6. Give Up?

17 4 1
                                    

" Tolong, tolong lakukan operasi yang seperti dokter bilang, untuk biaya akan saya usahakan sesegera mungkin! "

Dokter dengan jubah putih itu menggeleng, menolak ucapan itu. " Saya secara pribadi mungkin akan membantu, tapi ini kebijakan rumah sakit Nona. Bagaimana bisa kami melakukan operasi jika Ny. Im masih memiliki tunggakan hitungan tahun? "

Gadis itu menangis ia tidak tau apa yang harus ia lakukan lagi " Tapi dok, saya tidak mungkin membiarkan kondisi eomma yang terus melemah. Saya mohon dengan sangat, tolong langsungkan operasi dan saya akan membayar lunas semua tunggakan itu. "

Sekali lagi, dengan penuh penyesalan dokter itu menolak " Maaf sekali, tapi nona. Operasi kali ini mungkin akan memakan biaya besar sekitar 2 juta won, dan tidak pasti akan hasil. Dimana artinya ada kemungkinan Ny. Im akan tetap dalam kondisi koma, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi rasanya ini sangat sulit untuk dilanjutkan. "

Gadis itu lemah akan cobaan ini, apakah mimpi siang tadi adalah pertanda dari ibunya? Ia sungguh tak bisa menyerah dalam titik ini, Satu-satunya kebahagiaannya adalah ibunya, lalu jika Ia menyerah akan ini... Bagaimana dengan hidupnya?

Ia menundukkan kepalanya, menangis dalam diam hingga air mata itu kembali menetes pada apron cafe tempat Ia bekerja. Jangan ungkit lagi bagaimana paniknya gadis itu harus berlari menyebrangi jalanan dan di tegur oleh penjaga dan beberapa perawat karena ulahnya.

Ketakutan...

Ia takut akan kehilangan ibunya.

" Sekali lagi saya memohon maaf Nona Nayeon, aku mengerti akan posisimu... Tapi saya tak bisa berbuat banyak, operasi mungkin tak akan membuahkan hasil yang pasti. Tapi tidak bertindak juga tak menjadi sebuah opsi yang baik... "

Lagi dan lagi, air mata itu terjatuh deras Hingga sekujur tubuhnya bergetar tak mampu lagi untuk berdiri. Dalam diam Ia menangis, menyembunyikan hatinya yang hancur berkeping-keping akan kenyataan jika sebuah akhir terburuk mungkin akan menimpanya.

Sesaat setelah dokter itu pergi, ia menghapus semua sisa air mata itu. Membersihkan semua kesedihan di wajahnya dan menenangkan dirinya yang masih saja terisak dengan pelan, dengan sekuat tenaga ia berdiri dan berhadapan dengan pintu ruang rawat milik ibunya.

Ia menatap sepasang sepatu usangnya, itu pemberian ibunya yang berharga, untuk ulang tahunnya yang ke 22, Ia sangat merindukan saat-saat itu.

Memori hangat itu menjadi sebagian besar kekuatannya untuk tak menyerah, Ia tak menyerah untuk mengulang kembali saat dimana Ia menghabiskan sebagian waktu dengan ibunya.

" Eomma, Nayeon datang... " Ucapnya saat kedua tangannya berhasil menggapai knop pintu dan membukanya.

Rasanya sakit sekali melihat masker oksigen harus terpasang kembali di wajah Eommanya yang cantik, baru saja Ia merasa semua akan membaik, nyatanya Eommanya harus lebih berjuang lagi demi dirinya.

" Eomma, apa eomma dengar aku? " Racaunya. " Aku bermimpi eomma sembuh dan memelukku. " Lanjutnya lagi. " Eomma, kau adalah penyemangat hidupku, untuk itu aku tidak akan menyerah. Setelah ini aku akan coba mencari Jeongyeon ataupun momo semoga mereka bersedia membantu ku, aku ingin sekali memberikan yang terbaik untuk eomma, walaupun eomma belum bangun, aku tidak akan menyerah. "

Lagi, air matanya menitik membasahi pipinya, tubuh dan pikirannya yang lelah tak berhenti untuk menyisihkan waktu untuk eommanya.

Sesaat, dengan jelas ia mendengar suara derap langkah kaki yang banyak menuju ke arah ruang rawat yang ibunya tempati, benar saja seorang dokter yang sama masuk dengan dua orang perawat.

Nayeon menatapnya bingung, hatinya hampir jatuh. Pikirannya telah menerka ada apa sebenarnya ini?

" Dok... Apa yang terjadi? " Tanya Nayeon menatapnya sangat bingung dan ketakutan.

" Nona, kita dapat melangsungkan operasi sore ini. "

" Benarkah dok? Terima kasih banyak, saya sangat berterima kasih! Saya akan segera kembali dengan uang operasi itu, saya berjanji untuk membayar uang operasi itu dokter! "

" Tunggu sebentar nona" Tahan seorang perawat dengan sebuah map dan papan pencatat di tangannya " Seseorang telah membayar seluruh biaya beserta tunggakan Ny. Im, jadi kita bisa melangsungkan operasi. " Jelasnya.

" Ne?! Siapa?! "

" Sebentar... " Perawat itu mulai beralih mencari nama itu " Ohh, atas nama Park Jin-young. "

" Apa?! "

Dokter dan kedua perawat itu saling bertatapan, hubungan pribadi tak ada kaitan dengan mereka bukan?

" Nona, jadi apa bisa ke ruanganku? Kita perlu membahas sedikit mengenai operasi ini dan untuk persetujuan operasinya. "

Kedua tangan gadis itu terkepal, sepintas ingatan tidak mengenakan dari pria bernama park Jin-young itu membuatnya berpikir kembali untuk menerima semua ini. Tapi...

" Nona, bisakah kita bicara? "

Nayeon mengerjapkan matanya, lalu mengangguk pelan. Sesaat setelah dokter keluar dari ruangan ia ikut mengekor di belakangnya.

Lorong kosong di depannya membuatnya lebih sadar jika seseorang tengah memperhatikannya dari ujung lorong lain, matanya tak salah menangkap jika pria itu berdiri di ujung sana dan memperhatikannya.

Harus kah ia berterima kasih? Haruskah?

Nayeon hanya menatapnya tanpa ekspresi yang pasti.


.

.
.
.

" Untuk tunggakan perawatan Ny. Im berjumlah 14 juta won, biaya perawatan dan kamar perawatan setiap bulannya. "

Pria itu mengangguk pelan mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya, ia tak mungkin membawa 14 juta won dalam bentuk cash kan?

" Biaya operasinya? "

" Ah? Apakah tuan akan membiayai itu juga? Ny. Im perlu melakukan operasi darurat karena kondisinya yang kembali tidak stabil. "

" Ku kirim 50 juta won, tolong urus semuanya. "

" Tidak bisa tuan, kami tidak menerima prosedur seperti ini. "

Jinyoung menghela nafas lalu mengeluarkan kartu namanya " Masukkan data ku untuk informasi penagihan ny. Im kepadaku setiap kali "

" Baik tuan... "

Selasa , 21 Feb 2024

Love For SaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang