Bismillah
Nasi Berkat
#part 4
R.D.LestariWira yang melihat Tari histeris tanpa mengeluh sedikitpun lantas membaca doa yang Ia hapal, meniup-niup telapak tangannya dan mengusap pelan wajah ayu Tari.
Gadis itu yang semula histeris perlahan mereda. Seorang ibu-ibu yang tak lain adalah buleknya mendekat dan memberikan sebotol air mineral yang langsung ditegak Tari hingga habis separuhnya.
Tari kembali sesenggukan di pelukan Wira. Pemuda manis itu kembali mengusap hijab hitam yang di pakai calon istrinya.
Ia lalu mendekatkan wajahnya di telinga Tari yang tertutup hijab. Penuh sayang, Wira berbisik dengan pelan.
"Ikhlaskan Ibu, Dek. InsyaAllah Ibu yang baik sekarang sudah berada di tempat terindah,"
"Tapi ... tadi ... Aku melihat Ibu di sana, Mas," sembari terisak, Tari mengucapkan apa yang tadi dilihatnya.
"Itu hanya halusinasi saja, Dek. Sekarang ayo kita pulang, kasihan Raihan, sejak tadi Ia menangis di rumah, Ia menolak untuk ikut,"
Tari mengangguk dan mereka akhirnya pulang. Sempat melirik ke arah kuburan ibunya beberapa saat, Tari pun kembali melangkahkan kaki menjauh.
Langit mulai menggelap. Bias cahaya jingga menampilkan warna langit yang penuh warna. Burung-burung beterbangan kembali pulang menuju sangkar.
Suara tahrim sayup-sayup mulai terdengar, pertanda akan masuk waktu magrib.
Wira semakin erat mencengkeram lengan Tari yang kini berada disampingnya, berjalan beriringan menuju rumah.
***
Besek yang sudah terisi nasi dan lauk pauk sudah tersedia. Acara tahlilan untuk mendoakan almarhumah Zuraidah pun usai sudah.
Tari masih tertunduk lesu saat nasi berkat itu di bagikan ke semua tetangga dan juga kerabat yang datang meluangkan waktunya.
Raihan terisak. Ia berbaring di paha kakak angkatnya. Bocah itu masih shock karena kehilangan wanita yang selama ini mengasuhnya dengan penuh kasih sayang.
Kasih sayang tulus Zuraidah seolah memangkas jarak antara orang tua angkat di antara mereka. Zuraidah lebih dari seorang ibu bagi Raihan. Ialah malaikat nyata bagi bocah laki-laki itu, begitu juga Tari, anak kandungnya.
Sosoknya yang jarang marah dan membentak, berkata halus dan selalu penuh ucapan doa yang terlontar setiap kali kedua anaknya itu membuatnya marah. Doa yang baik tentunya, hingga kedua orang itu sangat takut jika membuat ibunya sedih apalagi marah.
Nasi berkat itu pun di bagi-bagi ke semua orang yang datang. Rumah pun kembali sepi saat semua orang satu persatu pergi meninggalkan rumah.
Tari menatap sayu seisi ruangan yang kembali plong. Winda yang masih berberes-beres bersama keluarga Tari yang lain menghentikan aksinya dan melangkah mendekati Tari.
"Besok mau masak apa, Tari? besok biar Winda yang belanja," ujar Winda seraya duduk bersila di samping Tari.
Gadis itu mendesah. Tabungannya sudah sangat menipis, hampir terkuras untuk membeli keperluan pernikahan yang tak jadi dilaksanakan.
Sepertinya akan tertunda hingga tahun depan, karena tradisi di keluarganya yang tidak membolehkan pernikahan dan kematian dalam tahun yang sama.
"Tahlilan Ibu sampai tujuh hari ya, Win," Tari menatap sendu Winda saat Ia menggerakkan kepalanya.
Winda mengangguk pelan dan berucap," kalau tradisi keluarga dan warga disini ya gitu, Tari, tujuh hari berturut-turut, setelah itu empat puluh harian, seratus harian, terakhir nyeribu hari, Tari,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nasi Berkat.
HorrorIbu muda beranak dua, Jasmine harus mengalami kejadian tak mengenakkan dalam hidupnya.Ia tiba-tiba sakit keras tanpa tau pasti apa penyakit yang di deritanya setelah menyantap nasi berkat dari tetangganya. Apakah penyakit itu karena nasi berkat? ata...