Bukan hal yang mudah bagi Shanien untuk mengakui keadaannya yang kacau-balau pada orang lain. Tapi, bukan yang sulit pula bagi orang lain untuk melihat bagaimana keadaannya sekarang. Reksa bukan orang yang bodoh, jadi pasti mantan suaminya itu sudah tahu bagaimana keadaan dia.
Tidak ada gunanya lagi Shanien menutupi apa yang dia rasakan.
"Apa jawaban itu membuat kamu puas?"
Reksa sempat terdiam dan yang dia lakukan adalah menatap Shanien saja. "Reksa, aku mencoba untuk bertahan hidup. Demi aku dan Gemi, aku tidak ingin kamu datang begitu saja—untuk alasan yang tidak jelas—dan membuat keadaan semakin kacau."
Reksa menaikkan sebelah alisnya. "Saya membuat semuanya menjadi kacau, Shanien?"
"Iya. Dari dulu, ketika kamu datang di hidup aku, membuat kita memiliki Gemi, dan membuat aku menjauh—harus menjauh—dari keluargaku. Apa kamu tidak sadar kalau hidupku semakin berantakan karena kamu?" Shanien ingin menangis. Ini kali pertama dia mengungkapkan apa yang dia rasakan pada orang lain. Selama ini, keluarganya mungkin tahu bagaimana kesulitan dia, tapi Shanien hanya membiarkan mereka menerka. Tidak pernah sekalipun Shanien mengungkapkan dengan jelas.
Reksa menarik napasnya perlahan dan menghembuskannya. "Shanien, dan saya kemari untuk membantu kamu. Mungkin memang kita sudah bercerai, tapi itu tidak membuat saya harus melepaskan tanggung jawab saya kepada anak saya sendiri, bukan?"
Shanien tersenyum miring. "Kamu sudah melepaskannya sejak detik pertama kamu pergi dari rumah kita dulu." Rumah kita. Ada nyeri di dadanya yang tiba-tiba saja menyeruak ketika Shanien mengatakan hal itu. Astaga, Shanien tidak suka dengan keadaan yang seperti ini. Dia tidak suka ketika Reksa harus datang kembali ke kehidupannya yang sudah porak-poranda.
Sementara di lain sisi, Reksa tahu kalau dirinya tidak bisa menenangkan Shanien sekarang. Kesalahannya sudah terlalu banyak untuk membuat Shanien memaafkannya. "Saya tahu dari Felix, kalau kamu bekerja banting tulang untuk Gemi."
Shanien mendengarkan. Sembari dia mencoba untuk menetralkan degup jantungnya.
"Sha, bukankah saya memberikan uang saya juga untuk kalian dan Gemi? Saya kaget ketika mendengarnya. Saya tahu saya salah karena meninggalkan kamu, tapi saya memastikan hidup kalian terpenuhi. Uang yang saya beri ternyata tidak pernah kamu pakai." Reksa terlihat khawatir. Setelah bercerai, Shanien memang menjaga jarak dari mantan suaminya itu, hingga sangat sulit bagi Reksa hanya untuk menemui anaknya saja.
Tapi, Reksa tetap memberikan apa yang menjadi hak mantan istrinya dan putrinya. Reksa memberikan hampir enam puluh lima persen dari pendapatannya untuk Shanien, dia juga menjadi salah satu investor di salah satu perusahaan, dan kini diberikan atas nama Shanien.
Reksa terkejut ketika Felix mengatakan bahwa uang dari Reksa selama ini tidak pernah sepeser pun dipakai oleh Shanien.
"Sha, kenapa?"
Shanien menatap Reksa dengan tatapannya yang ... menahan benci.
"Apa menurut kamu, Reksa, aku akan tetap memakai uang dari orang yang sudah meninggalkan aku dan anakku? Aku memang hancur, tapi aku tidak lemah. Dari pada memakai uang dari pria yang paling aku benci, lebih baik aku banting-tulang sendiri." Reksa bisa melihat kemarahan di tatapan Shanien. Dan Reksa tidak menyalahkan Shanien untuk itu.
"Shanien, tapi saya ingin memastikan—"
"Tidak perlu. Kamu tidak perlu memastikan apakah aku dan Gemi hidup layak atau tidak. Jika kamu mengkhawatirkan anak kamu, anak kamu baik-baik saja. Dia mungkin kekurangan sosok Ayah, tapi aku sebagai Ibu, tidak akan membiarkan dia kehilangan kasih sayang." Shanien berkata dengan tegas. "Jadi, setelah ini, kamu bisa kembali—ke manapun kamu berasal—dan cobalah untuk menghindari kami."
"Shanien, dia anak saya juga. Apa kamu mau membiarkan anak kita tidak mengenal ayahnya sendiri?"
"Ya," Shanien berkata tanpa pikir panjang. "Aku akan membiarkan Gemintang untuk mengenal bahwa dia selama ini, bersama seorang Ibu yang kuat dan mau mempertaruhkan apapun untuk dia. Dia tidak perlu tahu ayahnya yang tidak tanggung jawab."
Reksa tentu saja sakit hati dengan apa yang dikatakan oleh Shanien. Adalah hal yang terberat baginya ketika dia berpisah dari Shanien, dia juga harus berpisah dari putrinya. "Saya tahu saya sudah terlambat untuk meminta maaf."
"Memang."
"Izinkan saya bertemu dengan Gemi, Shanien."
Shanien menggeleng tegas. "Tidak."
"Shanien—"
"Tidak, apa kamu tidak mengerti? Kamu yang lebih dulu meninggalkan kami berdua. Kamu juga yang menjadi pria delusional yang menganggap kekasih kamu yang sudah tiada bisa bangkit dari kuburnya dan membuat kamu meninggalkan keluarga kamu sendiri." Shanien tersenyum miring pada Reksa ketika dia tahu apa yang dia katakan sudah bisa membuat Reksa terdiam.
"Kamu ingin aku menyebutkan semua fakta-fakta soal pernikahan kita?"
Reksa tetap bergeming. Ada satu fakta, yang sebenarnya tidak bisa dia katakan pada Shanien—tidak akan bisa. Dia membiarkan Shanien percaya akan satu hal itu; bahwa dia yang meninggalkannya. Tapi, Reksa tidak menjelaskan apa yang sebenarnya dia perjuangkan dulu.
"Sekarang, kembalilah ke wanita itu, Reksa."
"Tidak, Shanien. Saya kembali ke Jakarta, bukan untuk diusir oleh kamu." Reksa mengangkat suara.
"Reksa." Shanien mendesah sebal dan memijat pelipisnya karena kepalanya pusing. "Reksa, tolong pergi saja—"
Ponsel Shanien berdering. Membuat percakapan mereka terhenti untuk sementara. Shanien berdecak kesal. Dia mengangkat ponselnya, karena menurutnya panggilan ini—entah dari siapapun itu—lebih penting dibandingkan obrolannya dengan Reksa.
"Halo?"
"Halo, Bu Shanien?"
Shanien mengeryitkan dahinya. Dia tidak sempat melihat ID Caller-nya tadi, ternyat ayang meneleponnya adalah pendamping Gemintang di day care. "Iya, Bu?"
"Maaf, saya ingin memberitahu. Tadi Gemi sedang bermain dengan temannya dan terjatuh dari seluncuran. Kami sudah menjaganya, tapi tadi sedang banyak anak juga yang dititipkan. Salah satu guru yang berada di lokasi tadi tidak sengaja tidak mengawasi Gemi." Terdengar nada bersalah sekaligus takut. Shanien sendiri di tempatnya tetap terdiam. Terlalu terkejut dengan apa yang dia dengar tadi. Tapi, dia juga tidak mau terlalu panik.
"Bu, lalu keadaannya bagaimana? Anak saya tidak apa-apa, 'kan?"
"Bu Shanien, maaf, saya benar-benar minta maaf. Gemi dilarikan ke IGD."
***
Shanien tidak menunggu waktu lama, dia segera mematikan panggilannya dan membawa tasnua segera. Melihat mantan istrinya yang tiba-tiba ingin pergi, membuat Reksa mengeryitkan dahinya bingung. "Shanien, ada apa?" tanyanya.
Shanien tidak mendengarnya. Tetap dia akan meninggalkan Reksa, namun Reksa ikut berdiri.
"Shanien, kenapa?"
Shanien menghela napasnya. Air matanya sudah akan tumpah. "Bukan urusan kamu."
Reksa bersikeras untuk tidak membiarkan Shanien pergi. "Gemi, bukan? Ada apa dengan Gemi? Kenapa anak kita, Sha?"
Anak kita. Miris sekali.
Shanien menggelengkan kepalanya. "Tolong, aku harus menemui dia."
Reksa menggeleng juga. "Tidak. Kita ke sana bersama."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Talk About Everything Again (Avaiable on Good Dreamer)
RomanceShanien dan Reksa sudah usai sejak empat tahun yang lalu. Tapi, mereka bertemu kembali; dalam keadaan yang lebih baik, pikiran yang sudah sama-sama dewasa, dan mental yang lebih siap. Akankah ada kesempatan lagi bagi mereka? Atau, memang sudah sehar...