Mengisahkan sosok hati yang cemburu. Namun, pendiriannya tetap kukuh. Menceritakan sosok hati yang sepi, namun saat ditempati, sang pemilik tidak sudi.
Gadis itu ingin apa? Jiwanya ingin apa? Hatinya untuk siapa?
Katanya, untuk dirinya sendiri. Katanya, dia bahagia dengan dirinya. Katanya, dirinya lebih dari cukup untuk sekadar menjalani fase remaja.
Itu kata sang empu jiwa. Sosok pemilik raga yang enggan menjalin cinta, namun penasaran dengan rasanya.
Dulu si raga berjanji dengan hati. Tidak akan bermain dengan lelucon yang tidak pasti. Dulu, jiwa bersumpah pada nyawa, bahwa tidak akan mengejar hal yang tidak berguna.
Dia adalah dia. Sebesar apapun rasa penasaran itu. Dapat diyakini nyawanya tidak akan melanggar janjinya.
Suatu malam gadis itu terbangun. Melihat status teman-temannya. Tidak sendiri, beramai-ramai, bercanda gurau, penuh dengan kebebasan tanpa kekangan.
Sedang ia?
Ia sendiri. Malam ini, gadis itu hanya berteman dengan alam mimpi.
Dirinya kenapa?
Apa sekesepian itu sehingga ia tidak bisa berleha-leha?
Untuk sekali saja. Terlintas dibenak hatinya.
Apa orang se-segan itu sampai menganggap dirinya begitu "susah"?
Apa yang kurang dari dirinya?
Katanya, cintai diri dulu sebelum mencintai orang lain.
Gadis itu sudah cinta dirinya. Sudah sayang pada dirinya.
Setelah dirinya, siapa? Setelah ini, apa dan siapa yang harus dia cintai?
Katakan siapa lagi?
Siapa lagi, yang akan pergi dari dirinya? Sehingga mengharuskan jiwanya bermimpi lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
WAKTU || [ON GOING]
Poetryby: @rnndt_sfyn •(ON GOING) •(FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Dia cerdas tapi tidak secerdas itu, dia bisa main gitar, dia bisa memasak, dia bisa naik sepeda, dia bisa bernyanyi, dia bisa berpuisi, dia bisa membuat cerita, dan kupikir dia bisa segalanya. Ja...