Tempo langkah kaki itu kian bertambah seiring bertambahnya dering bel yang ditekan.
Tamu tak tahu diri sudah datang rupanya.
Jungwon mengacak-acak rambutnya yang baru saja sengaja diguyur air, membuat kesan seperti ia terburu-buru menyambut sang tamu. Ia juga melepaskan kemeja birunya---menyisakan kaus hitam polos---kemudian membuka pintu sambil memakainya kembali. Akting yang bagus, Yang Jungwon.
Gadis muda di hadapannya, Haerin, berdecak sebal ketika melihat wajah menyebalkan Jungwon. "Kakak lama. Aku pegal, tahu."
Jungwon pun berdecak, "Kau yang datang terlalu pagi, bocah. Aku jadi buru-buru memakai baju tanpa mengeringkan rambut."
Tapi, Haerin tidak tertipu. Ia sudah mengenal Jungwon sejak bayi, membuatnya hafal dengan kelakukan kakak sepupunya ini. "Aktingnya kurang bagus. Kalau mau berpura-pura habis mandi, jangan lupa memakai parfum. Dari Kakak tidak tercium bau harum sabun."
"Ini yang kamu katakan setelah sekian lama bertemu lagi dengan sepupumu, Haerin?"
"Dan ini adalah sambutan yang aku terima dari sepupu yang sudah lama tidak aku temui, Kak Jungwon?"
Keduanya bertatapan dengan sengit. Masih berada di depan pintu rumah. Akhirnya Jungwon mengalah, ia mengakhiri tatapan sengit itu dan membiarkan gadis yang lebih muda tiga tahun darinya itu masuk.
"Mana cookiesnya?"
Lihatlah. Gadis itu bukannya duduk sambil mengobrol tentang kabar masing-masing malah langsung menanyakan makanan kesukaannya.
"Kamu pernah belajar etika bertamu tidak, sih?" Jungwon heran. Haerin ini sepupu siapa, sih?
"Itu tidak diperlukan jika berkunjung ke rumah Kakak, 'kan? Toh, Kakak juga tidak suka basa-basi."
Perkataannya memang benar. Tapi Jungwon jadi kesal karena tidak bisa membalas. "Di meja makan," katanya dengan ketus untuk menjawab pertanyaan Haerin sebelumnya.
"Baiklah. Aku sayang Kakak!" seru Haerin dengan ceria sambil berlari ke arah dapur. Sudah satu tahun ia tidak berkunjung ke rumah sepupunya ini, tapi tidak banyak yang berubah. Hanya ada beberapa peralatan makan baru yang Haerin tebak untuk menggantikan peralatan yang pecah karena keteledoran Jungwon.
Masa bodoh dengan peralatan-peralatan baru itu. Haerin hanya peduli dengan cookies kesukaannya. Setelah melihat sepiring penuh berisi kue kering, Haerin segera melahapnya tanpa pikir panjang sedang Jungwon menyusul di belakangnya.
"Kalau sesuka itu dengan cookies, kenapa kamu tidak mencoba untuk bertunangan dengannya?" tanya Jungwon asal sambil menggelengkan kepala tidak habis pikir.
"Twidhak," jawab Haerin dengan mulut penuh. Setelah menelan makanan di mulut, ia melanjutkan, "Aku akan menikahinya."
"Stress," gumam Jungwon, sembari mengambil satu buah cookies di atas piring. Ia memakannya dan mengakui jika cookies itu lebih enak daripada di toko langganannya.
"Enak juga, ya," komentar Jungwon. Haering mengangguk dengan semangat.
"Haerin, satu tahun lalu saat kamu berkeliling kota dengan Sunoo, kamu pernah mendengar atau melihat tentang Grootmoeder's Cake Shop?"
"Tidak. Apa itu toko baru?"
"Melihat bangunannya sepertinya sudah lama. Cookies ini aku beli di sana."
"Oh, ya!?" Mata Haerin berbinar-binar. "Ini enak sekali! Kokinya pasti sangat jago memasak. Omong-omong, di mana letaknya?" katanya dengan semangat.
"Ujung jalan kota," balas Jungwon, kemudian bangkit untuk membuat susu. Ia lupa menyiapkan minum untuk tamunya.
Haerin tampak berpikir sejenak. "Seingatku, saat aku berkeliling, di ujung kota hanya ada toko buku yang nyaris bangkrut."
"Benar, 'kan? Aku bingung karena tidak pernah mendengarnya sekalipun dari Sunoo."
"Mungkin itu toko baru yang didesain seperti bangunan lama. Oh, ya, tadi aku lihat rumah Kak Sunoo sepi. Dia sedang pergi?"
Tangan Jungwon yang sedang meracik susu terhenti. Helaan napas terdengar jelas di telinga Haerin.
"Sunoo meninggal."
Ekspresi Haerin berubah. Tidak ada binar gembira di matanya. Gadis itu terlihat suram hanya dengan dua kata yang dilontarkan Jungwon.
"Jangan bercanda ...."
"Mana mungkin," Jungwon menyajikan susu hangat di depan Haerin. Mata sepupunya itu berkaca-kaca, membuat Jungwon tidak tega. Lantas ia beralih ke sisi meja satunya dan memeluk Haerin dengan erat, membiarkan sang gadis menangis keras di dekapannya.
"Kak ... K-Kak Sunoo ...."
"Aku juga tidak tahu. Saat pulang, aku hanya mendapat kabar tentang kematiannya. Katanya ia dibunuh."
Isakan Haerin semakin kencang. Ia tidak menyangka orang sebaik Sunoo dibunuh.
"Jangan menangis, Sunoo bisa ikut sedih. Nanti sore mau ziarah ke makamnya?"
Pertanyaan Jungwon pun dibalas dengan sebuah anggukan singkat.