•02• nggak siap

9 8 1
                                    

gue nggak pernah bener-bener siap

o0o

Ditatapnya rintikan hujan sore itu. Dari balik jendela kamar Zhenya termenung. Faktanya hari-hari Zhenya tidak pernah berakhir baik.

"Harusnya gue nggak ketemu dia, " karena mulai sekarang pelan-pelan mereka akan tau. Yang Zhenya sembunyikan selama ini.

Langit mulai menggelap, "sekeras apapun gue berusaha, kenapa takdirnya nggak mau berubah."

Sore itu, ketika matahari diambang batas, Zhenya menangis ditemani hujan.

Tok tok tok

"Zhe? Udah sore loh, kamu belum mandi kan?" Zhenya bisa mendengar suara bunda dari balik pintu.

"Iya Bun! Ini mau mandi kok!" Katanya sembari menghapus sisa-sisa air mata di pipi.

"Cepetan ya, nggak baik mandi sore-sore." Lalu setelah suara langkah kaki terdengar menjauh.

Zhenya menarik nafas, hampir saja.

Detik berikutnya Zhenya sudah beranjak dari tempatnya menuju kamar mandi di lantai satu.

Dan betapa sialnya dia ketika membuka pintu, karena di saat yang bersamaan Renjun juga membuka pintu kamarnya.

Demi apapun Zhenya berharap–

"Lo nangis?"

–agar Renjun tidak sadar. Tapi sepertinya terlambat.

"Hah? Enggak, tadi abis nonton drama." Secepat kilat Zhenya berlalu.

Renjun yang masih berdiri ditempat hanya menghela nafas, "selalu begini."

Kadang, ada kalanya Renjun benci saat hujan turun. Karena pada saat yang sama Zhenya akan berada di titik terendahnya.

Huang Renjun terduduk di tangga, dapat dilihatnya area dapur dengan leluasa. Cahaya remang-remang dari lilin di atas meja sudah cukup. Renjun tau jelas siapa yang duduk di meja makan sambil melamun menatap lilin yang perlahan mulai mencair.

Setengah dirinya bilang ia harus menghampirinya Zhenya di sana, tapi sesuatu lain memaksanya tetap diam. Lalu pada akhirnya Renjun memilih untuk tetap di tempat.

Hatinya serasa tergores ketika punggung Zhenya terlihat bergetar, lagi-lagi adiknya menangis.

"Kenapa lo nggak pernah mau lupain itu Zhe." Renjun berujar getir. Rasa-rasanya ia gagal menjadi sosok kakak untuk adik perempuannya.

Huang Zhenya tidak pernah baik-baik saja.

Hujan makin menjadi, seakan hadirnya bertujuan meredam tangisan Zhenya.

Renjun tidak bisa lagi, sambil menetralkan wajahnya ia berjalan mendekat. Duduk di samping Zhenya, mengusap pelan punggung gadis itu.

"Nggak bisa tidur?"

Zhenya hanya mengangguk, masih enggan mengangkat wajahnya.

Lagi-lagi Renjun hanya bisa terdiam sembari tetap mengusap lembut punggung Zhenya. Selalu seperti ini ketika hujan datang.

Sungguh Renjun jadi benci hujan.

"Kak Renjun, kalo nggak gara-gara gue kita seharusnya nggak usah pindah kan?" Tangisannya berhenti, berganti menjadi tatapan kosong Zhenya.

Renjun terdiam, tidak bisa dipungkiri sebagian hatinya bilang itu benar. Tapi dia juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Zhenya.

o0o

Leinwand Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang