Chapter 6: Kejadian Tak Terduga Saat Olahraga (2)

937 16 9
                                    

Pengejaran berlanjut, beberapa dari kami mulai membentuk grup dan saling berpencar untuk menambah jangkauan jelajah dalam pencarian tersangka tersebut, jiwa muda kami seolah benar benar ter-sengat oleh tindakan asusila yang menimpa teman kami.

Disaat pengejaran.

Entah kenapa, terlintas sekelebatan di pikiranku, kenapa diriku jadi sangat peduli dengan orang lain.

Diriku yang dulu sangat cuek dengan orang orang disekitar, dan selalu berpegang teguh hidup untuk diri sendiri, semenjak menjadi Mira, aku benar benar berubah.

Apakah, ini memang karena aku yang sudah benar benar berubah jadi pribadi lebih baik?

Atau,

Semua ini nyatanya adalah kehendak Mira? Gadis yang tubuhnya kupakai saat ini?.

Dari kejauhan aku melihat seseorang dengan ciri ciri yang sangat mirip dengan deskripsi temanku, pria kurus dan bertopi, berjalan dengan memegang tas dipundaknya, dengan lantas beberapa dari kami pun meneriakinya, walau keadaan disekitar saat itu memanglah sepi karena area yang kami lalui saat ini adalah pergudangan bekas pasar lama yang terbengkalai tak berpenghuni sama sekali.

Dia tersadar, dirinya dalam bahaya, dengan jurus langkah seribu ia lari tunggang langgang.
Siswa laki laki yang punya fisik lebih kuat dan lebih atletis dari sebagian kami, mulai maju mengejar.

Aku, Stefi, dan Rachel memilih untuk mengambil jalan pintas. Memotong gang melewati gudang gudang kosong bekas pasar yang tembus ke ujung jalan yang orang itu lewati.

Terlihat dari kejauhan pria itu mendekat ke arah kami bertiga, aku pun mulai memperhatikan benda benda disekitar, kutemukan tempat sampah dari seng bekas yang terlihat kosong, dengan inisiatifku aku meminta Stefi dan rachel membantuku mengangkat tempat sampah yang lumayan berat ini.

[ Gedublaaaannkk ]

Lemparan kami tepat mengenai sasaran. Orang tersebut langsung sempoyongan, jatuh dan kemudian mencoba untuk bangkit.

Orang bertopi hitam dengan masker menutupi wajahnya, telah terkepung oleh kami.

"Woy berhenti tukang cabul"
Teriak salah satu siswa mendekat yang sedari tadi mengejarnya.

Tiba tiba dia mengeluarkan pisau dari dalam sakunya.

"Gi-gimana ini Mir, dia punya pisauu" celetuk Stefi sembari ketakutan sembunyi dibelakangku.

"Eh, anjing! Jangan coba kabur lagi yaa" gertak Rachel dengan mengacungkan batu bata yang ia ambil tepat dibawahnya.

Rachel pun melempar bata ke kepala orang tersebut, namun dengan sigap ia menghindar,
Entah, secara refleks aku maju dan menendang kaki kananya. Membuatnya jatuh tersungkur dan melepaskan pisaunya kembali.

Aku pun menarik, dan memegang kedua tanganya, melipatnya kebelakang, dengan dibantu 2 siswa yang memegangi badan dan kakinya.

Dengan paksa aku mulai membuka maskernya. Untuk melihat seperti apa muka pelakunya.

Dan.

Aku pun terkaget melihat wajah pria itu.

Pria itu, yang telah melakukan tindakan asusila ke temanku, adalah diriku yang dulu.

Ya, Aku yang asli, aku yang laki laki.

Mata ku pun berlanjut tertuju pada bekas luka di pergelangan tanganya, disekitaran jam tangan yang ia kenakan, luka yang sama dengan luka miliku, yang kudapatkan saat masa remajaku.

Aku pun lemas. Terdiam seribu bahasa. Seolah tak percaya dengan semua kejadian ini, sehingga tak sengaja melepas lipatan tanganya yang telah kukunci sedari tadi.

Aku pun mundur secara perlahan, mataku dan matanya saling bertatapan, ia pun seolah kaget saat kami berpandangan.

Aku jatuh. Terduduk ditanah seolah tanpa tenaga.

Dua siswa tadi pun tak kuasa menahan kekuatan orang itu, dan menyebabkan mereka juga tersungkur dan melepasnya.

Dia pun berdiri, dan dengan sigap kami mulai mengambil jarak mundur, menghitung jarak aman agar tak ada orang yang tersakiti.

Dia pun mengambil pisaunya, sejenak memandangku, dan dengan dinginya dia mulai tersenyum dan berkata.

Demikian pula mulai hilanglah kembali kesadaranku, bak adegan dengan efek slow motion, kulihat ia dengan samar samar, bersamaan dengan tubuhku yang mulai terhuyung lemas ke tanah.

Mulutnya, seolah mengatakan sesuatu, namun karena kesadaranku yang tak utuh, aku pun tak mendengar satupun yang dia ucapkan, sebelum pandanganku menjadi gelap seutuhnya, dia kembali meleparkan senyum dingin kearahku mengakiri kecapan mulutnya sembari lanjut kabur melarikan diri dari kami.

Sejenak yang kuingat hanyalah suara teriakan Stefi dan Beberapa siswa mengerubungiku

My New Life, MiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang