Krisar ke-2

2 0 0
                                    

Jadwal Krisar dilaksanakan pada Selasa, 22 November 2022


Nama             : Gita
Judul              : Di Bulan Juli 2015
Jumlah kata : ±980 kata

"Ih, kamu kenapa? Kok, minum obat?"

"Kamu lagi sakit?"

"Sakit apa? Muka kamu pucat banget."

_Berisiknya ..._

Suara batuk terdengar, walau seperti dipaksa. "Nggak, kok. Aku nggak kenapa-napa."

"Terus, kenapa minum obat?"

"Eh, ini? Enggak, kok."

Masih berusia tujuh tahun, tapi Naafi kadang heran dengan kelakuan teman sekelasnya sendiri. Kedua netra gelapnya melirik ke kanan, tempat percakapan sebelumnya berasal. Dia menopang dagu dengan tangan kirinya yang memegang pensil.

"Paling cuma obat batuk biasa. Heboh banget," gumamnya pelan. Kalau sampai terdengar, mungkin dirinya akan jadi musuh teman-teman sekelasnya. Naafi memang sering menyendiri, tapi dia tidak ingin dimusuhi.

_Naafi, mah, terlalu serius. Persis banget ayah sama ibunya._

Begitu kira-kira kata orang, dan Naafi tidak pernah menyangkal sama sekali. Apa yang salah? _Toh_, memang begitu ajaran orang tuanya. Sekali lagi, walau dia masih berusia tujuh tahun.

Ajaran itu pula yang menempatkan Naafi pada peringkat atas di sekolahnya. Dia mungkin bisa menghitung dengan cepat tanpa coret-coretan atau kalkulator, menyebutkan banyak jenis tanaman yang termasuk monokotil atau dikotil, atau menyebutkan nama-nama negara yang ada di dunia, tapi untuk masalah hubungan sosial, Naafi nol besar. Dia bahkan tidak sanggup untuk mengingat seluruh teman sekelasnya, yang kini sudah satu kelas dengannya hampir selama tiga tahun.

Lagi, Naafi menghela napas. Dia tidak begitu suka jam istirahat. Hanya duduk di bangkunya setelah menghabiskan bekal, mendengarkan ocehan teman sekelasnya mengenai sinetron yang ditontonnya tadi malam, atau cerita mengenai asal usul sekolah mereka—kebanyakan berkata bekas rumah sakit, di sebelahnya adalah kuburan, dan kelas mereka adalah kamar mayatnya.

Naafi bangkit dari bangkunya. Dia membawa kertas bergambar pohon kelapa dan diremasnya perlahan. Semalaman berusaha membuat dedaunannya, tapi sampai saat ini belum berhasil. Padahal, salah satu syarat agar ibunya mau membelikan buku panduan untuk menggambar dan mewarnai adalah mampu membuat pohon kelapa serealistis mungkin. Kalau tidak ingat keinginannya sendiri, Naafi pastinya sudah menyerah untuk berusaha.

Lalu, semakin bertambah umur, Naafi kira dirinya akan berubah. Nyatanya, zona yang ditempatinya kini terlalu nyaman. Diikuti terus alur yang disusun oleh kedua orang tuanya. Sebagai seorang anak, Naafi hanya bisa menurut. Baginya, bukan hal yang pantas untuk memberontak. Mimpinya mungkin terdengar terlalu rendah bagi ayah dan ibunya.

Dia Naafi, laki-laki yang usianya akan menjadi enam belas tahun pada bulan Desember, kelas dua SMA, sudah _nggak_ punya cita-cita lagi.

•••

Katanya, ada program uji coba yang akan dilaksanakan pada tahun ajaran kali ini. Setelah ditutup pada 2008 lalu, program kelas unggulan kembali dilaksanakan. Total murid satu jurusan yang diterima hanya dua puluh. Sisanya silakan berada di kelas lain. Kelebihannya dari segi fasilitas yang kesannya jomplang kalau dibandingkan dengan kelas lain dan prestise, bisa sombong sedikit kalau di depan penghuni kelas lain. Kekurangannya, pelajaran tambahan dimulai sejak kelas sebelas. Pulang lebih lama, hari Sabtu masih harus masuk sekolah.

Naafi tidak ada niatan masuk kelas itu sama sekali. Kalau begitu, bisa-bisa hari liburnya akan berkurang. Tidak ada lagi bermain roller skates setiap akhir pekan. Agak kekanakan, tapi Naafi hanya berharap di hari itu agar dia bisa bersenang-senang. 

CTWA Krisar KaryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang