Basket Ball

25 3 0
                                    

Plak!

Satu tamparan mendarat mulus di pipi kiri Febby saat dia sedang melihat pantulan dirinya di cermin toilet. Rona kemerahan langsung timbul disana karna tamparannya cukup keras.

Febby menatap gadis yang menamparnya dengan tenang, meneliti dengan seksama dan matanya menangkap sesuatu. Badge almamater gadis di depannya hanya ada satu garis. Itu berarti dia kelas sepuluh. Dua tingkat lebih rendah darinya.

"Dasar pelakor!" Maki gadis itu.

Febby menautkan kedua alisnya. Sama sekali tidak kenal dan tiba-tiba ditampar adek kelas bukan hal yang Febby inginkan saat di toilet. Sekali lagi, Febby mencermati badge di dada kiri gadis itu. Aura Debyanca.

Telapak tangan Febby gatal. Rasanya ingin sekali menampar balik sekalian mematahkan tulang ekor Aura.

"Lo nggak laku, ya? Sampe harus gatelin cowo orang?!" ujar Aura.

Febby tetap tenang dan tidak terbawa emosi walau sebenarnya dia bisa saja menampar balik, tapi enggan dilakukannya. Dia hanya menaikkan salah satu sudut bibirnya kemudian keluar dari toilet siswi tanpa menjawab pertanyaan gadis itu. Lalu dengan sengaja Febby menabrakkan pundaknya ke tubuh Aura membuat gadis itu bertambah emosi.

"Jangan mentang-mentang lo cantik," Aura menarik tangan Febby.

Febby menepis tangan itu. "Lepas!" tegasnya.

Plak!

Satu lagi tamparan Febby dapat dari Aura. Tangannya reflek memegangi pipi. Napasnya mulai memberat. Febby hanya punya dua pilihan, berusaha supaya tidak kelepasan emosi atau semua akan berantakan. Tentu saja Febby pasti memilih tetap tenang. Lagi pula, Aura belum tentu tau jika Febby sudah kelas duabelas.

Aura tersenyum puas. "Itu tamparan buat cewek yang udah gatel ke cowok gue!" Dia melesat pergi.

"Ck, dia siapa?" ucap Febby lamat-lamat kemudian berdecak kesal. "Harusnya gue tampar balik!"

[]

"Kak Dewa!"

Merasa namanya dipanggil, cowok dengan hoodie hitam langsung menoleh.

Mendapati sesosok gadis yang sedikit tidak asing, Dewa tak menjawab. Dia hanya diam di tempat sampai gadis itu mendekat.

"Ini buat Kak Dewa." Gadis itu menyodorkan kotak bekal berwarna biru. "Dimakan ya kak,"

"Makasih," ujar Dewa ragu-ragu karna tak mengingat persis siapa gadis dihadapannya ini.

"Kak Dewa nggak inget aku, ya?" Gadis itu menaikkan kedua alisnya.

Agak lama Dewa berfikir, dia akhirnya tersenyum kecil. "Dari SMP Harapan, kan?"

Gadis itu tersenyum. "Iya. Aku duluan ya, Kak. Jangan lupa dimakan."

Dewa menenteng kotak bekal sampai ke lapangan basket yang sudah ramai. Diletakkannya kotak biru itu di bangku panjang. "Nih. Yang mau makan aja."

"Dari siapa lagi, tuh?" tanya Haikal, cowok berambut ikal ditengah lapangan ketika melihat Dewa menenteng kotak bekal tadi.

Dicky, cowok lebih pendek disebelahnya melemparkan bola basket ke arah Haikal. "Siapa lagi kalo bukan fans-nya."

Haikal tertawa mengejek. "Ya kali aja si mantan ketua OSIS udah ngebuka hatinya buat kapten basket kita,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

29 FebruariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang