[Edit]

2 0 0
                                    

Suntingan ini berdasarkan kritik dan saran pada bab sebelumnya

Nama              : Mel

Judul                : Ternyata Tak Sama

Jumlah kata : Sekitar 1.200 lebih

Isi :

------

Fanya, gadis yang pernah jatuh pada rasa sakit yang dirinya sendiri tanamkan karena sebuah harapan yang terlalu tinggi, dan pada akhirnya dia dipatahkan berkali-kali oleh seseorang yang pernah membuatnya jatuh cinta.

Bukan hanya gadis ini, kebanyakan manusia selalu mudah menilai terlalu tinggi dan menaruh harapan lebih pada seseorang. Padahal, kita semua tahu. Harapan yang terbangun terkadang selalu jauh dari ekspetasi kita sendiri.

Senyumnya dulu sangat menawan. Namun, kebahagiannya dihancurkan. Tidak ada lagi sosok yang ceria itu, hatinya bahkan mulai mati secara perlahan itu, yang dirinya pernah yakini pada saat semua harapannya dipatahkan. Dipaksa bangkit, dengan luka yang sama sekali belum membaik.

Sejak hari itu, Fanya tidak pernah percaya akan cinta. Dia menghindari hal-hal yang akan membuatnya kembali sakit dengan cerita yang mungkin akan berakhir sama. Lalu, tembok kokoh itu dipatahkan oleh waktu, saat takdir mempertemukan Fanya dengan lelaki bernama Dewana Angkara. Tepatnya, satu tahun yang lalu.

Seorang lelaki yang penuh dalam kesederhanaan. Walaupun Fanya lebih tua satu tahun dari pasangannya saat ini. Dewana lebih dewasa dalam bersikap, lelaki ini mampu membimbing Fanya bukan menuntut apa pun pada Fanya.

Tidak pernah mengekang Fanya. Walaupun tingkahnya menyebalkan dan suka menguji kesabaran Fanya, lihatlah mereka saat ini.

Wajah Fanya tengah tertekuk dan memerah seperti buah tomat karena ulah Dewana beberapa menit yang lalu—menjahili Fanya. Menggoda seorang pelayan cantik yang sedang melewati keduanya. Jika tidak menjahili Fanya, itu bukan Dewana. Walaupun begitu, Dewana lebih baik daripada pemeran di masa lalu Fanya.

"Nyebelin kamu!" Fanya memalingkan wajahnya. Merasa malas untuk menatap netra kekasihnya saat ini.

"Kan? Cewek tadi emang cantik," balas Dewana, "aku cuma jujur," imbuh Dewana yang semakin membuat telinga Fanya semakin panas rasanya.

"Apa, sih?"

"Apa sih?" Beo Dewana mengulangi kalimat Fanya.

"Apa sih?"

"Apa sih?" Beo Dewana kembali dan begitulah seterusnya sampai Fanya jengah.

Lihatlah sosoknya saat ini! Tawanya seolah bukan dusta, dia terlihat lebih baik dari sebelumnya. Bersama seseorang yang menjadi obat dari rasa sakitnya. Selalu ada tawa, di akhir sikap menyebalkan Dewana. Ya, itu yang membuat Fanya bersyukur memiliki Dewasa saat ini.

***

Fanya memangku kedua tangannya sembari memandangi senja yang berwarna jingga di langit—dari salah satu Kafe Glavian yang berada di Batam. Tanpa sosok Dewana. Terlihat menarik napas lalu membuangnya kembali secara perlahan. Entah apa yang tengah gadis ini pikirkan?

Netra coklat itu tak teralihkan sedikit pun dari pergantian sore menuju ke malam hari. Seolah, tak lelah akan hal itu.

"Fanya."

"Iy—" Kalimatnya terhenti saat gadis ini sadar bahwa yang baru saja memanggil namanya bukan orang yang diharapkan, melainkan yang membuat Fanya tak nyaman akan kehadirannya. Fanya bahkan sudah bersiap-siap untuk pergi sekarang.

Namun, langkahya terhenti. Lelaki yang tak Fanya sukai itu menahan pergelangan tangan Fanya dengan paksa. "Lepasin atau gue teriak?" ancam Fanya yang justru dibalas anggukan saja, tapi tidak dilepaskan. "Gila. Lo!" sarkas Fanya sembari berusaha melepaskan genggaman tangan si lelaki berjaket coklat dengan setelan kaos oblong berwarna putih itu.

CTWA Krisar KaryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang