"Jadi pengagum rahasia itu nggak enak, Bey." Karissa, rekan kerjanya yang lebih tua setahun. Ia ikut bersandar pada meja setinggi perut seraya menatap Beyza dari samping.
Beyza menoleh, gelagapan ketika ketahuan tengah memandang jauh seorang laki-laki yang duduk di kursi sebelah dinding kaca besar. "Eh, pengagum rahasia apa, sih?"
Karissa terkekeh. "Udah, nggak usah sok bingung gitu. Gue udah hapal ke arah mana mata lo selalu memandang. Ke cowok itu, kan?" tunjuknya ke arah yang tepat.
"Ngawur." Beyza masih keras menyangkal ucapan Karissa, menanggapinya sebagai tudingan semata agar Karisa berhenti menggodanya.
Saat hendak pergi ke belakang, Karissa merangkulnya. "Gue bisa bantuin lo kenalan sama dia," bisiknya.
Beyza menoleh ragu-ragu. "Beneran?" tanyanya langsung mengundang tawa Karissa.
"Nggak susah buat lo ngaku, Bey."
"Beneran bisa, nggak?" Kali ini Beyza tidak perduli ketahuan, ia tertarik dengan ucapan Karissa yang katanya bisa membantunya.
Karissa tanpa ragu menganggukkan kepala. Sebagai seorang pelayan yang di khususkan melayani cowok itu oleh bosnya, tentu Karissa punya power jika hanya untuk memperkenalkan Beyza kepada teman bosnya di sana.
"Lo ambil aja kerjaan gue, layanin cowok buta itu secara khusus."
Beyza menutup rapat mulut Karissa dengan tangannya saat Kak Owen—bosnya lewat di dekat mereka. Ia mempelototi Karissa. "Jangan bar-bar dong, Sa. Kalo sampe Kak Owen denger gimana?"
"Emang dia buta, kan?" Karissa tanpa rasa bersalahnya. Berucap.
Dia memang suka ngomong jujur dan gamblang tanpa pikir kondisi. Ia bahkan pernah hampir di pecat karena membuat keributan di kedai itu, melabrak selingkuhan pacarnya.
"Iya. Tapi lo nggak boleh ngomong begitu. Nggak baik," tegur Beyza.
"Terserah. Jadi ambil nggak kerjaan gue? Udah capek gue layanin dia mulu, dari awal datang sampe pulang harus di anterin." Karissa mengadu. Wajahnya kecut, tidak suka dengan pekerjaan tambahan yang bosnya titipkan.
"Jadi. Tapi lo udah bilang sama Kak Owen?"
"Gue bilang sekarang." Karissa langsung pergi begitu saja. Menaruh kain putih kecil di atas meja kaca.
Beyza kembali memfokuskan pandangannya ke arah cowok yang sudah lama ia kagumi. Dia memang tidak bisa melihat, kemana-mana bawa tongkat dan butuh bantuan orang untuk masuk ke dalam kedai karena takutnya menabrak. Tapi hal itu bukan sesuatu yang besar untuk menghambat kekaguman Beyza padanya. Dari banyaknya orang, ia hanya tertuju pada cowok itu.
Untung kedai tidak terlalu ramai jadi Beyza bisa memandanginya untuk waktu yang lama. Perawakan cowok itu tinggi, kulitnya sawo matang, rambutnya agak sedikit panjang. Dia suka menyentuh kaca di sebelahnya, entah apa alasannya.
Tak lama Karissa kembali dengan senyum kemenangan. "Kak Owen setuju. Sekarang dia jadi tanggung jawab lo. Setiap hari kamis di bakal datang di jam delapan mal—"
"Gue udah tau yang itu."
Karissa menahan rasa kesalnya. "Ya udah sampe situ aja lo tau."
"Ih, Sa..."
"Sa..." Karissa meledek. "Kalo orang ngomong tuh di dengerin, jangan di sela begitu!"
"Iya, sorry."
"Jam delapan lo harus stand by di pintu buat tungguin dia, anterin dia ke kursi mana pun yang penting sebelah kaca. Nggak usah nanyain pesanan, langsung buatin espresso double shoot. Kalo dia ada tanda-tanda mau balik, samperin lagi dan anter ke depan. Tugas lo selesai kalo supirnya udah dateng." Panjang lebar Karissa jelaskan sembari menahan kesal.
"Nyusahin, kan?"
Senyum Beyza terhenti di situ. "Nyusahin apanya? Itu pekerjaan gampang tau."
"Gampang kalo gue lakuin dengan senang hati, ini dia beban banget. Nggak perduli sama muka gantengnya, kalo dia nyusahin buat apa di sukain?"
Beyza hanya bisa menggeleng menanggapinya. Tanpa basa-basi lagi Karissa langsung pergi mengambil pesanan dan mengantarnya di luar.
Kedai kopi ini menyediakan tempat di luar ruangan juga. Bahkan di luar ruangan lebih cepat penuh karena muda-mudi yang datang lebih suka ngopi sembari melihat kendaraan lalu lalang dan bisa ngerokok juga.
***
Beyza menahan napas, ia melepaskan tangannya dari pundak cowok itu setelah berhasil membawanya keluar berkat arahannya. Ia menatap haru tangannya, mungkin habis ini dia tidak mau cuci tangan biar wanginya nempel terus.
"Kamu orang lain?"
Beyza mengerjap, menjeda lama. "I-iya, Kak. Saya gantian sama temen saya."
Dia tersenyum ramah. Senyum paling indah yang pernah Beyza lihat. Matanya berkedip pelan tapi lucu. Beyza sampai menggigit jari, menahan diri jangan sampai ia langsung menyatakan perasaannya saat ini juga.
"Saya senang ada yang gantiin dia. Kasihan dia selalu kesal kalo ketemu saya." Dia terkekeh kecil.
Beyza meringis. Dia yang tidak bisa melihat pun bisa merasakan secara jelas bagaimana Karissa yang ogah-ogahan membantunya, tanpa niat seperti tidak di gaji. "Maafin temen saya ya, Kak."
"Nggak apa-apa. Bahkan di sini saya yang merasa bersalah karena udah buat di kesal dengan pekerjaannya." Selain tampan, dia punya sikap yang baik dan ramah. Menambah banyak poin lagi yang Beyza sukai.
"Kak, boleh kenalan, nggak?" Beberapa detik Beyza terdiam, lalu detik berikutnya matanya melotot seraya menutup mulutnya. Ia berbalik badan, menjentik bibirnya sendiri.
"Boleh." Suaranya membuat Beyza menelan bulat-bulat malunya dan dengan cepat menjabat tangan cowok itu.
"Saya Beyza, Kak."
Dia tak kunjung menyebutkan namanya, semakin menambah waktu lama bagi Beyza untuk menyentuh tangannya.
Besok aja jawabnya, Kak, gapapa.
"Kamu orangnya pelupa atau enggak?"
Beyza refleks menggeleng lalu segera menjawab, "Enggak pelupa, Kak."
"Berarti kamu panggil Mahesa, aja."
"Kalo pelupa harus panggil apa?"
"Han."
"Han?" tanya Beyza.
Dia melepaskan tangannya. "Mama ku pelupa, makanya aku di kasih nama Han. Sedangkan papa ku panggil, Mahesa."
Beyza tersenyum ada maunya. "Aku panggil Han aja, nggak apa-apa 'kan?"
"Boleh. Pilih yang mudah di ucap, ya?" tebak cowok yang akan Beyza panggil 'Han'.
"Iya." Sebenarnya biar samaan sama panggilan mama kamu. Hehehe...
Mereka mengobrol sedikit di tengah cuaca dingin itu, lalu tak lama sebuah mobil berhenti di pinggir jalan depan mereka. Beyza hendak mengarahkan Han ke mobilnya tapi supirnya turun duluan menjemput Han.
"Makasih," ucap Beyza setelah Han turun ke jalan. Han berbalik badan.
"Untuk apa?"
"Nggak ada. Tapi makasih aja hehehe."
"Aku yang harusnya berterima kasih," katanya. "Aku pulang dulu. Kamu jangan lama-lama di luar, udara dingin."
Mobil itu melesat jauh dari pandangannya. Beyza menyentuh kedua pipinya yang terasa memanas. Ia tidak akan melupakan malam ini. Momen singkat dari orang yang sudah lama ia kagumi. Pemilik senyum indah. Perhatian walau mereka akan sebatas pelanggan dan pelayanan kedai.
Beyza berbalik ke arah kafe. Karissa tersenyum menggodanya. Ketahuan lagi, deh.
***
TBC