Part 16

150 17 0
                                    

4 Desember 2022

•••

"Eh, Galvin, Sabina, a-aku hanya bercanda, aku hanya bercanda, sungguh!" Sebelum digebuki lagi, Cellulla segera membentuk dua tanda peace di tangannya, menatap kedua anak itu bergantian. "Maaf, tapi Papa Cellulla yang tampan ini, bukan pemakan daging manusia, Papa Cellulla hanya bercanda, sumpah."

Dan kedua anak Brendon serta Sabrina, menatap dengan mata memicing, masih ragu.

"Dengar, dengar. Papa Cellulla, sayang kalian, sayang Mama kalian juga, dan pula ... sayang adik kalian."

"Adik?" Dan mendengar itu, mereka bingung.

Adik? Berarti mamanya ....

"Mama Papa bakalan punya Dedek lagi?" tanya Sabina, menatap sang ibu yang hanya bisa tersenyum kecut.

Yah, mereka tak bisa menyembunyikan soal ini lagi di hadapan anak-anaknya, kecuali bagian ini anak ada campuran Cellulla plus inilah bahan eksperimen alien mesum itu.

"Mm ... Sayang ...." Sabrina mendekati kedua putra putri mereka, memegang bahu masing-masing. "Untuk beberapa waktu ke depan, kalian ... harap menerima Papa kalian saat ini, ya. Ini cuman sementara, nanti ... Cellulla bakalan pergi, setelah misi dia selesai dari dunia kita, dan selama itu tolong jaga rahasia ini, karena bisa bermasalah buat kita semua nanti. Ngerti, Sayang?"

"Kapan dia pergi, Ma?" Sabina bertanya, menatap sang ayah, yang ikut menghampiri keduanya.

Sejenak, Sabina dan Galvin sedikit menghindar, Brendon tersenyum kecut, sadar pasti anak-anaknya takut lagi--meski Galvin sempat berani tadi. "Kita masih belum tau pasti, Nak. Cuma, perlu kalian tau, Papa masih di sini, dia cuman ... kayak ... nginep aja di badan Papa. Bukan apa-apa. Papa janji, setelah ini, semuanya akan normal lagi, Papa juga janji gak akan ada yang disakiti. Mama, kalian, semuanya. Kalian percaya ya sama Papa Mama?" pinta Brendon penuh harap.

Dan setelahnya, kedua anaknya tampak luluh mendengar itu, mungkin sejenak semua ini tak masuk akal, tetapi terlalu banyak hal tak masuk akal terjadi hingga menembus akal sehat. Jadi, merasa tak ada pilihan lain, Sabina dan Galvin bertukar pandang, sebelum akhirnya mengangguk setuju.

Orang tuanya tersenyum hangat.

"Anggap saja, Papa Cellulla yang tampan ini, tamu di keluarga kalian, kita bersenang-senang bersama, agree?" tanya Cellulla dengan wajah Brendon yang dibuat tengil.

"Om Cellulla!" Kedua anak Brendon meralat panggilan itu.

Cellulla agak cemberut setelahnya, tetapi melihat itu keluarga kecil tersebut tertawa kemudian.

"Awas ya kalau Om Cellulla jahatin Mama sama Papa aku!" ancam Galvin, menekan hidung sang ayah.

"Iya, bakalan kami bedah Om Cellulla biar keluar dari badan Papa!" Sabina menimpali.

"Wow, anarkis sekali, santai saja aku bukan alien jahat, tapi kalau kalian melakukan sesuatu padaku, ayah kalian yang kena batunya, kan ini badan ayah kalian." Cellulla dengan santai menggedikan bahu malas dan kedua anak Brendon melipat tangan di depan dada dengan kompak. "Well, hanya mengatakan fakta."

"Awas ya, Om!" ancam keduanya kesal.

Brendon memutar bola mata malas. "Whatever." Tingkah alien menyebalkan itu membuat Galvin dan Sabina memanas.

"Sayang, udah, ya." Sabrina menengahi, tak mau terjadi suaminya dipukuli, meski tak ada luka tetapi kasihan juga melihat anak-anaknya mem-bully ayah mereka sendiri.

Kan itu badan suaminya.

Sialan memang, Cellulla menang banyak.

"Omong-omong, aku sudah membeli banyak makanan, ayo kita makan siang, aku sudah sangat lapar." Mendengar ucapan Cellulla, mereka mau tak mau setuju, karena memang ini waktu makan siang keluarga mereka seperti biasa.

Sabrina dan anak tertua mereka, Sabina, menyiapkan makan siang di dapur, sedang Galvin dan Brendon menunggu duduk di meja dapur. Namun, tampak Brendon, tak bisa menahan dirinya untuk menyemil banyak hal. Galvin sekarang tahu, kondisi rakus ayahnya tadi yang tidak seperti biasanya, adalah tingkah alien di dalam tubuh ayahnya.

Galvin terus memperhatikan, betapa rakus dan seramnya sang ayah makan, tidak seperti biasa.

"Kenapa kau melihatku seperti itu, mau?" tawar Cellulla.

Galvin hanya menatap miris seraya menggeleng. "Kalau makan jangan rakus, kasian Papaku, nanti kalau keselek gimana!"

Mendengar kekhawatiran itu, Brendon tersenyum hangat. Keluarganya, sangat peduli padanya yang sangat menyusahkan.

"Yah, maafin Papa, ya, Galvin. Alien ini ... bikin Papa kayak genderuwo, dan entah kenapa lebih susah kenyang." Brendon menjelaskan perasaannya, memang seperti ada dua orang di dalam tubuhnya sekarang, dan satunya super rakus. Brendon rasa dia makan berkali-kali lipat dari porsi normal.

Namun, tubuhnya tak merasa akan meledak.

"Perut Papa gak papa?" Galvin bertanya penasaran, dan Brendon menggeleng. "Soalnya Cellulla ya yang ngambil makanannya, bukan Papa?"

"Yah, sepertinya begitu, kayak punya perut tambahan." Galvin mengangguk seraya berohria.

"Terus, kalau mau ee sama pipis, gimana?" Galvin benar-benar ke mode anak kecil kepo penuh rasa penasaran.

Brendon sedikit tertawa. "Sssttt, jangan ngomongin itu di meja makan." Ia menegur sang putra seraya mengusap puncak kepalanya, sedang ibu dan kakaknya tertawa karena interaksi aneh itu. Mereka menyimak saja pembicaraan mereka.

"Tapi kalau kau penasaran, akan kuberi tahu, aku mengeluarkan sampahku melalui urin ataupun ampas makanan sisa, mengikuti cara kalian saat ini." Brendon hanya bisa ber-poker face karena jawaban menyebalkan Cellulla, tetapi ia rasa itu menjawab rasa ingin tahu putranya. Sabrina menghela napas seraya menggeleng.

"Terus, Om Cellulla, bentuk Om gimana? Kayak jeli ya? Masuknya lewat mana? Terus Om Cellulla bisa keluar masuk gitu gak dari badan Papa kayak alien di film? Apa jadi suit kayak di film? Terus kalau di dalam Papa, letaknya di mana?" Dan baik Cellulla, Brendon, ibu dan sang kakak yang sedari tadi menyimak, sama-sama kaget dengan pertanyaan beruntun itu.

"Bisa satu-satu bertanyanya? Kau anak dengan rasa penasaran tinggi." Galvin hanya menyengir lebar. "Tapi baiklah, akan kujawab, untuk bentuk tubuh, aku mirip lintah, cacing, atau sesuatu yang tumbuh besar panjang di cela--mmm maksudku, yah, lintah, cacing, hanya saja lebih besar dengan mulut seperti bunga lotus." Brendon menahan ucapan Cellulla yang bangstnya minta ampun.

Anaknya baru delapan tahun woi!

Eh, bukan, sembilan? Salah salah, sebelas ya sebelas!

"Iiiiiii serem!" Galvin bergedik ngeri. "Jijik!"

"Astaga, anakmu memang menggemaskan." Cellulla agak emosi, tetapi Brendon hanya tertawa karenanya. Memang menjijikkan kok. "Pertanyaan berikutnya, aku masuk lewat sini."

Cellulla menunjuk mulutnya dan Galvin semakin kelihatan jijik. Brendon bisa merasakan ekspresi wajahnya yang kesal, bahkan Cellulla mendengkus pelan.

"Dan keluar masuk tubuh ...." Ada senyuman mengerikan muncul di bibirnya.

Ada yang tidak beres.

"Kau mau lihat?" Brendon membuka mulutnya, dan sesuatu mulai naik ke tenggorokan, Brendon panik tetapi tubuhnya tak bisa bergerak, ia terus melakukannya di hadapan Galvin.

Galvin syok bukan main. "Mamaaa Kakaaaak!" pekik Galvin, ia semakin takut melihat mulut ayahnya terbuka, muncul sesuatu dari sana yang membuat matanya membulat sempurna.

BERSAMBUNG ....

•••

Jangan lupa klik bintang dan berkomentar jika suka 🤗

PAPA BEDA SPESIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang