Dibalik Tirai

34 18 6
                                    

“Ana hidup seperti kunci utuh untuk membuka pintu. Tidak sekalipun kunci itu berkarat, walau nyaris hilang.”

•Waktu•

Berbicara tentang tirai, Ana pernah berdiri dibalik tirai. Menunggu namanya disebutkan, dan menunggu untuk tampil di depan banyak orang.

Degup....degup....degup....gugup.

Dibalik tirai hitam itu, Ana melihat sekilas cahaya terang disela-sela celah, “Ana takut jika kalah.”

Saat berdiri di tengah kilauan cahaya, Ana nyaris kehilangan kuncinya.
Ana kalah, diantara para perwakilan sekolah.

Ana pernah kalah telak. Tapi, satu kunci yang ia jaga tetap ada disisinya. Ana kalah, tapi tidak kehilangan percaya dirinya,

walau nyaris hilang.

“Aku yang terbaik, jika menurut mereka aku kurang. Maka tidak dengan menurutku.”

Hampir, kekeliruan yang menyerah bisa saja membuat Ana kehilangan satu kunci emasnya.

Dengan kunci itu, Ana bisa membuka pintu apa saja. Walau dipikirannya hanya ada satu kata, “Mampukah?”

Ana hanya mencoba, jika kalah Ana bangkit lagi.

Sampai titik di mana, orang-orang berkata “Dia gadis yang multitalenta.”

Jujur saja, Ana senang. Namun, ia merasa tertekan. Bukankah itu kalimat yang mengekang dan berupa pemaksaan agar Ana harus lebih dari sempurna?

~~~~

@rnndt_sfyn

WAKTU || [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang