bagian 3

5 1 0
                                    

Siapa yang tahu kalau kita akan berada dalam bahaya, dan itulah yang saat ini sedang Amara rasakan. Andai saja Amara punya cermin ajaib yang dapat memperlihatkan masa depan, maka tanpa berpikir dua kali, Amara sudah tentu enggan datang ketempat ini

Tidak ada pencahayaan, jendela jendela besar juga ditutupi dengan tiral-tirai yang begitu besar Amara tahu bahwa ini adalah gudang, tapi terlalu besar untuk ukuran tersebut. Amara ingin sekali berteriak tapi jika dia memaksakan diri dalam keadaan mulut yang di bekap jatuhnya percuma saja. Amara tetap berusaha melepaskan diri dari ikatan yang membelenggu kaki dan tangannya meskipun itu adalah hal yang mustahil untuk dilakukan

"ck... percuma. Lo itu sekarang udah jadi sandera gue." Ucap Tama yang saat ini sedang duduk disebuah kursi kayu yang tampak kusam di dalam samar-samarnya cahaya

Amara berteriak dalam kain yang sedang membekap mulutnya Membuat Tama tertawa dan merasa terhibur dengan keadaan Amara sekarang. Ini yang Amara takutkan, bahwa Tama masih menyimpan dendam padanya setelah sekian lama.
.....

Pa, Amara kok belum pulang? katanya mk nya Cuma sampe jam dua siang." Tanya Mama Amara yang sedang masakdi dapur kepada sang suami. Raut wajah mama Amara menampakkan raut gelisah dan tidak tenang

"Mungkin barangkali masih ada urusan kampus Ma" ucap sang suami meyakinkan

"Tapi mama telpon nggak diangkat pa." sang istri tetap tidak bisa merasa tenang dan tidak bisa

menyangkal kehawatirannya

"Ma, bisa aja sedang ada rapat dan handponenya di bisukan. Kita tunggu sampe sore aja dulu. semisal nggak ada kabar baru kita cari tahu." Usul sang suami memberi nasihat agar sang istri tidak terburu-buru dalam bertindak.

Meski dengan raut wajah khawatir, sang istri tetap menuruti perintah suaminya
........
Amara hanya bisa menangis dalam diam. Biasanya dia tiak akan menangis meskipun dalam keadaan yang menyakitkan sekalipun. Tapi kali ini air mata menetes tanpa diminta dengan sendirinya

"Lo nangis? Beneran nangis lo? Hahahaha bener bener munafik Seharumya gue yang nangis karna lo hidup gue Cuma ada warna hitam putih Seharusnya gue yang nangis sekarang kama lo udah a à merenggut adik kesayangan gue ya untuk pertama kalinya Tama menampakkan bahwa betapa rapunya dirinya saat ini Tangismya yang begitu dalam mengisyaratkan bahwa dirinya merasa jauh lebih sakit

Amara hanya menggeleng-gelengkan kepala, ia ingin menjelaskan bahwa ini bukan karna dirinya Amara tidak tau siapa yang mendenorkan hati untuknya, jika bukan karena kemarahan Tama sendiri yang menunjukkan hal itu setahun lalu

que pengen suka sama le tapi gue benci liat lo yang masih bisa hidup dan berdiri dengan tenang karena dapat hatinya adek que teriak tama tepat didepan wajah Amara, hingga Amara memejamkan matanya. Amara cukup terkejut dengan apa yang diucapkan Tama

Tama memang sedikit menyukai Amara, sejak mereka memasuki universitas yang sama. Tapi tiap kali Tama ingin menyukai Amara, saat itu juga la membenci Amara secara bersamaan

Tama sudah bersiap dengan pisau kecil ditangannya. Amara berusaha meminta belas kasihan dari Tama Bahkan Amara memberontak dikursinya. Namun yang di dapat Amara adalah sebuah tamparan keras dari Tama hingga sudut bibir Amara mengeluarkan sedikit darah segar. Amara hanya tertunduk dengan tangisan yang begitu keras dan menyakitkan, di tambah dengan luka di sudut bibirnya yang begitu perih

Tama lalu memegang pundak Amara dengan kencang, sampai Amara meringis dibuatnya Sakit kan? Sakit mana, gue atau lo? Ha 7 sekali lagi Tama berteriak tepat didapan wajah Amara yang sudah begitu pucat
....

AmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang