Perlahan aku tersadar, cahaya terang langsung menembus ke kornea ketika aku mulai membuka mata. Aku menyadari bahwa diriku telah diikat diatas kasur dalam posisi telentang.
Aku: "Sshh, Sarah dimana kamu? Kenapa aku diikat seperti ini?!"
Aku meneriaki Sarah yang entah berada dimana. Tiba-tiba pintu kamar dibuka dan ternyata Sarah masuk ke dalam kamar.
Sarah: "Ah, Rui... Sudah sadar kau rupanya."
Ucap Sarah dengan wajah menyeringai.
Aku: "S-Sarah, apa yang kau lakukan padaku? Kenapa aku diikat seperti ini? Sebenarnya apa yang terjadi?"
Sarah: "Tenanglah, Rui... Aku tidak akan menyakitimu jika kamu bersedia menjawab pertanyaanku secara jujur."
Sarah berbaring di sampingku, dia memainkan puting dadaku dengan telunjuknya.
Aku: "Sshhh, Ahh... Hentikan, Sarah! Itu menggelikan!"
Tubuhku menggeliat-liat menahan rasa geli.
Sarah: "Baiklah, sudah cukup basa-basinya. Sekarang jawab, kenapa kau sangat menginginkan cincin itu kembali kepadamu? Apa ada sesuatu yang istimewa dari cincin yang kau maksud itu?"
Aku: "Eh, sudah kubilang kalau itu adalah cincin pemberian temanku yang sudah mati. Jelas saja sangat berharga bagiku sehingga aku menginginkannya kembali."
Sarah: "Itu jawaban yang terlalu normal, Rui. Kau pikir aku akan percaya begitu saja?"
Aku: "Astaga, Sarah. Memangnya jawaban apa yang kau inginkan dariku?"
Sarah: "Hmm, aku ingin jawaban yang membuatku terkejut, setidaknya yang bukan jawaban klasik seperti ucapanmu barusan."
Aku: "Huh, memangnya kau tidak ada barang berharga?"
Sarah: "Aku? Tentu saja ada."
Sarah mengeluarkan sebuah kalung dari balik bajunya.
Aku: "Eh, sejak kapan kamu memakai kalung?"
Sarah: "Hah? Sejak kapan? Aku selalu memakainya setiap hari, Rui bodoh! Memangnya kau tidak memperhatikan?"
Aku: "Eh, a-aku tidak terlalu memperhatikannya. Itukah benda berharga yang kau punya?"
Sarah: "Tentu, kalung ini sangat berharga bagiku."
Aku: "Memang apa spesialnya?"
Sarah: "Hei! Harusnya disini aku yang bertanya, bukan kamu! Sekarang kembali ke topik, apa benar cincin itu hanya sebatas cincin biasa pemberian temanmu yang sudah mati itu?"
Aku: "Tentu saja benar, kenapa memang?"
Sarah: "Aku tidak percaya begitu saja."
Aku: "Ayolah, Sarah. Untuk apa aku membohongimu?"
Sarah: "Aku tau kau sudah berkata jujur, tapi itu belum sepenuhnya, iya kan?"
Aku: "Eh, darimana kau tau?"
Sarah: "Bingo! Pertanyaan 'darimana kau tau?' adalah tanda bahwa kamu belum menceritakan semuanya padaku!"
Sarah tersenyum lebar, membuatku menjadi merinding melihat wajahnya.
Aku: "Eh, b-bukan..."
Sarah: "Cepat katakan semuanya, Rui! Atau kau akan tidur diluar dalam keadaan telanjang bulat malam ini."
Sarah benar-benar mengancamku dan kali ini dia sangat serius. Membuatku mau tidak mau harus mengatakan semuanya tentang cincin itu.
Aku: "Baiklah-baiklah, tapi bagaimana jika kau tidak percaya lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sister 2: After Married
Teen FictionSetelah melewati banyak petualangan dan lika-liku dalam kehidupan, akhirnya penantian panjangku untuk menikah dengan Kak Guin terwujud. Tetapi, kami terpaksa harus menjalani hubungan jarak jauh karena aku akan hidup bersama Tante Ririn di rumahnya y...