Part 6

1.4K 123 20
                                    

28 Juli 2022

•••

Sepulangnya dari kantor, Brendon disambut istri dan kedua anaknya, pria itu mengusap puncak kepala kedua sang anak bergantian.

"Papa, ayo main lego sama kami!" ajak Galvin gembira.

"Setelah ini, ya, Sayang."

"Galvin, nanti ya, Papa kan baru pulang kerja." Galvin mengangguk patuh. "Sabina, ajak adik kamu ke dapur, buatkan susu ya."

"Oke, Ma. Ayo, Dek!" Sabina pun membawa adiknya pergi.

Brendon mencium hangat bibir istrinya selama beberapa saat, membuat sang wanita yang sebenarnya ingin mengambil barang-barang suami terhenti. "Wow, aku gak liat itu akan datang."

Brendon tertawa pelan, ia lalu mengeluarkan sesuatu dari tasnya, dan mata Sabrina berbinar melihat apa yang dibawa suaminya.

"Mas, ini kan ... game terbaru itu!" pekik Sabrina, menerima game terbaru itu dari suaminya. "Astaga, aku baru mikirin buat beli ini siang tadi, kok kamu tau banget, Mas?"

Sabrina memeluk suaminya erat, begitu bahagia akan pemberian itu.

Brendon hanya tertawa. "Aku liat stream kamu tadi, kamu nyebut soal game ini."

"Ah, gitu, makasih banyak ya, Mas!"

"Iya, Sayang, sama-sama." Brendon mengarahkan pipinya ke sang istri, dan tak perlu berpikir lagi untuk Sabrina memberikan kecupan demi kecupan penuh rasa sayang. Wanita itu semakin bersemangat membantu suaminya berberes, bahkan membersihkan diri pun disertai pijatan-pijakan rileksasi.

Selepas itu, makan malam bersama, keluarga kecil tersebut tampak bahagia, lalu selesai makan malam, night time di ruang tamu berempat seraya bermain bongkar pasang. Canda tawa di sana membawa kebahagiaan yang kentara, dan Brendon sejenak terdiam memperhatikan mereka semua.

"Berbeda sekali dengan Zolof, ada hal bernama perasaan di sini, ini pengalaman yang sangat ... indah." Brendon bergumam pelan, yang ia tahu kaum Zolof adalah sebangsa ayam di dunia manusia, dan ayam ... berbeda jauh dengan manusia.

Ekspresi, emosi, kebahagiaan, di diri manusia kentara. Keluarga kecil ini, kebahagiaan ini, beda sekali dengan keluarganya. Mereka hanya makhluk bersel yang tiada tujuan selain menciptakan sesuatu, bertahan hidup, dan berkembang biak. Ini pengalaman pertama yang wajib diabadikan.

"Mama, katanya ada game barunya, aku mau main dong!" kata Galvin, menatap sang ibu penuh rasa penasaran dan keinginan.

"Iya, Ma. Aku juga mau main! Katanya bisa main banyak orang kan?" Sabina setuju, sama antusiasnya.

"Nanti, pas malam Minggu, ini udah malem, Sayang, jadi kalian harus tidur." Sabrina menatap jam dinding. "Sebentar lagi waktu tidur kalian, besok masih harus sekolah, oke?"

"Yaaah ...." Sabina dan Galvin tampak kecewa.

"Mama janji gak bakal mainin kok, sebelum sama kalian, biar seru!" Sabrina tersenyum semringah.

"Oke, Mama!" Keduanya tampak setuju.

Oh, keluarga ini penuh kehangatan. Brendon terus diam memperhatikan mereka semua, seakan sangat bersyukur merasuki sosok ini, tetapi malam nanti ... ada hal yang harus diantisipasi.

"Papa, Papa ikut main kan?" tanya Galvin, menatap sang ayah.

"Iya, dong. Papa juga mau main!" Mereka tertawa bahagia.

Waktu tidur tiba, Sabina dan Galvin masuk ke kamar masing-masing sedang Brendon serta Sabrina ke kamar mereka berdua. Sedikit membersihkan diri sebelum akhirnya sama-sama berbaring. Suami istri itu tampak memulai pillow talk mereka dengan Brendon, meletakkan telinga di perut tipis istrinya.

"Halo, apa di dalam sana udah ada yang kebentuk?" Brendon bertanya seraya mengetuk pelan perut istrinya.

Sabrina tertawa. "Kamu ada-ada aja, Mas. Mungkin iya, kamu kan subur banget, dan kemarin masa-masa suburku juga, kamu ingat kita baru nikah dan beberapa bulan aja udah ngisi."

"Aku gak nyangka pria kek aku sesubur itu." Sabrina tertawa geli akan ungkapan suaminya. "Kamu ingat gimana kita dulu gak?"

"Kamu gak inget nih?" tanya Sabrina, mengangkat sebelah alis dengan senyum geli.

"Aku cowok pemalu, kamu cewek tomboi, aku suka baca buku, kamu suka game." Sabrina masih tersenyum, ia mendekatkan wajahnya ke Brendon, melepaskan kacamata pria itu.

"Kamu mau tiduran pake kacamata nih?" tanyanya, keduanya tertawa.

"Aku kutu buku yang aneh, tapi kamu kok bisa jatuh cinta sama aku? Kalau aku sih, jelas bisa jatuh cinta sama cewek sepopuler kamu."

"Kamu ngomong apa sih, Mas? Kamu gak aneh, kamu unik. Lucu, beda, dan aku jatuh cinta sama kamu, karena itu semua." Ia mencubit gemas pipi Brendon.

"Kata-kata yang bagus buat gantiin kata aneh." Lagi, keduanya tertawa. Sabrina meletakkan kacamata Brendon ke nakas samping mereka sebelum akhirnya bersitatap lagi dengan sang suami. "Kamu cantik, Sabrina."

"Dan kamu ganteng, Mas." Sabrina membalas.

Keduanya terdiam membisu.

Lalu ... wajah keduanya mendekat, bibir ke bibir, cumbu saling cumbu.

Selain rasa kekeluargaan, bagian ini juga sangat ia sukai, sensasi melelahkan yang menguras tenaga sangatlah hebat, tak sia-sia melakukannya. Ini juga bisa menjadi pemasti akan ada anaknya di dalam sana.

Setelah beradu malam itu, kini waktu tengah malam.

Sensasi rasa sakit saat Cellulla terpaksa turun karena tenaga habis terjadi, tetapi kacamatanya langsung melompat naik memasangkan diri ke mata Brendon, pria itu segera bangkit sambil menahan sakit meninggalkan sang istri yang tanpa sengaja terbangun karena hal tiba-tiba itu.

"Mas kebelet ya?" tanyanya bergumam melihat Brendon masuk ke toilet, syukurlah tidur lagi.

Saat di dalam kamar mandi, kacamata Brendon berubah menjadi masker aneh, yang menutupi mulut pria itu hingga tak bisa bersuara. Ia duduk di wastafel, agak mengejang karena setruman yang terjadi dari sana, tetapi tak ada yang menyadari, selama beberapa saat Brendon pingsan dan akhirnya bangun kembali. Mereka sengaja memingsankan Brendon agak Cellulla, yang isi badannya sudah bersih, bisa mengendalikan seluruh tubuh lagi.

Tak lama, Brendon pun bangun, hanya untuk membuka wastafel segera, kacamatanya kembali seperti semula, dan memuntahkan isi perutnya.

"Tuan Cellulla ...."

"Ber-berhasil ... nggh ...." Namun, yang dikira berhasil, nyatanya gagal total, kekuatan Cellulla tak lagi cukup kuat, ia dipaksa turun ke bawah dan akhirnya berhenti di dalam perut untuk mengisi tenaga. Percobaan peniduran itu sia-sia, pembersihan pun tak menjadi jaminan, kekuatan Cellulla harus seutuhnya terisi untuk bisa mengendalikan lagi.

Dan kini, Brendon, tampak kelelahan menghadapi dirinya.

"Ma-makhluk cacing ...." Brendon bergumam, begitu lelah. Namun ia berusaha bangkit lagi, menuju kamar, ia siap memberitahukan istrinya yang kini terlelap apa yang terjadi.

Namun, rasa lelah yang tadi membuatnya tepar tidur tepat di samping istrinya, tak ada tenaga juga.

Sampai pagi harinya ....

Brendon pun terbangun, keadaannya sangat berantakan dan jauh dari kata baik, ia menatap sekitaran yang sepi tanda istrinya sudah bangun lebih dahulu.

Ia ... harus membicarakan ini pada istrinya!

Segera, pria itu mandi, membersihkan diri, tetapi dia menatap pantulan dirinya di cermin wastafel. Membuka mulutnya lebar-lebar, melihat parasit itu, apakah masih ada di sana.

Oh, ia yakin masih ... ia sangat yakin itu! Pokoknya hari ini, ia ingin dibawa ke rumah sakit bersama sang istri!

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

PAPA BEDA SPESIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang