Desir angin berembus pelan meniup anak rambut yang tersembul di balik tudung berwarna hitam sekelam malam. Kelopak mata yang sedang terpejam tidak terusik sedikitpun walau daun-daun berwarna kecoklatan yang berguguran hampir menutupi sekujur tubuhnya. Jika saja dadanya tidak bergerak naik turun--yang menandakan bahwa sosok itu masih hidup-- tentu saja orang yang melihatnya akan mengira dia telah meninggal. Bayangkan saja, bagaimana bisa sosok itu merebahkan diri dari sinar matahari mulai menampakkan di ufuk timur dengan lembut, hingga mentari hendak kembali ke peraduannya lagi. Tidak peduli dengan seberapa bising orang berlalu lalang, atau seberapa banyak gangguan yang muncul karena penasaran dengan sosok yang terlihat seperti manekin itu asyik terpejam. Mulai dari menarik tudung kepala sosok tersebut, mencoba membuka kelopak matanya, menarik baju yang dikenakannya, bahkan menimbunnya dengan daun-daun, berharap Sang Empunya akan terbangun dengan jengkel dan mengamuk pada mereka. Tapi, nyatanya ... Tidak ada satupun hal-hal menjengkelkan yang mereka lakukan terlihat berhasil mengusik sosok itu. Hingga akhirnya mereka menyerah dan membiarkannya terdiam tetap di tempatnya.
"Mau sampai kapan kau tertidur di sana? Kau sedang beradegan menjadi mayat?"
Kelopak mata itu perlahan bergerak, menampakkan iris berwarna kelabu kelam. Mengedip-kedipkan mata, lalu menyipit menatap sosok di hadapannya. Mendengus, dia kembali memejamkan mata. Sosok yang tengah berdiri itu mulutnya menganga tidak percaya. Bisa-bisanya dia tidak menghormati sosok yang paling disegani siapapun dan dimana pun dalam sekali pandang?!
Tanpa banyak bicara, sosok itu menarik tudung yang tengah dikenakan makhluk yang tengah memejamkan mata. "BANGUN, BODOH! KAU MAU MEMBUATKU DIHUKUM LAGI, HAH?!"
Bukannya malah bangun setelah diteriaki dan dimaki, makhluk yang tetap terpejam seolah tanpa dosa itu bergeming sama sekali. Entah terbuat dari apa telinganya hingga tidak pengang mendengar teriakan yang layaknya terompet sangkakala itu.
Dilemparkannya sosok yang terpejam itu kembali di atas rerumputan. "Kau memang orang yang paling menjengkelkan selama hidupku! Jika saja aku tidak ditugaskan untuk menyeretmu paksa karena itu merupakan tugas dari Ketua, aku tidak akan sudi menemuimu seperti ini!"
Tiba-tiba, di tangan kanannya muncul sebuah rantai besar dengan borgol. Dipasangkannya pada sosok yang tengah terpejam itu dengan paksa. "Hey! Kenapa kau mengganggu kesenangan dan ketenangan hidupku?! Lepaskan!" Sosok yang semenjak tadi terpejam, mendadak berdiri saat dipasangkan borgol.
"Seke, jangan kekanakan seperti itu. Kau bukanlah bocah berumur 5 tahun yang harus dipantau kemanapun saat bepergian. Tapi, sikapmu yang selalu menimbulkan kekacauan itu sangat menyusahkan! Sudah berapa banyak laporan keluhan tentang sikapmu yang suka melanggar aturan yang telah ditetapkan! Dan yang aku herankan, kenapa Ketua selalu membelamu?!"
Seke, sosok yang semenjak tadi berpura-pura tidur itu pun mengangkat bahu. Mana dia tahu? Apa alasan Sang Ketua yang sangat misterius itu mengangkatnya dan memilih untuk mendukung apapun yang dilakukannya? Dan, kenapa pula dia harus memikirkan hal-hal merepotkan seperti itu? Terlalu banyak yang perlu dipikirkannya daripada sekedar memikirkan masalah remeh seperti apa yang perlu dia perbuat agar semua orang menyukainya? Tidak, waktunya terlalu berharga untuk itu.
"Bilang saja, Ketua memanggilku untuk bertugas. Jangan bertindak berlebihan seperti ini. Dasar!" Keluh Seke seraya mengikuti sosok di hadapannya dengan menghentakkan kaki.
Suara langkah kaki bergema di sepanjang lorong gelap dengan sesekali dengkusan terdengar berasal dari sosok bermata kelabu. Wajahnya terlihat datar, namun siapapun yang berpapasan dengannya dapat merasakan aura mencekam yang menguar di sekelilingnya. Sungguh, dia sedang merasa kesal sekali karena ketenangan yang jarang sekali didapatnya itu diganggu. Sosok di hadapan Seke menyadari aura membunuh yang berasal dari belakang tubuhnya, segera berbalik dan melepaskan borgol yang sejak tadi menggantung di kedua pergelangan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life
Short StoryKehidupan yang berjalan monoton itu memuakkan, bukan? Atau itu hanya sekedar pikiran sosok yang tengah melempar batu ke sungai dan melihatnya tenggelam. Sampai suatu ketika, percikan kecil berwarna merah membuat hidupnya kembali berwarna.