^Kai Glen Kadava^

56 43 59
                                    

Sekolah telah lenggang karena siswa dan siswi sudah pulang sejak satu setengah jam yang lalu. Begitu juga dengan anggota eksrakulikuler basket yang semula mengadakan pertemuan untuk latihan kini satu persatu mulai meninggalkan lapangan basket.

Sebenarnya Kai sudah tidak terlalu aktif mengikuti ektrakulikuler itu karena ia telah menginjak tahun terakhir di sekolah. Para siswa kelas 12 menjadi difokuskan untuk belajar dan tidak lagi diwajibkan untuk mengikuti kegiatan tambahan. Namun, Kai masih ingin terus bergabung dan ikut membantu pelatih mengajari adik kelasnya.

Penghuni Brilian High School pasti sudah tahu mengenai prestasi Kai di bidang basket. Banyak pertandingan yang sudah Kai ikuti dan tidak jarang meraih kemenangan. Tentu saja hal itu membuat nama Kai semakin dikenali dan menjadi idola terkhusus di kalangan kaum hawa.

Pandangan Kai mengarah lurus ke depan. Seakan hanyut ke dalam suasana sepi yang tercipta saat seorang diri. Hari bergerak semakin petang tetapi Kai tampak tidak ada niatan untuk segera beranjak dari sana.

"Kai?" sapa seorang gadis dari arah belakang. "Lo belum balik dari tadi?"

Kai refleks menoleh ke arah sumber suara. Hanya sekilas karena ia kembali melempar pandangan ke objek lain. "Kalo gue udah balik terus yang jawab pertanyaan lo ini siapa? Hantu?"

Kekehan terdengar pelan membuat Kai tahu jika lawan biacaranya kini sudah duduk di samping. Jika seperti ini Kai menjadi ingin segera pulang karena ketenangannya menjadi terganggu.

"Jawaban yang bagus, Kai," sahut gadis itu diakhiri oleh sebuah senyuman manis. "Lo memang lelaki yang beda dan nggak banyak berubah. Lo masih sama kayak dulu. Lelaki yang apa adanya, nggak banyak tingkah. Fans lo banyak, tapi nggak semua orang bisa berhasil deket sama lo."

"Kalo berubah gue udah jadi utramen dari tadi, Mora," timpal Kai tidak peduli jika jawabannya menjadi keluar dari maksud awal. "Lo sendiri ngapain belum balik?"

Sudut bibir Mora terangkat lebih tinggi. Binar matanya tidak tahu mengapa saat ini tampak berbinar. Jarang sekali Mora bisa berbincang berdua dengan Kai mengingat mereka berbeda kelas dan jurusan.

"Gue tadi ada kerja kelompok dulu di kelas. Sebenernya gue udah mau balik dari tadi sih, tapi yang jemput belum dateng juga." Mora beralih menatap jam tangan miliknya.

Kai hanya membalas dengan anggukan. Sepertinya memang benar apa yang Mora sampaikan. Kai tidak mudah untuk didekati oleh banyak orang. Buktinya Kai tidak banyak bicara dan hanya menimpali seadanya. Berbeda jika sedang bersama dengan Fay yang memang sudah Kai kenali sejak lama. Lelaki itu dapat bersikap jauh berbanding terbalik dengan apa yang ditampilkan untuk orang lain.

"Kai?" Suara lembut Mora kembali terdengar setelah cukup lama keheningan menguasai mereka.

Kai berkedip beberapa kali saat Mora menggoyangkan telapak tangan di depan wajah. Seketika saja lamunan Kai langsung buyar dalam waktu sekejap. Tanpa berkata, sebelah alis Kai terangkat tanda bertanya.

Mora yang mengerti akan isyarat tersebut memilih untuk melanjutkan ucapannya. "Gue terkadang takut karena nggak jarang banyak lelaki yang deketin gue. Terkadang juga gue risih karena sikap mereka semua. Banyak lelaki yang udah coba ungkapin rasa, tapi gue bodoh nggak sih kalo berharap sama orang yang nggak menginginkan gue?"

Kai menoleh. Menatap gadis yang tampak cantik terkena sinar jingga matahari sore. Kai tidak mengelak jika gadis itu sangat cantik dan layak jika banyak disukai juga dikagumi. Namun, pikiran Kai kini malah menjadi terseret memahami apa maksud dari ucapan yang ia dengar barusan.

"Lo kenapa harus tanya ke gue?" Kai memberi jeda dalam kalimatnya. "Tadi lo sendiri yang bilang kalo gue nggak gampang didekati orang. Jadi seharusnya lo udah tau jawabannya karena lo juga ada di kondisi yang sama."

Jujur Mora tertohok dengan tanggapan Kai tadi. Niat awal gadis itu hanya ingin mencari topik yang bisa membuatnya berbicara lebih lama dengan Kai. Namun, Mora seakan menjebak diri dengan pertanyaanya yang dia beri.

"Iya juga sih. Gue cuma ingin tau aja kalo dari pemikiran lo gimana," timpal Mora sedikit kikuk.

"Sederhana aja, bagi gue nggak semua orang harus diperlakukan spesial. Selama masih bisa gue hargai, itu udah cukup. Karena rasa peduli nggak bisa dipaksa, takutnya terkesan sebatas pura-pura peduli," ungkap Kai dengan serius tetapi kali ini dengan nada yang lebih santai.

Mora mengangguk dan mulai memahami jalan pemikiran Kai. Menurutnya apa yang dikatakan Kai terbilang masuk akal. Setidaknya saat ini Mora sudah tahu mengenai lelaki itu walaupun belum terlalu jauh.

"Kalo lo gimana?" tanya Kai saat menyadari tidak ada lagi sahutan setelah cukup lama. "Siapa tau lo punya alasan sendiri."

"Alasan gue juga sederhana." Mora balik menatap Kai yang memasang ekspresi penasaran. "Karena lo. Kai Glen Kadava."

~999~

Semenjak pulang sekolah, Fay belum juga mengganti baju. Jangankan berganti pakaian, bahkan gadis itu belum pulang ke rumah dan memilih untuk menunggu seseorang di teras rumah yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Suara deru motor terdengar semakin jelas ketika ada sebuah motor yang berhenti lalu terparkir di halaman. Dengan cepat Fay melangkah mendekati orang yang baru saja tiba.

"Fay tunggu dari tadi lama banget. Kai dari mana dulu? Tumben banget pulang ngaret selama ini," tanya Fay dengan mimik muka cemberut saat mengingat dirinya sudah menunggu dalam waktu yang cukup lama.

"Suruh siapa nunggu gue? Nunggu di luar lagi. Biasanya juga langsung nyelonong masuk rumah," sahut Kai seraya membuka helm.

Bibir Fay semakin mengerucut. "Bukannya minta maaf karena udah ditungguin Kai malah ngomong gitu. Fay ke sini terus nungguin itu Cuma buat kasih ini buku titipan dari bu Neti. Tadi Kai keburu kumpul basket sebelum buku ini dibagiin."

Kai menerima buku miliknya yang Fay ulurkan. Ternyata gadis itu rela menunnggu lama hanya untuk memberikan buku. Memang tadi Kai buru-buru mengikuti kumpulam basket karena ada yang harus segera dibahas dengan pelatih.

"Makasih, Fay." Kai mencubit pelan pipi sahabatnya yang tampak lucu saat tengah cemburut seperti saat ini. "Tau lama lo padahal pulang aja. Tinggal chat atau telpon kalo buku ini ada di lo terus gue yang ambil. Lain kali jangan nyusahin diri sendiri, Fay."

Kedua bahu Fay merosot malas. "Kalo bukan karena amanat gurunya yang suruh langsung, Fay dari tadi udah pulang. Lagian Fay udah chat sama telpon juga, tapi malah nggak aktif. Kai memangnya dari mana? Nggak biasa tau latihan basket sampe matiin handphone segala."

Kai langsung meronggoh saku seragamnya lalu mengeluarkan handphone yang memang sedang dalam keadaan mati. "Habis baterai, Fay. Maaf gue lupa cas. Terus tadi gue anter Mora pulang dulu jadi lama."

Fay mengangguk mengerti. "Iya deh nggak papa. Karena amanatnya udah sampe Fay langsung pulang aja deh. Duluan ya Kai!"

Mulut Kai yang tadinya hendak menjawab kembali terkatup rapat karena Fay sudah lebih dulu melenggang pergi. Kai menghembuskan napas panjang kemudian melenggang pergi masuk ke dalam rumah langsung menuju ke kamar.

Hari yang melelahkan telah berhasil Kai lalui. Jika sudah berada di rumah seperti ini Kai harus siap dihadapkan dengan kesepian yang sudah akrab dengannya. Kaki Kai melangkah mendekati meja belajar yang ada di sudut kamar. Meletakkan buku pemberian Fay di antara kumpulan buku lain.

Tanpa sengaja perhatian Kai tertuju pada sebuah buku bersampul pemandangan laut. Perlahan tangan Kai bergerak mengambil buku itu bersamaan dengan tubuh yang ia jatuhkan ke atas kasur. Untuk Puteri Kecil Mirip Bidadari. Buku yang mempunyai arti tersendiri untuk Kai, sangat dijaga dan sangat berharga.



~999~

TBC

Allo^^

Salam untuk kalian dari Kai, Fay, Mora dan author. Gimana sama part di atas? Mudah mudahan suka ya ^^

Edit foto : meamelq   Sumber foto : pinterest

Sory for typo

Jangan lupa tinggalkan jejak. Vote dan comment ya ^^


Salam hangat,


Meamelq

When You Need MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang