•03• terungkap

11 8 2
                                    

Nana, lucu juga

o0o

Tengah malam Zhenya terlihat begitu resah. Rambut gadis itu berantakan, dengan kantung mata yang tercetak jelas juga perasaan cemas yang tak kunjung hilang.

Zhenya kehilangan sesuatu yang sangat penting. Satu sketchbooknya hilang. Padahal seingatnya kemarin ia letakkan di bawah bantal. Tapi kenapa sekarang hilang.

Andai isinya bukan hal yang ia sembunyikan mungkin Zhenya bisa biasa saja. Tapi itu, sangat penting.

Terlebih Renjun yang membelikannya.

Zhenya mengerang sebal, dan duduk asal di lantai.

"Kenapa lo?" Ah lelaki rooftop itu mengikutinya pulang.

Zhenya malah memberikan tatapan nyalang. "Heh itu mata mau gue colok?"

Zhenya mengubah posisinya menjadi telentang. Sekarang dia hanya bisa pasrah kalau-kalau seseorang menemukan benda itu.

"Lo kenapa sih?" Setan rooftop itu ikut kesal juga, padahal kan dia tidak salah.

"Sketchbook gue ilang," kata Zhenya lirih. "Padahal gue inget banget taruh itu di bawah bantal."

"Beli aja lagi." Setan rooftop ikut rebahan di samping Zhenya.

"Masalahnya itu isinya gambar setan semua." Zhenya menjeda, "kalo orang yang nemu punya penyakit jantung terus mati gimana?"

"Gue juga yang diteror anjir."

"Iya si, yaudah lo cari gih." Usulan yang sebenarnya tidak membantu.

"Lo mah bukannya bantuin." Lalu setelah Zhenya menggeplak kepala setan itu.

"KDRT LO!" Padahal sebenarnya ia tak merasa sakit.

"Kayaknya lo emang beneran masih hidup, gue bisa nyentuh lo." Zhenya mengamati lamat tangannya. "Emang sakit?"

"Kagak sih." Lalu cemoohan Zhenya terbit.

"Beneran lo nggak inget nama sendiri?" Sejujurnya Zhenya tidak kaget kalau ada setan yang lupa dengan namanya.

"Nggak tau, gue nggak inget apa apa." Setan itu tampak murung.

"Terus gue harus panggil lo apa?"

"Ganteng juga gapapa, kebetulan gue ganteng." Sekali lagi Zhenya menggeplak kepala setan itu.

"Yang bener dikit. Gue usir juga lo!"

Setan itu tampak merajuk, "ya kan gue juga gatau."

"Lo pas mati gak bawa apa apa gitu?"

"Lo tadi bilang gue belom mati!" Sewot lelaki itu.

"Oh iya, lo gak inget bawa apapun gitu pas mati suri?"

"GUE NGGAK MATI SURI YA ANJENG."

"YA TERUS LO MAUNYA APA ANYING." Kan, Zhenya jadi emosi, nyebelin sih.

"Apa kek gitu yang lebih manusiawi." Lelaki itu mendelik.

"SEKARANG GUE TANYA, SISI MANUSIA LO SEBELAH MANA? LO AJA BENTUKANNYA SETAN BEGINI."

"Iya juga."

Kepala Zhenya rasanya mau panas sekali. "Emosi kan gue jadinya."

"Lo udah pernah cek saku? Kali aja ada petunjuk." Susah payah Zhenya menormalkan emosinya.

"Nggak pernah sih, gue mager soalnya." Tangan lelaki itu bergerak, ah seperti dia temukan sesuatu. "Apaan nih?"

"Nametag? Lo ngapain bawa nametag?"

"Ya kalo gue tau mana mungkin gue tanya oon. Mana tinggal separuh lagi."

Nametag yang sudah patah itu hanya menunjuk satu suku kata. "Na?"

""Yaudah nama lo Nana aja." Ujar Zhenya tiba-tiba.

"Dih gak mau, kayak cewek. Ogah!" Balasnya sedikit berteriak.

"Ya daripada gue panggil setan? Mau yang mana?"

"Iya si, ah tapi masa Nana sih? Cewek banget, gue kan lakik."

Zhenya memutar bola matanya malas, "bodo amat nama lo Nana pokoknya." Final Zhenya.






























"Zhenya." Dari sana bisa Zhenya lihat, lagi-lagi Renjun.

Sama seperti tadi, berdiri di ambang pintu dengan tatapan aneh. Sial dia ketahuan lagi.

"Tidur ya?"

"I-iya Kak."

o0o



































































"Sekarang jelasin." Renjun menuruni tangga dengan sketchbook milik Zhenya di tangannya. Nafas Zhenya tercekat.

"Kak,"

"Jelasin, Zhenya."

Zhenya diam sebentar, "gue harus mulai dari mana." Batinnya berbicara.

"Huang Zhenya."

"Iya kak. Maaf." Zhenya menunduk dalam.

"Gue nggak suruh lo minta maaf."

Zhenya menghela nafas pelan. "Lo bawa sketchbook gue, lo pasti udah paham kan? Lo nggak bodoh kak."

Renjun mengangguk, "kenapa nggak pernah bilang?"

"Buat apa?" Ada hening sejenak, "terakhir kali gue bilang, bunda bawa gue ke psikiater."

Sekarang Renjun ingat bagaimana Zhenya menangis ketika bunda memaksanya ke psikiater. Renjun ingat karena setelahnya gadis itu demam tiga hari.

"Kalo lo mau tau, gue nggak pernah suka dikasih kelebihan kayak gini."

"Karena gara-gara kelebihan gue, ayah ninggalin kita."

o0o

sorry for typo(s)

꧁to be continued꧂

4 Desember 2022
Pipo

Leinwand Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang