#02

1K 177 21
                                    

Park Jimin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Park Jimin

☆☆☆

(JIMIN POV)

“PARK JIMIN!!!”

Oh, sial! Monster dirumah mulai menjerit-jerit.

“Dasar anak pemalas! Jam berapa ini? Kau ingin terlambat lagi?”

“Lima menit…” Rintihku, mengubur wajah pada selimut chimmy favoritku.

“Apa kau gila!?" Ibu menarik kasar selimutku dan aku kembali mengerang.

“Bu…”

“Ini sudah jam 7, bodoh! Gerbang sekolah tidak akan membuka dengan mudah untukmu!” Ibu memukul kakiku dengan keras. “Park Jimin!”

Setelah berhenti menjadi pengacara, wanita satu ini benar-benar menjengkelkan!

Aku menyibak kasar selimut di kakiku lalu beranjak duduk diatas ranjang kecilku. Ouh, aku benar-benar berharap terbangun di atas ranjang mewah dan kamar seluas lapangan bisbol.

Ibu berkacak pinggang di hadapanku, wajahnya aneh dengan sisa nasi di pipinya. Aku memutar mata ketika ia melemparkan sebuah handuk ke wajahku. Kebiasaannya yang menghina sekali. Ingatkan aku jika dia ibuku, aku benar-benar ingin menenggelamkan wanita kejam ini ke sungai Han.

“Segera berkemas dan pergi ke sekolah! Kalau kau sampai terlambat lagi, kau bisa dikeluarkan! Kalau kau dikeluarkan, seumur hidup keinginanmu menjadi pemain piano hebat akan tinggal jauh di dasar kuburmu!” Umpat ibuku dengan pedas.

Aku melotot padanya, merasa kesal. Apakah wanita ini selalu mengatakan hal yang sama kepadaku untuk mengancamku? Aku harus menjabat tangannya karena keberhasilannya membuatku bangun dan pergi ke kamar mandi secepat kilat.

Ha Ryu sedang membaca korannya ketika aku selesai berkemas dan duduk di meja makan. Aku memakai dasi sembari menatap hidangan diatas meja. Hmm, nasi goreng dengan telur setengah matang.

“Ckck, sudah tau telat bisa-bisanya masih bersikap santai.” Sindir ayah, melirik dari kacamata bacanya yang terlihat aneh. “Jam berapa ini?”

Aku tidak peduli dan memasukkan banyak-banyak sesuap nasi ke dalam mulutku. Aromanya menyenangkan, rasanya mengerikan.

“Ibumu memasaknya sembari menggerutu panjang lebar.” Ayah nyengir ketika aku meneguk habis air putih diatas meja. Lidahku terbakar, rasa asin tidak ingin larut bersama air yang aku telan.

[ ⭐️ ] You're The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang