Part 5.6

246 49 4
                                    

Dari penampilannya ia tidak terlihat sensitif? Halus sekali ucapan temannya ini.

Bagi Renjun, dari penampilannya saja jelas terlihat kalau Johnny adalah orang yang sangat sensitif.

Renjun menghela napas panjang mengingat e-mail balasan dari Mark. la mengerti mengapa Mark menolak Johnny. Ia pun sebenarnya tidak ingin menjadikan lelaki yang menyusahkan dan rewel itu sebagai teman serumahnya.

Teman serumahnya itu benar-benar bersikap seperti bos di rumah Renjun. Baru dua hari ia tinggal di rumah itu, Haechan sudah berkali-kali menanyakan pada Renjun kapan ia akan pergi dari rumah mereka.

Lami yang suka berlari-larian di dalam rumah itu pun sampai berjalan sambil berjingkat-jingkat karena ajussi yang menyeramkan. Apalagi Jisung yang berada sekamar dengannya, kelihatannya ia benar-benar tersiksa.

Mau bagaimana lagi? Bahkan temannya sendiri saja tidak menyukainya.

"Kau sedang memikirkan apa?"

Renjun yang sedang memikirkan bagaimana caranya agar ia dan adik-adiknya bisa bertahan menghadapi Johnny, terkejut mendengar suara berat yang terdengar dari atas kepalanya.

Kim Jaehyun sonsaengnim tahu-tahu sudah berdiri di dekatnya dan menatapnya.

"Ah, tidak. Hanya sedikit urusan rumah."

Mendengar jawaban Renjun, Jaehyun menganggukkan kepalanya dan duduk di sebelah Renjun. Melihat keringat yang membasahi kening putihnya, sepertinya ia baru keluar dari rumah kaca.

Ya Tuhan, Jaehyun sonsaengnim duduk di sebelahku.

Jantung Renjun mulai berdebar-debar.

"Kau mau?"

Jaehyun menyodorkan minuman yang ia pegang. Sepertinya ia salah paham melihat Renjun yang terus memandanginya dan mengira itu karena minuman yang ia pegang.

Aigoo. Memalukan sekali aku ini.

Renjun panik, takut kalau-kalau air liurnya menetes di depan pangerannya itu.

"Tidak. Sepertinya Sonsaengnim sangat kehausan."

"Tadi aku sudah minum satu botol. Tadi ada mahasiswa memberikan minuman ini padaku. Karena tidak enak kalau kutolak, jadi aku terima saja."

Begitu Jaehyun kembali menyodorkan minuman itu, Renjun menerima botol orange juice itu dengan sopan.

"Hari ini katanya ada tanaman baru di kebun buah, kau tidak ke sana? Kau suka dengan hal-hal seperti itu kan?"

"Oh, hari ini rupanya."

Begitu Jaehyun memberitahu hal itu pada Renjun, mata Renjun langsung terbelalak lebar.

Belakangan ini, ia terlalu banyak pikiran sehingga melupakan hal-hal penting seperti itu.

Wangi bunga yang terbawa angin sejenak memenuhi Hwaniwon lalu menghilang. Sinar matahari petang itu pun perlahan menghilang.

"Mau pergi ke sana denganku?"

"Ah, tidak bisa. Sore ini aku ada urusan."

Renjun berkata dengan wajah menyesal dan JaeHyun tersenyum kecil memakluminya. Bagi Renjun yang sangat menyukai bahkan setiap helai rumput di kampus ini, Jaehyun tahu bahwa Renjun benar-benar menyesal karena harus melewatkan kesempatan melihat tanaman baru yang masih kecil itu.

"Kalau begitu, sampai jumpa lagi."

"Iya, Sonsaengnim."

Renjun membungkukkan badannya member hormat dengan semangat ketika Jaehyun berjalan melewatinya. Tiba-tiba, Jaehyun menghentikan langkahnya dan menoleh padanya sambil mengernyitkan dahinya.

Apa aku sudah melakukan hal yang aneh, pikir Renjun.

Jaehyun lalu maju selangkah mendekati Renjun yang panik.

"Sebenarnya aku punya permintaan padamu."

"Iya, katakan saja. Aku pasti membantumu."

"Tolong jangan panggil aku sonsaengnim. Itu membuatku merasa seperti bapak guru tua yang berambut putih."

"Lalu?"

"Kim Jaehyun. Kau tidak tahu namaku?"

Mana mungkin Renjun tidak tahu. Bagaimana mungkin ia melupakan nama yang sibuk dibicarakan secara bisik-bisik oleh orang di sebelahnya ketika pangerannya itu pertama kali memasuki rumah kaca?

Jaehyun pun tersenyum kecil seolah mengetahui jawabannya dan berjalan meninggalkan Renjun dengan santai.

Renjun berusaha menyembunyikan perasaan gembiranya yang meluap-luap dan menempelkan minuman dingin berharga pemberian pangerannya itu ke pipinya yang memanas. Renjun bisa merasakan tangan pangerannya dari botol minuman itu.

Renjun yang melewatkan kesempatan melihat tanaman-tanaman muda, membeli sebuah lampu meja dengan penutup berwarna hijau. Meskipun ia tidak tahu bagaimana selera Johnny, setidaknya lampu ini bisa mengatasi masalahnya yang tidak bisa tidur dalam gelap.

Mengingat sifatnya yang tidak suka berada di dekat orang lain dan berada di kamar yang gelap gulita, paling tidak lampu ini bisa mengatasi salah satu masalahnya. Bagi Renjun, itu adalah tugas tuan rumah untuk membuat tamunya merasa nyaman.

Oh iya, berarti ia pun harus menyiapkan masakan dua kali demi orang itu. Meskipun ia sangat membenci orang itu, bukankah ia juga tidak bisa membiarkannya makan makanan yang membawa alergi dan membiarkannya mati di rumahnya? Pokoknya, orang itu benar-benar seolah menjadi bos di rumahnya.

Jam pulang kantor Johnny pun selalu larut malam. Melihat Johnny yang selalu sampai di rumah sekitar pukul 12 malam, Renjun baru sadar bahwa mencari uang ternyata bukan sesuatu yang mudah bagi siapa pun.

"Kau sudah makan?"

"Makan seadanya saja."

Johnny agak terkejut melihat Renjun yang masih menunggunya sampai lewat tengah malam. Namun, yang lebih mengejutkan lagi, Johnny menyadari bahwa dirinya tidak keberatan dan risih melewati gang yang gelap menuju rumah itu, membuka pintu depannya, dan melihat lampu ruangan yang masih menyala terang ketika ia pulang. Ditambah lagi dengan Renjun yang masih menunggunya dengan tatapan cemas.

"Kenapa cuma makan seadanya? Mau kubuatkan sesuatu?"

"Ti.. Boleh juga."

Awalnya ia ingin menyahut tidak usah tetapi tiba-tiba perutnya terasa sangat lapar. Setelah dipikir-pikir, tadi ia hanya makan sandwich sebelum memimpin rapat dan ternyata belum makan malam apa pun.

Rasanya ia harus makan sesuatu sekarang supaya bisa tidur nyenyak malam ini. Setelah mencuci tangannya, Johnny segera duduk di meja kecil di dapur.

"Kenapa kau tidak tidur dan malah menungguku? Lain kali tidur saja, tidak apa-apa. Aku kan punya kunci rumah ini juga."

"Hm, aku sudah terbiasa seperti ini. Kalau ada anggota keluargaku yang belum pulang, rasanya aku tidak bisa tidur."

Renjun berdiri membelakangi Johnny sambil menyiapkan sesuatu. Ketika Johnny berpikir bahwa ternyata lumayan juga tinggal di rumah ini, telepon genggamnya berdering pelan dan ia mengerutkan keningnya.

Tidak banyak orang yang berani menghubunginya di larut malam seperti ini dan di antara orang-orang tersebut, semuanya adalah orang yang tidak disukai oleh Johnny.

"Kau bercanda? Tidak ada transfer informasi teknologi. Kalau kau tidak bisa menangani negosiasi ini, ajukan surat pengunduran diri. Aku akan mengirim orang lain ke sana."

Aura dingin seolah keluar bersaman dengan setiap ucapannya. Benar-benar percakapan yang singkat dan dingin.

Astaga. Kalau ia biasa menyerang orang lain sedingin itu melalui telepon, berarti ia termasuk cukup sabar juga tinggal di rumah ini.

Orang lain yang mendengar ucapannya itu rasanya ikut gemetar ketakutan.

Sebagai rasa simpati Renjun pada lawan bicara di telepon itu, Renjun tidak berani membalikkan badannya. Pasti tadi matanya mengeluarkan tatapan sedingin es dan setajam sinar laser.

"Mulai besok aku akan menyiapkan makanan khusus untukmu."

How to get a wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang