Tiga hari berlalu sejak Alvaro dirawat di rumah sakit, hari ini dia sudah beraktivitas seperti biasa, kembali menjalani kewajibannya sebagai seorang siswa. Sedangkan Bima, dia sudah keluar sehari sebelumnya, dan akan menjalani perawatan di rumah selama satu sampai dua bulan untuk kesembuhannya.
Seperti biasa, koridor sekolah mendadak ramai saat tiga motor ninja berwarna merah itu memasuki pekarangan sekolah. Scarlet yang terburu-buru menjadi susah berjalan karena kerumunan.
"Permisi, permisi," ujarnya, tapi siapa yang peduli? Semua orang sibuk dengan ponsel mereka untuk memotret tiga orang itu yang menjadi objek utama.
Ia menghela napas kasar, padahal pagi ini ia jadwal piket kelas. Jika ia terlambat maka namanya akan dicatat, dan ia akan dihukum. Sepertinya ia mengalami nasib sial hari ini, setelah ketinggalan bus, ia juga terjebak kerumunan di Koridor.
"Oh, astaga," gumamnya, tak ada yang dapat dilakukan selain menunggu sekarang. Ia merogoh ponselnya memeriksa jam berapa saat ini, tiba-tiba seseorang menggandeng tangannya, menariknya membelah kerumunan. Kerumunan terbelah, Orang-orang beralih memekik histeris menatap mereka. Pasalnya, orang yang menariknya sekarang adalah objek utama mereka, Alvaro.
Scarlet hanya menundukkan kepala, berharap orang-orang itu tak melihat wajahnya. Ia sangat malu dan merutuki dirinya, seharusnya ia tak ketinggalan bus hari ini, atau ia tak pergi ke sekolah sekalian.
Alvaro membawanya ke rooftop, Scarlet menebak Alvaro pasti akan memarahinya karena ia yang melapor ke polisi. Jantungnya berdegup dua kali lebih kencang, badannya keringat dingin, apakah ia akan mengalami patah rahang sekarang? Pikirnya.
"Sorry kalo lo mau ngomong nanti aja, gue harus piket sekarang." Scarlet berusaha melepas gandengan itu, ia harus pergi. Namun, bukannya terlepas, Alvaro malah menariknya hingga tanpa sengaja kepalanya membentur dada bidang itu.
"Gue mau lo di sini," ucap Alvaro penuh penekanan, Scarlet menelan ludahnya kasar.
"L-lo mau apa?" gagap Scarlet.
"Gue cuma mau berduaan sama cewek gue." Jawaban yang tak terduga itu keluar dari mulut Alvaro. Scarlet tersentak kaget, bola matanya membulat sempurna, tapi segera mungkin ia menetralkan itu.
"Lo sakit?" tanya Scarlet hati-hati, ia mencoba menyentuh kening Alvaro, tapi pemuda itu dengan cepat menghentikan pergerakan tangannya.
"Nggak, gue baru keluar dari rumah sakit, dan cewek gue sama sekali gak jenguk gue," celetuknya terkekeh pelan. Scarlet benar-benar bingung, ada yang salah dengan Alvaro, kenapa pria itu bersikap sangat berbeda. Apa karena benturan keras di kepalanya itu membuat kerusakan pada sistem sarafnya, hingga berbuat demikian? Banyak sekali pikiran yang berkeliaran di kepala Scarlet sekarang, gadis itu mengernyit bingung.
"Lo, gak marah sama gue?" tanya Scarlet lagi, ia mencoba menatap netra legam Alvaro yang juga menatapnya.
"Awalnya gue marah karena lo yang ngelaporin ke polisi, tapi setelah itu gue dirawat di rumah sakit tiga hari. Tiga hari itu bikin gue mikir, dia mungkin bakal mati kalo gak ada polisi, dan kalo dia mati karena gue, gue bakal jadi buronan," terang Alvaro, Scarlet tergelak tanpa sadar melihatnya.
"Ternyata lo bisa mikir panjang juga," ledek Scarlet, gadis itu sudah menetralisir keterkejutannya sekarang.
Lama terdiam karena merasa sama-sama canggung, hingga dering ponsel Scarlet membuyarkan mereka. Itu panggilan dari Tara, baru saja Scarlet ingin mengangkatnya, Alvaro sudah lebih dulu merebut ponsel itu.
"Gak usah diangkat, gue mau suasana tenang sama lo di sini," pinta Alvaro, memasukkan ponsel Scarlet ke saku celananya.
"Kelas gimana?"
"Sesekali lo bolos." Tanpa sadar, Scarlet menjitak kepala Alvaro. Gadis itu gelagapan sekarang setelah mata elang Alvaro menatapnya tajam.
"M-maaf, g-gue ga-k sengaja," gagap Scarlet tak berani menatap wajah pria itu, ia merutuki kebiasaannya yang suka menjitak kepala Tara jika gadis itu asal bicara.
"Mampus," gumamnya memejamkan mata, tak berani lagi untuk membukanya.
"Lo gak usah gitu, gue gak marah," tuturnya terlihat santai.
"Gue bakal marah kalo lo gak nurut sama gue," lanjutnya membuat Scarlet tak mengerti.
"Maksudnya?"
"Ya kalo lo gak nurutin perkataan gue, misal gue bilang lo gak boleh pergi, tapi lo masih pergi, gue bakal marah. Jangan pergi tanpa seizin gue, jangan ketemu cowok lain," peringat Alvaro, lagi-lagi Scarlet meneguk kasar ludahnya. Setelah itu mereka kembali diam, sebenarnya ada satu pertanyaan yang benar-benar ingin Scarlet ketahui jawabannya, tapi ia tak berani untuk bertanya. Hingga beberapa menit berlalu, Alvaro menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya, sedangkan Scarlet berseteru dengan dirinya tentang pertanyaan itu, haruskah ia tanyakan? Atau tidak.
Hening, Scarlet menghirup udara sebanyak-banyaknya, ia akan mengumpulkan sedikit demi sedikit keberanian yang ia miliki.
"Al," panggilnya terasa gugup. Alvaro menaikkan satu alisnya.
"Sorry kalo nyinggung, tapi ini benar-benar pengen gue tanyain. Kenapa lo gak biarin gue pergi? Padahal gue cuma bahan taruhan kalian," ujar Scarlet pelan.
"Awalnya lo emang bahan taruhan, tapi sekarang gue gak mau lo pergi," jelasnya.
"Dan ya, tarik kata-kata lo waktu itu," titah Alvaro, Scarlet hanya mengangguk saja tanpa berani membantah.
"Selama lo nurut, semuanya bakal baik-baik aja. Dan itu terserah lo, gue pernah bilang, gue bisa bersikap baik dan kasar dalam waktu bersamaan, dan itu lo sendiri yang milih," sambungnya, Scarlet lagi-lagi hanya mengangguk saja. Gadis itu belum punya cukup nyali untuk membantah, apalagi orang itu seperti Alvaro, dia lebih baik mengumpat dalam hati agar lebih aman.
Percakapan mereka berlarut hingga banyak yang dibicarakan, sampaj bel istirahat berbunyi, mereka masih asyik dengan obrolan. Ini adalah sisi baru dari Alvaro yang tentu saja baru diketahui oleh Scarlet.
"Jangan lupa, pulang nanti sama gue," peringat Alvaro sebelum pergi bersama kedua temannya, sepeninggalan Alvaro, Scarlet bergegas menghubungi Tara lagi, untung saja gadis itu mengangkatnya.
"Ayo pergi ke kantin." Suara Tara di seberang telepon. Scarlet berhutang banyak penjelasan padanya sekarang.
"Iya." balas Scarlet lalu telepon ditutup
Orang-orang semuanya tengah membicarakan Scarlet karena kejadian tadi pagi, gadis itu bukan orang yang suka menjadi topik utama untuk dibahas, ia menundukkan kepalanya seolah tak melihat orang yang berlalu lalang mengatainya.
"Gak usah dengerin mereka, lo cukup jelasin ke gue tentang apa yang terjadi hari ini," kata Tara mengalihkan pusat perhatian Scarlet yang sedari tadi menatap kosong ke depan.
"Jadi--" Scarlet mulai menceritakan semuanya. Dan ekspresi terkejut Tara persis seperti Scarlet. Benar, bukan hanya Scarlet yang terkejut, tapi juga orang-orang yang menguping pembicaraan mereka sama terkejutnya.
"Wow, sulit dipercaya, apalagi pas gue denger gosip lo digandeng sama dia. Wah gak nyangka banget, dia bantuin lo," histeris Tara yang benar-benar syok, gadis itu tampak girang sendiri mendengar cerita Scarlet.
Tbc
Jangan lupa tinggalin jejak ya, see you in the next chapter❤
KAMU SEDANG MEMBACA
ALSCAR [OnGoing]
Teen Fiction"Jadi pacar gue, atau lo akan menderita." "Lebih baik gue menderita, dari pada gue jadi pacar lo!" #ALSCAR -Star : 17 April 2022