Tiga puluh

917 162 7
                                    

“Kapan kita akan punya anak? “ suara Gendhis memecahkan kesunyian malam yang sebelumnya keduanya isi dengan deru nafas memburu saat bercinta. Emran masih telanjang begitu pun Gendhis namun kenapa di saat mereka sedang memadu kasih hal ini mesti di bahas.

Emran menghela nafas panjang. Wajahnya yang awalnya menghadap Gendhis kini dipalingkan ke atas, menatap ternit putih yang dihiasi ornamen lukisan dewa eros. Mereka kini ada di atas ranjang rumah mereka yang baru.

Gendhis menunggu saat tangan Emran dinaikkan satu untuk disandarkan di dahi. Pertanyaannya membuat Emran pusing. “Nanti, setelah abang bisa mengurus perusahaan Ferdinant. Setelah hidup kita tenang. “

Semua masalah mereka berpusat pada satu pembahasan yang berhubungan dengan pembalasan dendam. Kalau saja muda memuaskan Emran, andai Sang suami mau melepas kisah masa lalunya yang pahit pasti mereka kini sudah bisa hidup dengan damai.

“Abang sudah berhasil menyusup ke perusahaan Ferdinant, memiliki sahamnya juga. Abang punya beberapa bisnis, kita juga punya rumah yang layak untuk membesarkan anak kecil. “

Emran menengok raut muka Gendhis yang memberengut walau Cuma sesaat. Menghadirkan buah hati di tengah mereka di saat hidup mereka saja masih terancam rasanya tidak tepat namun bagaimana menjelaskannya. Ada banyak hal yang Erman tengah rencanakan dan anak bukan termasuk di dalamnya. “Kamu lagi sibuk, apa anak tidak akan mengganggumu? “

“Tidak. Banyak wanita karier yang pekerjaan dan keluarganya tidak akan terganggu. Lagi pula kita bisa memperkerjakan pengasuh untuk membantu. “

Semua terasa mudah di mata Gendhis. Emran tahu istrinya merindukan sosok bayi di dalam pernikahan mereka yang hampir berusia 10 tahunan ini. “aku juga sangat menginginkan anak tapi bisakah kau bersabar beberapa tahun lagi? “

Jawaban Gendhis adalah memalingkan muka lalu menghempaskan selimut. Gendhis memungut pakaiannya yang berserakan layaknya yang hatinya rasakan sekarang. Air matanya tak terbendung. Entah kenapa ia harus kesal dengan jawaban Emran yang selalu begitu. Apa sulitnya mengabulkan keinginannya. Toh Gendhis tak meminta banyak.

“Pernikahan kita belum di sahkan secara hukum kalau ada anak itu akan menjadi masalah nanti. “

Pernikahan mereka bagai suatu permainan yang Cuma bermodalkan selembar kertas putih. “abang tinggal ke pengadilan agama. Kenapa abang gak mengesahkannya? “

Gendhis mempunyai ketakutan dengan ditunda-tundanya waktu untuk meresmikan pernikahan mereka. Surat itu penting dan juga bisa memberinya jaminan hukum apabila Emran tiba-tiba mendepaknya ketika bosan.

Membayangkan hal itu terjadi air matanya meluncur semakin deras. Bukannya ia mau berprasangka buruk namun perkataan Ferdinant begitu terngiang-ngiang di otaknya. Karier Emran semakin tinggi maka pria itu butuh pendamping yang sepadan. “Abang gak akan mengesahkannya? “tanyanya mendesak lagi namun jawaban sang suami hanya kebisuan semata. Sampai ia menarik engsel pintu pun Emran masih berada di tempatnya semula dan tak bermaksud mengejarnya.

Sedang Emran punya ketakutannya sendiri. Monster di dalam dirinya bisa saja membuat Gendhis meninggalkannya apalagi kesulitan-kesulitan yang dia hadapi karena egonya semata. Gendhis lama kelamaan akan menyadari jika pria yang ia nikahi bertahun-tahun lalu tak ubahnya manusia tanpa perasaan.

Emran tahu betul Gendhis mencintainya, salahkah ia jika memanfaatkan perasaan itu supaya Gendhis mau bertahan? Masalah hatinya itu sepenuhnya rahasia Emran namun yang ia sadari hatinya terlalu kelam untuk menciptakan rasa kasmaran sekali lagi.

🌺🌺

“Ndis gue udah iteman belum? “ Pamela datang, membawa perubahan yang tidak terlalu signifikan. “gue udah kayak laki pengantar paket belum? “yang ditanya malah melamun.

Gendhis menatap jendela sembari duduk di kursi. Setelah apa yang terjadi kemarin rasanya malas menghadapi dunia ini.

“NNdhis!” panggil Pamela lantang karena kesal.

“Apa! “yang menyahut tak kalah ketusnya.

“Gimana? Apa gue masih memiliki aura feminin seorang kapster salon. “

Gendhis mengamati Pamela dari atas sampai bawah dengan malas. Mana bisa merubah penampilan dasar seseorang dalam hitungan hari. “udah. “jawabnya asal. “lo kayak cowok. “

Kan memang dari lahir Pamela laki-laki namun setelah dewasa dan merasa menemukan jati diri dia mengubah identitas.

“ibu gue pasti bangga kan? “ Gendhis hanya mengangguk lalu menatap lurus ke luar melalui kaca jendela
Namun tiba-tiba matanya menyipit tatkala melihat Mitha ke luar dari sebuah mobil diantarkan laki-laki. Setahunya tadi Mitha ijin makan siang sendiri.

“Pacar Mitha baru? Lumayan cakep juga. “

Gendhis mengingat di mana ia pernah bertemu dengan pria yang mengantar Mitha namun seakan terserang listrik kejut. Gendhis jadi teringat sesuatu. Kali ini ia harus menegur Mitha supaya lebih berhati-hati.

“Mit, “panggilnya saat Mitha meletakkan tas.

“iya kenapa Ndhis? “

“Lo jalan ama Darius?”

Mitha tersenyum malu-malu layaknya remaja kasmaran. “Iya. Kemarin dia tiba-tiba hubungi aku ngajak makan siang. Ya kali aku tolak. “

“Ati-ati Mit. Kata Bang Emran Darius itu orang yang berbahaya.”

Mitha mengerutkan dahi. “Dia sopan sama baik. “

“Pokoknya kamu mesti ati-ati sama dia.”

Mitha menjadi agak perasa semenjak semua pria yang mendekatinya tiba-tiba berpaling darinya setelah melihat Gendhis. “kamu kenapa Ndhis? Kok nglarang aku deket-deket sama Darius. Aku tahu dia itu terlalu cakep buat aku. Aku sadar diri kok gak secantik kamu. “

Apa maksudnya ini. Pamela yang baru saja datang melihat kesalah pahaman baru saja terjadi. “Mit. Aku Cuma mau kamu ati-ati itu aja. Kita gak tahi niat Darius apa. Kita ketemu dia di klub malam. Kamu harus lebih selektif milih cowok. “

Tiba-tiba air mata Mitha meluncur. “lebih selektif? Aku gak bisa milih-milih laki-laki. Semua cowok Cuma lihat ke arah kamu yang lebih cantik dan berduit. Sekarang ada Darius yang benar-benar mau deketin aku bukan kamu. Kenapa kamu iri? Apa Bang Emran gak bikin kamu puas? “

“Kenapa kamu ngomongnya ngelantur sih Mit “
Mitha dengan tergesa-gesa mengambil tasnya kembali lalu bergegas pergi.

“beberapa tahun ini kita udah gak bisa disebut sahabat. Kita udah beda jauh Ndhis. Kamu sadar itu? Kamu bukan Gendhis gadis dari lingkungan kumuh kayak aku. Kamu istri konglomerat sekarang. “

Belum sempat Gendhis menjawab, Mitha sudah hilang dibalik pintu kaca. Anak buahnya yang sedang menata barang seketika menghentikan pekerjaan mereka dan memilih menguping pertengkaran manajer dan juga pemilik tempat ini.

“Mitha beneran marah? “tanya Pamela sambil bersandar di tembok. “kamu jangan langsung konfrontasi dia. Bisa kan ngomong baik-baik. Mitha lagi seneng atinya. Lo patahin semangatnya dengan argumen yang belum ke bukti kebenarannya. “

Gendhis menghempaskan diri ke kursi terdekat sambil memijit pelipis. Masalahnya dengan Emran belum selesai ditambah satu masalah baru. Kapan Gendhis akan sadar bahwa mengontrol mulut itu pilihan yang sangat bijak.

🥀🥀🥀

pengantin kelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang