AFKAR | 02

5 1 0
                                    

"Jika cinta yang salah ibarat kopi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jika cinta yang salah ibarat kopi. Maka ampasnya adalah rindu yang sempat terbawa di ujung bibir peminumnya sebelum pergi.".

***

Cuaca sore ini terlihat mendung, awan hitam mulai memenuhi langit. Tetesan air hujan mulai turun membasahi jalanan yang masih terlihat kering.
Manusia berlarian untuk menepi menghindari tetesan air hujan yang semakin deras.

Afkar menepikan motornya di pinggir jalan, saat ini ia sedang berada di pinggiran sungai dengan bebatuan di bawahnya, Afkar duduk di salah satu batu dekat dengan sungai.
Ia merogoh saku jaket yang di kenakannya dan mengeluarkan kalung dengan tali berwarna hitam dan gantungan batu kristal berwarna biru laut. Ia terus menatap batu itu dengan sorot mata sedih yang begitu teramat dalam.

Tess--

Afkar mendongakkan wajahnya ketika tetesan air mengenai lengannya, ia tersenyum getir dengan terus mendongakan kepalanya keatas lagit. Hujan yang tadinya hanya tetesan tetesan kecil menjadi semakin deras.
Afkar memejamkan matanya seraya hati nya berucap "Tolong lebih deras lagi, biarkan derasmu menghapus air mata kesedihan ini".

Langit mulai menggelap, sudah 1 jam Afkar berdiam diri disana, baju nya sudah basah kuyup dengan bibir yang mengigil karena kedinginan. Afkar bangkit dari duduknya lalu bergegas pulang menaiki motor Ninja miliknya.

Sekitar 15 menit Afkar sampai di komplek perumahan mewah tempat ia tinggal. Namun, ketika mendekati gerbang yang menjulang tinggi ia mematikan mesin motor nya lalu turun untuk mendorong motornya masuk kedalam pekarangan rumahnya. Hal ini selalu ia lakukan setiap pulang untuk menghindari Arya Wiratma Dimaskara ayahnya Afkar.

Stelah memarkirkan motornya di parkiran rumahnya ia berjalan dengan gerakan mengendap endap. Ia dengan hati hati membuka pintu yang menghubungkan antara dapur dan parkiran rumahnya. Dengan cara ini lah Afkar berharap ia tidak bertemu Arya hari ini. Afkar berhasil masuk, ia lalu menutup pintu dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara

"DARI MANA SAJA KAMU, HAH?!".

DEG---

Afkar terlonjat kaget mendengar suara yang sangat ia hindari. Afkar menoleh kearah sumber suara dimana arya tengah melipat tangannya di depan dada dengan bahu yang bersandar pada tembok.

"Afkar dar-- Aaarghhh".

Belum saja Afkar menyelesaikan perkataannya Arya menendang perut Afkar dengan cukup keras hingga Afkar tersungkur sembari memegangi perutnya yang terasa sakit.

"Ayah.. ampun". Mohonnya

"DASAR ANAK GAK TAU DI UNTUNG! MIRIP KAYAK IBU KAMU YANG SUDAH MATI ITU! LAHIR DARI WANITA JALANG YA SEPERTI INI KELAKUANNYA!". Arya naik pitam, ia tidak hanya menyakiti Fisik Afkar tetapi juga hatinya.

Afkar meringkuk di atas lantai dengan tangan yang terus memegangi perutnya.
Belum selesai sampai disitu, Arya menjambak rambut Afkar lalu menariknya ke kamar mandi

"Ayaaah ampun yah, sak--it aaarghhh!!". Afkar meronta minta di lepaskan, rasanya rambut Afkar seperti ingin copot dari kepalanya.

Mata Afkar tidak sengaja menatap sosok pria tinggi yang tengah berdiri pada anak tangga dengan wajah datarnya, pria tinggi itu lalu pergi meninggalkan Afkar seperti tidak peduli apa yang terjadi di depannya. Baginya, pemandangan seperti ini sudah biasa terjadi

Afkar kembali tersadar setelah Arya mehempaskan tubuh Afkar kedalam kamar mandi lalu mengunci nya disana.

"YAH.. AYAH BUKA YAH!!". Teriak Afkar dari dalam namun tidak mendapat respon apa apa dari Arya

Afkar bersandar pada pintu kamar mandi berharap siapapun membukakan pintu untuknya. Afkar lapar dan juga kedinginan, baju nya belum kering sepenuhnya.

Rasa kantuk datang membuat Afkar menguap berkali kali. Ia memposisikan tubuhnya agar sedikit lebih nyaman. Perlahan matanya mulai terpejam sampai akhirnya hanyut kedalam mimpi.

Dalam mimpinya Afkar bertemu dengan seorang wanita parubaya yang sangat cantik. Rambutnya sebahu, mata yang teduh dan tubuh yang putih seputih susu.
Afkar menatap sosok itu dengan mata berkaca kaca.

"Ibu..". Panggilnya

Wanita itu mendekat lalu memeluk tubuh Afkar yang mulai bergetar, Afkar menangis dengan sangat pilu
"Afkar, maafin ibu nak. Ibu yang buat kamu menderita seperti ini, kamu anak kuat kamu pasti bisa lalui semuanya sayang".

"Hiks.. Ibu bawa Afkar pergi, Afkar gak bisa bu Afkar capek. Afkar pengen ikut ibu".

"Belum saatnya sayang, jalan kamu masih panjang. Ibu yakin Afkar bisa". Pelukannya mulai terlepas dan tubuhnya mulai menjauh dari Afkar

"BU.. IBUUU JANGAN TINGGALIN AFKAR BU!! IBUUU...".

Sontak Afkar membuka matanya, ia tersadar dari mimpinya. Dadanya naik turun dan detak jantungnya berpacu lebih cepat, mimpi itu seakan terlihat nyata. Tanpa ia sadari seseorang tengah berdiri di luar pintu kamar mandi.

"Keluar! Udah pagi". Ucapnya singkat lalu melangkah pergi.

Afkar bangkit dari duduknya untuk membuka pintu, dan benar saja pintu kamar mandi sudah terbuka. Ia berjalan kearah lantai atas untuk menuju kamarnya, jam menunjukan pukul setengah 6 pagi. Ia bergegas mandi lalu memakai seragam sekolahnya dan segera turun ke dapur untuk sarapan.

"Pagi mbok". Sapanya pada asisten rumah tangga

"Pagi aden ganteng, aduuh kenapa tiap hari makin ganteng aja sih, den?". Goda si mbok

"Ah mbok bisa aja, kalau mbok mau liat Afkar terus gapapa jodohin aja Afkar sama anak mbok".

"Kan anak mbo lanang, den".

Afkar tertawa lepas sampai matanya menyipit membentuk bulan sabit
"Hahahha Oh iya ya? Afkar lupa mbok".

Si mbok hanya menggelengkan kepalanya melihat anak dari majikannya itu. Si mbok menyiapkan roti yang di olesi dengan selai coklat kacang yang merupakan makanan kesukaan Afkar.

"Nih den, selamat makan". Ucapnya

Afkar menggigit roti tawar itu lalu menjulurkan tangannya untuk berpamitan
"Heheh terimakasih banyak mbok, Afkar berangkat dulu, Assalamualaikum".

"Waalaikumsalam". Jawabnya. Mbok rumi menatap punggung Afkar dengan tatapan yang berkaca kaca, ia tau Afkar sedang tidak baik baik saja, ia tau kejadian semalam yang terjadi di rumah majikannya itu. Mbok rumi tidak bisa menolong karena ia terlalu takut untuk membantah perintah majikannya. Bukan hal yang aneh kejadian ini sudah sering terjadi bahkan ketika Afkar kecil.

Afkar berjalan kearah parkiran untuk mengambil motor kesayangannya.
Ia mengernyitkan dahinya ketika melihat seseorang tengah bersandar pada motornya.

"Kenapa? Mau nebeng?". Tanya Afkar

"Cih, bisa bisa gue di ajak mati". Ucapnya lalu berjalan menghampiri mobilnya.
Namun, langkahnya terhenti lalu kembali berbalik menatap Afkar

"Satu lagi, jangan pernah tunjukin muka jelek lo itu di depan bunda gue lagi dan buat dia nangis!". Ucapnya tegas

Afkar menaiki motor lalu menghidupkan mesinnya "gue gak pernah pengen liat bunda nangis, Al". Ucapnya lalu melajukan motornya meninggalkan Aldian Pangestu Dimaskara.

Aldian dan Afkar hanya berselang 1 minggu saja. Mereka satu ayah tetapi beda ibu, Afkar terlebih dahulu lahir dari Aldian. Meskipun mereka berbeda ibu tetapi wajah mereka hampir mirip.

--•AFKAR•--

AFKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang