Chapter 3 - Meet Adhikari Daniswara, New Lover

427 25 0
                                        


Bekerja sebagai partnership associates membuat Shanien menjadi lebih banyak bicara kepada orang-orang. Dulu, dirinya sama sekali tidak bisa berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain. Pasti dia akan canggung dan berakhir dengan dirinya yang lebih memilih untuk mendengarkan saja. Tapi, kini dia lebih terbuka. Obrolannya dengan orang asing akan nyambung begitu saja.

Shanien dituntut untuk merubah kepribadiannya oleh keadaan yang dia hadapi.

"Good job, Bu Shanien. Saya sangat senang bisa bekerja sama dengan Anda." Salah satu co-worker-nya memuji dirinya setelah dia rapat dengan pihak eksternal perusahaan. "Saya yakin perusahaan ini juga maju karena Anda."

Shanien hanya tertawa kecil dan menganggukkan kepalanya dengan wajah yang memerah mendengar pujian itu. Dia memang bergabung dengan start-up ini sejak berdirinya perusahaan itu. Dia menjadi salah satu orang penting di sini. Tapi, hal itu tidak membuat dirinya besar kepala ataupun mendapatkan perlakuan spesial dari yang lain.

"Terima kasih, Mbak. Saya juga sangat senang bisa bekerja dengan Anda." Shanien menepuk pundak rekan kerjanya. Lalu, dia pamit untuk makan siang.

Shanien adalah single parent dan keuangan keluarganya diatur oleh dirinya sendiri. Shanien tidak bisa membiarkan dirinya boros dengan makan siang di tempat fancy yang berada di sekitar distrik perkantorannya ini.

"Mbak Sha, mau makan?"

Shanien mengangguk. "Kamu?" tanyanya pada Nita, anak internship yang menjadi bawahannya di kantor.

"Aku mau ke Sushi Tei. Mbak ikut?"

Shanien tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Silakan saja." Walaupun harga makanan di tempat itu tidaklah terlalu mahal bagi rata-rata orang Jakarta, tapi lagi-lagi, Shanien tidak boleh boros. Dia harus hidup hemat demi dirinya, Gemi, dan nasib mereka. Mengadu nasib di Jakarta tidaklah mudah.

Shanien melipir menuju kafetaria di lantai dua belas, cukup jauh dari lantai kantornya. Di sana, kafetaria sudah dipenuhi oleh banyak karyawan yang makan siang. Shanien menjatuhkan pilihannya pada soto ayam dan jus jeruk untuk dirinya makan siang hari ini dan dia harus mengantre dengan karyawan lain untuk mendapatkan menu itu.

"Shanien."

Shanien menolehkan kepalanya dan tersenyum mendapati salah satu teman kantornya yang berada di belakangnya. Adhikari Daniswara, manajer dari divisi bisnis, yang merupakan salah satu orang yang terkenal di kantor mereka. Parasnya menawan, sangat dewasa, kata-kata yang dikeluarkannya selalu saja bijak. Banyak anak kantor yang kecantol dengan pesona Dhika—nama panggilannya. "Hai." Shanien membalas sapaan Dhika. Dia dan pria itu tidak terlalu dekat. Hanya pernah beberapa kali bertemu dan berada di satu meeting yang sama.

Shanien cukup terkejut karena Dhika mengetahui namanya. "Kamu pesan soto juga?" tanya pria itu. Padahal sudah jelas-jelas mereka berada di garis antrean yang sama.

"Iya. Kamu?" Shanien mencoba berkomunikasi dua arah agar dirinya tidak berada di keadaan canggung dengan Dhika.

"Sama."

Kemudian, giliran pesanan Shanien yang sudah selesai, membuat dirinya menghembuskan napasnya lega karena steidkanya bisa menghindari Dhika juga percakapan mereka yang canggung.

"Kamu duduk di mana?" Hampir saja Shanien menumpahkan nampan yang di atasnya terdapat soto ayam juga jus jeruk pesanannya, karena Dhika yang tiba-tiba berada di belakangnya lagi. "Oh, maaf. Aku mengagetkan kamu, ya?"

Shanien baru saja akan memarahi Dhika. Namun, dia ingat bahwa Dhika bukanlah teman dekatnya dan bisa jadi masalah jika Shanien melakukannya. Dia lalu hanya tersenyum kecil dan menghela napasnya. "Sedikit," jawabnya. "Hm ... aku akan duduk di sana." Shanien melanjutkan.

Dhika melihat tempat duduk di pojokan yang ternyata tersisa dua kursi. Dia menganggukkan kepalanya. "Baiklah, ayo." Dhika sudah berjalan lebih dulu dibandingkan Shanien yang membuat Shanien mengeryitkan dahinya. Apa pria ini baru saja mengajaknya untuk duduk bersama?

Tunggu, kenapa tiba-tiba?

Apa Shanien boleh menolak ajakan pria ini?

Tapi, lagi-lagi Shanien terlalu takut untuk melakukannya. Dia memilih untuk menuruti pria tersebut. "Kamu tidak bersama teman-teman kamu?" tanya Shanien ketika dia duudk di hadapan Dhika. Dia tahu kalau Dhika adalah tipe cowok yang senang bergaul. Temannya banyak dan gaya hidupnya memenuhi gaya hidup impian anak-anak Jakarta. Nama belakangnya; Daniswara, adalah nama belakang yang membuat orang lain langsung tahu kalau dia berasal dari keluarga berada. Dia salah satu old money dan katanya harta ayahnya juga banyak.

Shanien tahu itu semua dari teman-temannya yang sering bergosip di meja kantornya.

"Tidak. Aku sedang ingin makan di sini. Sepertinya sudah lama sejak terakhir kali aku memakan soto."

Shanien tersenyum. See? Dia tipe pria yang akan menghabiskan banyak waktu di Plaza Senayan tanpa memikirkan budget.

"Kamu sendiri?"

Shanien menggelengkan kepalanya. "Aku memang sering makan sendirian di sini." Dia memakan sotonya dengan tenang. Tidak pernah menyangka kalau ucapan Dhika selanjutnya hampir membuat dia tersedak.

"Kalau begitu, aku akan menemani kamu terus."

Shanien terbatuk karenanya dan hampir membuat soto dari mulutnya tersembur. Untung saja dia masih bisa menahannya.

"Astaga, Sha, kamu tidak apa-apa?"

Shanien mengangguk-anggukkan kepalanya sambil sibuk meminum jusnya. Astaga, bisakah pria ini sekali saja tidak membuat dia terkejut? Shanien menghela napasnya setelah dia mulai tenang. "Aku tidak apa-apa," jelasnya.

Dhika sempat terdiam dan menatap wanita itu. "Baiklah."

Lalu, mereka melanjutkan makan siang mereka dengan obrolan seputar pekerjaan.

"Bagaimana kabar anak kamu?"

Shanien mendongakkan kepalanya dari mangkuk soto ayamnya yang kosong, demi menatap wajah Dhika yang kelewat polos saat menanyakan hal tersebut. Masalahnya, hanya beberapa orang saja yang tahu kalau dirinya adalah single parent. Apalagi, Dhika berada di divisi yang berbeda dengannya. Tentu saja Shanien terkejut saat tahu Dhika mengetahui statusnya—dan anaknya. "Baik. Sejak kapan kamu tahu kalau aku sudah punya anak? Sepertinya, wajah tidak bisa membohongi, ya?" canda Shanien.

Dhika tertawa mendengarnya dan dia menggelengkan kepalanya. "Aku tahu dari Nita. Anak magang kamu itu sangat suka bercerita, ya."

Shanien menimbang sebentar statement dari Dhika. "Well, antara dia yang memang tidak sengaja bercerita atau memang kamu yang menanyakan." Shanien sudah dua bulan mengenal Nita dan tidak sulit baginya untuk membaca karakter anak magang di bawah bimbingannya itu.

Adhikari Daniswara hanya tersenyum kecut. "Iya, aku mengaku, aku memang yang menanyakannya."

Shanien tertawa melihat raut wajah bersalah dari Dhika. "Padahal kamu bisa menanyakannya langsung padaku. Aku tidak akan keberatan."

Mendengar kalimat Shanien yang sangat santai dan tenang, membuat Dhika lega. Dia menganggukkan kepalanya. "Karena aku sudah mendapatkan persetujuan dari kamu, aku akan menanyakan semua tentang kamu mulai dari sekarang."

Shanien merasakan jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Tidak, dia tidak suka pada Dhika, tapi ... perlakuan Dhika ini ...

Sudah lama Shanien tidak menerima perlakuan seperti itu.

"Dipersilakan, Pak Adhikari."

Dan Dhika tertawa renyah.

***

Let's Talk About Everything Again (Avaiable on Good Dreamer)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang