3 : Rumit

43 14 11
                                    

Hidup itu mengalir seperti udara, berhembus seperti air, berkobar seperti tanah, terkadang juga keras seperti api. Memang begitulah hidup, rumit. Tidak selalu selaras dengan konteksnya.

***

Akhir bulan, sudah waktunya mie instan memainkan perannya. Sebagai anak kos, peran mie instan dalam kehidupan begitu krusial.

Katanya, mie instan itu tidak bagus untuk kesehatan jika dikonsumsi secara isiqomah dan jangka waktu yang panjang. Lantas, bagaimana caranya manusia ras 'kos-kosan' bertahan hidup dengan isi dompet yang kerontang di akhir bulan?

Pilihannya hanya dua. Mati di tangan mie instan atau dieksekusi oleh kelaparan. Rumit dan ... tragis.

Pagi ini aku berjalan menikmati udara Jogja yang sejuk. Ku tatap langit sembari mencari-cari awan berbentuk. Siapa tahu, gerombolan awan itu sedang menjelma gadis di Gedung C. Sayangnya tidak ada kejadian begitu.

"Yah, malah nemu gambar tai lagi," gumamku sambil menatap awan yang memang terlihat seperti bentuk kotoran manusia dalam film-film kartun.

Singkat cerita dua kaki ini membawaku ke Indomager. Sebuah super market andalan karena letaknya dekat dari indekos.

"Selamat datang di Indomager, selamat belanja," ucap wanita dengan seragam biru di balik kasir yang menyambut kedatanganku.

Ketika memasuki rak bagian mie instan, langkahku terhenti. Memang sepanjang jalan tadi tidak ada awan yang berbentuk wajah gadis penghuni Gedung C. Hanya saja, rencana Tuhan berbeda. Bukan lewat awan, tetapi ia mempertemukan kami di tempat ini secara langsung. Gadis itu terlihat sangat fokus dalam memilih-milih mie instan yang sedang berbaris rapi..

Sejenak ia menoleh ke arahku yang mematung, lalu kembali menoleh dengan gelagat tak peduli ke deretan mie instan yang sepertinya lebih tampan dariku. Aku terdiam tak berani mendekat. Keadaan ini begitu rumit, apa aku harus mencari tutorial di yusup? Sebuah platform video yang sedang trend di berbagai kalangan. Tentang bagaimana cara menangani situasi seperti ini. Percuma, di sini sinyalnya jelek, nanti yusup baper.

Ia mengambil cukup banyak mie instan, berani juga rupanya. Si gadis penyuka tantangan. Ia lebih memilih mempertaruhkan ususnya di akhir bulan. Selain cantik, ia juga tangguh. Tanpa menoleh ke arahku, ia berjalan ke arah kasir.

Untuk bisa mempersempit jarak, aku mengambil beberapa mie secara asal lalu berjalan ke kasir, tepat di belakangnya. Aromanya begitu khas, aroma cinta hiyahiyahiya.

"Totalnya jadi jadi seratus ribu," ucap wanita penjaga kasir.

'Buset dah, keras bener  itu usus beli mie instan ampe seratus ribu.' Batinku.

Ia tampak merogoh celana hitam panjangnya, tetapi beberapa detik merogoh sepertinya tak ada harta karun di dalamnya.

Gadis itu tak mengenakan jaket. Hanya kaus putih lengan pendek dan celana chino berwarna hitam. Ia juga tak membawa tas, atau benda lain selain kantong plastik berisi mie instan seharga seratus ribu.

"Duh," pekiknya. Sepertinya ia meninggalkan uang-uang terakhirnya entah di mana.

Rasanya dagdigdug. Aku ingin menawarkan bantuan padanya, tetapi mendadak keberanian ku ciut. Di tengah badai bimbang itu, tanpa sadar aku menepuk pundaknya hingga ia menoleh padaku.

BillyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang