnya."
"Ah aku tidak penasaran sih."
Lebih tepatnya tidak ada uang. Dia harus hemat demi kenyamanan di masa depan. Warisan yang ditinggalkan neneknya tidak cukup untuk membuatnya foya-foya. Untung saja dia bukan tipe pemilih dalam makanan.
"Akan ku bayari. Bagaimana?."
"Deal!."
Jadilah dua gadis itu berkeliling meratakan semua jenis makanan yang ada. Cattleya hanya membeli beberapa. Dia cukup tau diri untuk tidak menguras kantong temannya ini.
Lain halnya dengan Cattleya, Irene membeli makanan apapun yang terlihat menarik di matanya. Kedua tangannya bahkan sudah penuh dengan kantong-kantong yang berisi makanan.
Cattleya ingin tahu, bagaimana gadis itu akan menghabiskan semuanya dengan tubuh mungil itu. Dia rasa perutnya tidak akan muat.
Bugh!
Di tengah jalan, Cattleya tidak sengaja menabrak seseorang. Dia lantas meminta maaf dengan membungkukkan badannya sedikit.
"Kay!. "
Suara melengking Irene terdengar. Ternyata Irene memanggil orang yang ditabrak nya tadi.
Cattleya melihat sosok itu. Seorang pria yang berpenampilan.. Hmm agak culun?. Seragam yang terpasang dengan baik dengan dasi yang rapat, rambut yang ditata rapi, serta kacamata tebal yang menggantung di hidung bangir itu.
"Kay, ini teman baru ku, namanya Cattleya. Cat, ini Kayden. Kami sudah berteman sejak kecil."
"Halo salam kenal."
"I-iya. Salam kenal juga."
"Kayden agak pemalu, jadi maklumi saja."
Karena itu mereka jadinya menghabiskan waktu bertiga. Irene yang memang sepertinya banyak berbicara menjadi penghubung antara dua orang itu.
"Kamu masuk ke bidang mana Cat?."
"Aku masuk di kelas sihir. Tapi aku juga mengambil kelas ekonomi."
"Aku di alkemis. Berarti kamu akan satu kelas dengan Kayden. Dia ada di kelas sihir juga."
"Benarkah?. Mohon kerja samanya sir Kayden." Cattleya mengatakan itu sebagai basa-basi sambil tersenyum
"Ah iya." Kayden yang memang pemalu jadi memerah. Senyuman Cattleya sangat cantik.
____
Walau menyenangkan menghabiskan waktu dengan dua orang itu cukup melelahkan. Apa lagi harus menyeimbangkan kemampuan berbicara Irene yang handal.
Setelah membersihkan dirinya dan ruangan kamar, Cattleya memilih untuk tidur. Mempersiapkan tubuh dan pikirannya untuk keesokan hari.
Seorang perempuan sedang menatap kosong pada bintang di langit malam yang hanya terlihat dari celah kecil di pojok ruangan. Dalam beberapa minggu, itu adalah satu-satunya penghilang kejenuhan yang ada.
Dia tidak tahu sudah berapa waktu yang berlalu. Berapa lama orang-orang itu akan mengurungnya di sini. Daripada menyiksanya lebih baik langsung dibunuh.
Kriettt!
Pintu itu terbuka, menghasilkan suara nyaring dari benda yang berkarat itu. Suara langkah sepatu terdengar tegas. Dia tahu ini, siapa lagi jika bukan pria itu.
"Katakan dimana benda itu. Aku akan membebaskan mu jika benda itu sudah ada ditangan ku."
"Hah...berjuta kali pun kau bertanya, apa yang harus ku jawab. Aku bahkan tidak tahu wujudnya."
"Berhenti berbohong. Setiap keturunan raja pasti sudah melihatnya."
"Tanyakan saja pada yang lain."
Pria itu langsung mencengkram dagu wanita itu. "Jangan bertele-tele, aku tahu kau menyembunyikannya."
Tatapan dingin dan kejam dilayangkan padanya. Tapi hal itu tidak membuatnya takut. Segala kepahitan dunia sudah dirasakannya, hingga mati rasa.
"Aku tidak berbohong."
Pria itu mendorong sang wanita hingga wanita itu meringis karena kulitnya harus bergesekan dengan lantai yang kasar.
"Saudara-saudara mu sudah mati. Aku mempertahankan mu hanya karena kau terlihat sedikit berguna."
"Aku hanya anak yang tak diinginkan."
"...."
"Apakah semuanya hanya sandiwara?."
"..."
"Kata-kata itu, janji itu."
"Hah, bodoh."
Pria yang selama ini dicintainya dengan sepenuh hati. Dia bahkan rela melakukan apa saja untuk pria ini. Tapi.....
"Apakah kau pernah mencintai ku?."
"Tidak."
Perempuan itu hanya tersenyum. Dia mendapatkan jawaban yang selama ini dia cari. Ternyata dia hanya berjuang sendiri sampai hancur seperti ini.
Pria itu kemudian meninggalkan sel penjara paling dalam itu. Itu adalah penjara untuk kriminal kelas kakap, tapi wanita yang tak bersalah itu harus mendekam di sana.
Setelah kepergian pria itu, sel kembali hening. Dengan pandangan kosong wanita itu kembali menatap langit.
"Mengapa...aku tidak bisa tersenyum ceria seperti yang lain?."
"Ah hidup ini memuakkan."
Apakah hidupnya selama ini dikutuk?. Hal-hal sial selalu terjadi padanya.
"Ibu, aku akan segera menemui mu."
Tubuh rapuhnya sudah tidak kuat lagi. Dia lelah. Rasa sakit dari kehidupan sudah tidak mampu untuk ditampung. Beginilah akhir hayatnya, mati sendirian dalam kesepian.
Cattleya membuka matanya yang berair, mimpi kali ini terasa nyata. Rasa sakit dari wanita dalam mimpi serasa menular pada nya. Tapi ada yang aneh, kenapa di luar seterang itu.
Jam berapa sekarang?
"Ah, sial. "
Dia telat di kelas pertama nya.
____
Yo-ayo jangan lupa komen😉
Author suka bacain komenan kalian.
Luv u all🥰
Senin, 31 Oktober 2022