Aiden berdehem untuk membuyarkan lamunan Zeta. Zeta terperanjat kaget dan mengulas senyum karena malu.
"Silahkan masuk, Nona. Koper Anda biar saya yang urus." Aiden membukakan pintu untuk Zeta.
Zeta mengangguk cepat dan bergegas masuk ke mobil. Matanya terus berkeliling dengan sangat terpukau, tangannya tak berhenti memberikan sapuan pada jok mobil yang bisa dipastikan untuk joknya saja harganya sudah sangat mahal. Baru kali ini Zeta menduduki mobil semewah ini. Sungguh luar biasa, pikir Zeta mengamati setiap inci mobil tersebut.
Aiden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi namun tetap hati-hati. Dari kaca yang menempel tepat di atasnya, Aiden melirik sekilas Zeta dengan penuh pengamatan. Perempuan di belakangnya sangat polos, tak seperti perempuan-perempuan lain yang pernah berhubungan dengan tuannya.
Drttt...
Ponsel Zeta bergetar. Terdapat satu panggilan masuk dari Sena ketika Zeta membuka layar ponselnya itu.
"Bolehkah aku menerima panggilan dari sahabatku?" tanya Zeta memecah keheningan di dalam mobil.
Aiden mengangguk samar. "Tapi jangan beritahu di mana Nona berada sekarang," tambahnya.
"Baik." Zeta menarik napas panjang yang segera ia lepaskan dengan kasar. Ia lalu mengusap layar ponselnya dan meletakkannya tepat ke telinga sembari menunggu sahutan dari Sena yang ada di seberang telepon.
"Zeta! Kau tadi belum sempat bertemu Anthony ya? Dia barusan pulang dengan wajah memar. Katanya dia baru saja dirampok di dekat apartemenmu. Tidak ada yang terjadi padamu kan?" cerocos Sena memekik gendang telinga Zeta. Bahkan suaranya yang menyerupai toa itu bisa tersampaikan juga ke telinga Aiden.
Zeta terpekur sebentar. Pintar berbohong juga Anthony, padahal dia tadi dihajar habis-habisan oleh Aiden, batin Zeta merasa puas setelah melihat langsung Aiden menghabisi Anthony untuk membalaskan apa yang telah diperbuat laki-laki berengsek itu padanya. Zeta yakin kalau Tuan Jack yang menyuruh Aiden adalah orang yang baik. Buktinya dia mau bersusah payah menyuruh orang kepercayaannya untuk menolong Zeta, bahkan membayar semua tanggungan apartemennya. Di dalam pikiran Zeta , Tuan Jack serupa malaikat pelindungnya.
"Zeta!" pekik Sena tak terima ketika ia tak diacuhkan oleh Zeta.
"Iya aku belum bertemu dengan Anthony. Ngomong-ngomong, apakah lukanya parah?" Zeta menyeimbangi kebohongan Anthony dengan balas berbohong juga.
"Lumayan sih, tapi dia sudah aku obati. Kau mau pindah ke rumahku saja? Di sekitar apartemenmu sepertinya sudah tidak aman lagi." Suara Sena terdengar khawatir. Sebenarnya Zeta merasa bersalah telah menipu sahabatnya sendiri bahkan sudah lebih dari dua kali. Namun, ia juga tidak bisa berterus terang. Mungkin, jika Zeta menceritakan semuanya, maka Sena akan terluka.
"Tidak perlu. Ah... Masakanku gosong. Aku tutup ya sambungannya. Bye..." Zeta menutup teleponnya secara sepihak. Ia tersadar setelah beberapa detik kemudian kalau mobil sudah berhenti.
"Sudah sampai kah, Tuan Aiden?" tanya Zeta pada Aiden yang berdiam diri di jok depan.
"Iya, sudah sampai, Nona. Oh ya, jangan panggil saya dengan embel-embel 'tuan', panggil saja Aiden," balas Aiden sebelum turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Zeta.
Zeta sekali lagi dibuat kagum, bangunan mewah dan megah yang berdiri kokoh di depannya sanggup memukaunya kembali. Kakinya terasa terpaku dalam bersamaan dengan aspal di bawahnya, sampai tak bergeser sedikit pun dari tempatnya.
"Saya antar Anda masuk, Nona." Aiden membawakan koper milik Zeta dan berjalan mendahului perempuan yang masih berdecak kagum melihat kediaman Jack.
Zeta dibawa masuk ke sebuah kamar berukuran besar. Ruangan itu lebih luas dari apartemennya terdahulu, mungkin tiga kali lipatnya.
"Anda tunggu saja di sini seraya beristirahat. Setelah ini Tuan Jack akan segera pulang." Aiden undur diri dari hadapan Zeta.
Beristirahatlah selagi Anda masih bisa beristirahat Nona. Ucap Aiden di dalam hati dengan ekspresi tak tertebak.
Zeta menatap pintu kamarnya yang tertutup. Ia lalu merebahkan tubuhnya ke atas kasur yang empuk, yang membuat tubuh mungilnya memental beberapa kali.
"Nyamannya..." Zeta menidurkan dirinya dengan posisi terlentang. Dua tangan ia regangkan ke samping seraya menepuk-nepuk kasur dengan hati merekah.
Zeta memejamkan matanya dan tertidur pulas karena kenyamanan kasur yang membuatnya terbuai ke dalam mimpi yang indah.
Zeta merasa ada sebuah tangan kekar yang menggerayangi tubuhnya dan berakhir di bagian sensitifnya. Tangan itu menyapu lembut bagian tersebut.
-To Be Continued-
KAMU SEDANG MEMBACA
Nafsu Bejat CEO
Romance"Tolong aku. Aku mohon tolong aku, Tuan." Zeta tak bisa menahan rasa sakit dan panas yang sudah merajai tubuh mungilnya. "Apa yang bisa aku lakukan untukmu, Sayang?" Seorang pria berbadan tegap dengan mata biru gelap yang indah membalas tatapan meme...