Part 2

93 14 0
                                    


"Malam ini pulang terlambat lagi ?"

Kali ini, aku langsung menelepon Aldi, karena tidak ingin hanya menunggu seperti hari-hari sebelumnya.

"Maaf By, tadi ada sedikit masalah di tempat proyek, ini aku masih sama clien."

"Iya Al ngga apa-apa, udah makan malem kan tapi ?"

"Udah kok. Er udah tidur ya?"

"Udah dari tadi. Dia nanyain pipinya."

"Sorry." Ucap Al memelas.

"Hei, jangan sedih gitu sayang, aku udah jelasin kok, kamu fokus aja yah, yang penting jangan lupa makan. I love you."

"Love you more Mami Er."

***

"Kak, aku minta maaf karena abang udah nyakitin kamu"

"Ar, Kamu jangan mau menanggung kesalahan orang lain. Kak Rei baik-baik aja kok. Makasih ya udah mau dititipin Er."

"Kak, ditemenin Ar aja mau ngga, Er bisa sama aku." Ucap Abel dengan wajah sedih, aku yakin saat ini Ar dan Abel sangat mengkhawatirkan ku.

Tapi aku telah memutuskan untuk menyelesaikan  masalah ini sendiri tanpa melibatkan siapapun.

"Ngga apa-apa, biarin Kak Rei selesaiin ini sendiri."

Setelah berusaha membujuk untuk menemaniku, Ar dan Abel pun menyerah.

Ar, adik kandung Aldi, yang belum setahun ini melepas masa lanjangnya, dengan menikahi seseorang yang dijodohkan dengannya Abel. Aku hanya berharap, rumah tangga mereka akan bahagia untuk selamanya dan mampu melewati batu yang tentu saja pasti akan ada dalam kehidupan.

Harapan yang sebenarnya, do'a untuk rumah tanggaku sendiri.

Aku mengendarai mobilku dengan penuh hati-hati dan berusaha untuk menjaga agar emosiku tetap stabil.

Aku tahu dimana Aldi berada, dan aku tahu jika dia berbohong padaku.

Sekitar 20 menit, aku sampai.

Sebelum turun dari mobil, aku menarik napas panjang, dan mengeluarkannya lewat mulut.

"Please, semoga aku bisa selesaikan ini dengan tenang, ingat Rei, ada Er yang harus kamu jaga."

Aku turun dari mobil, dan mulai melangkah masuk, di sebuah restoran mewah di Jakarta.

Aku mengedarkan pandangan, dan berhasil menemukan sosok yang ku cari.

Dengan terus mengingat wajah Er, aku berusaha untuk mengendalikan emosi. Aku melangkahkan kaki, menuju meja 2 orang yang saat ini sedang bertukar tawa dalam kemesraan.

"Ehem, permisi." Ucapku dengan suara penuh ketegasan.

"It's okay, ngga usah tegang gitu Al mukanya, aku gabung yaa." Ucapku, lalu duduk di bangku kosong di depan mereka.

"Hai Rani, I think you know who I'm."

"By, pulang yuk, kita bicarain di rumah, Er kamu tinggal sendiri ?"

"No, ayok kita selesaikan di sini dan hari ini!" Ucapku tanpa ragu, "and, you know me, aku ngga mungkin biarin Er sendiri di rumah."

Al terdiam, dan Rani terlihat bingung. Ah, aku langsung menduga, kalau Rani tidak ternyata tidak tahu siapa aku.

Aku mengepalkan tangan ku kuat, dan berusaha meredakan emosi.

"Al, kenapa kamu bisa sejahat ini" gumam ku dalam hati.

"Al, kita udah bareng bukan cuma setahun atau dua tahun, kita udah banyak melewati berbagai fase kehidupan,

Kita pacaran 2 tahun, lalu menikah, dan sekarang Er udah 6 tahun. Dan selama itu, dari aku bangun tidur, sampai aku tidur lagi, fokus aku cuma tertuju ke kamu dan Er, semua yang aku lakukan untuk kamu dan Er. Kamu bahagia aku Al, kekuatan aku, alasan aku, sampai akhirnya Er hadir diantara kita, yang bikin semuanya semakin sempurna.

Tapi, inilah kehidupan, pasti akan ada badai di dalamnya."

"Al, kamu tau, aku bukan orang yang akan mempermasalahkan perasaan, Rani tertarik sama kamu, itu haknya dia, fitrah nya sebagai perempuan menyukai laki-laki. Tapi, Rani, ngga seharusnya kamu jatuh di milik orang lain!"

Aku marah, tapi tidak ada hentakan dalam nada bicaraku. Aku sedikit menegaskan, dengan penuh penekanan.

"By." Ucap Al, lalu meraih tanganku, dan aku menepisnya pelan.

"Aku belum selesai. Ini buka pertama kali, dan kita selalu berhasil melewatinya, tapi, sepertinya kali ini sedikit berbeda dengan yg sebelumnya.

Berulang kali aku mikir, dimana letak kesalahannya. Al, sorry kalau aku belum bisa jadi istri yang kamu harapkan, sorry karena aku belum cukup untuk menjadi satu-satunya di hati kamu. Di sini aku ngga bisa maksain apapun, semua keputusan ada di kamu Al, yang pasti aku ngga akan pernah mau untuk dimadu, dan aku akan selalu menjadi mami untuk Er.

Aku kasih kamu kesempatan satu minggu, Er biarin dia di rumah Ar, aku udah bilang kalau Mami Papi ada dinas di luar kota. Kamu jangan berani-berani ngambil Er dari aku!"

"Kamu pulang kan ?" Tanya Al dengan penuh hati-hati

"Ngga, dan ngga usah nyari aku, setelah satu minggu, kita ketemu di rumah."

"Rei, gimana mungkin aku biarin kamu ngga pulang, kamu masih istri aku."
Mendengar ucapan Aldi, aku tertawa sumbang.

"Wow, udah yaa, aku mau istirahat, capek. Oh iya, tolong jangan sampai Mamah (Ibu Aldi dan Ar) dan Gian tahu."

"Rei, makasih." Ucap Al pelan.

"Hmmm." Jawabku singkat, lalu beranjak dari tempat dudukku.

Aku keluar dari restoran dan menuju mobil ku. Saat sampai di mobil, tubuhku luruh seakan tidak memiliki kekuatan, aku duduk dengan bersandar di mobil.

Air mata yang sejak tadi ku tahan, berhasil mendesak untuk keluar.

Aku menangis tanpa suara. Berusaha menekan perasaan sedih, marah, kecewa, yang saat ini menggebu di hati ku.

Trust || vsoo 🥀 || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang