Chapter 3

219 26 0
                                    

"Rhino," panggil Peter saat laki-laki itu berjalan melewati ruang kelasnya dan Rhino pun menghentikan langkahnya kemudian mundur perlahan, sehingga bisa berdiri di hadapan Peter. Berbeda, tetapi tetap manis, itulah yang ada di pikiran Rhino saat menatap laki-laki di hadapannya.

Jujur saja, di kelasnya pagi tadi dia agak kesulitan untuk berkonsentrasi mendengarkan penjelasan dari dosennya itu, tapi dia berusaha bersikap normal karena dia tidak ingin membuat Peter merasa tidak nyaman.

"Bisa bicara sebentar?" tanya Peter dan Rhino menatap sekeliling yang masih begitu ramai. "Di sini?" tanya laki-laki itu dan Peter mengernyit.

"Atau di dalem kelas? Tapi di dalem kelas gak ada orang, nanti malah ada rumor aneh-aneh," ucap Rhino lagi dan Peter terlihat sedikit bingung dan Rhino tersenyum, di hadapannya kini adalah Peter, bukan Peter ssaem.

"Ngobrol di rumah gue aja gimana? Gue tunggu di taman mall depan beres kelas terakhir," ucap Rhino pelan kemudian berjalan menjauh. Peter tertegun. Huh?
Mengunjungi rumah muridnya? Apa dia sudah gila? Tapi... jika mereka terlihat mengobrol di lingkungan kampus, bukankah itu akan terlihat lebih mencurigakan?

Sudah jam 7 malam dan Rhino masih menunggu di taman. Kelasnya sudah berakhir sejak dua jam lalu, tetapi Peter masih belum muncul. Tetapi, tak lama kemudian dia mendengar derap langkah dan dia pun menoleh. Dia langsung memberikan helmnya kepada Peter. Laki-laki itu hanya menatapnya seraya mengatur napasnya. Rhino pun akhirnya memasangkan helm di kepala Peter dan menutup kacanya.

"Supaya gak ada yang mergokin lo gue bonceng," ucap Rhino dan dia pun naik ke atas motornya, menyalakannya, menunggu Peter untuk naik. Wajah Peter memerah di balik helm saat Rhino meraih tangannya dan meletakkannya di pinggangnya. Kini dia memeluk Rhino erat, dan Rhino melajukan motornya dengan cukup cepat dan mereka pun tiba di komplek apartemen dengan parkir basement.

"Lepas aja. Gak ada mahasiswa kampus di tower ini kok," ucap Rhino seraya melepas sarung tangannya, kemudian menerima helm dari Peter dan dia meraih tangan laki-laki itu.

"Gue dosen lo," ucap Peter, tetapi tidak berusaha melepas gandengan tangan Rhino. Rhino menekan elevator dan kemudian melirik ke arah Peter, senyuman tersungging di bibirnya.

"Di kampus, iya. Di luar, naah," ucap Rhino dan keduanya pun masuk ke dalam lift. Rhino masih menggenggam tangan Peter, bahkan kini dia menautkan jemari mereka.
Peter menelan ludahnya, gugup karena sudah lama sekali tidak ada yang menggenggam tangannya seperti ini. Dan sikap acuh tak acuh yang Rhino tunjukkan terlihat begitu keren di matanya.

"Gue tinggal sama Lewis, mahasiswa semester 3. Mungkin lo ketemu dia besok atau lusa di kelas. Tapi, dia udah tau tentang lo dan gak akan cepu kok," ucap Rhino seraya membuka pintu apartemennya, mempersilakan Peter masuk.

"Mau bir?" tanya Rhino seraya membuka kulkas, Peter menggelengkan kepalanya dan Rhino pun menunjukkan zero coke yang dijawab Peter dengan anggukan.

"Mau ngomongin apa?" tanya Rhino seraya menyodorkan zero coke yang sudah dibukanya kepada Peter. Perlakuan sederhana, tetapi cukup untuk membuat Peter sedikit terpesona. Keduanya pun kini duduk di sofa dengan sikap yang sangat kontras. Peter yang terlihat tegang dan Rhino yang terlihat begitu santai.

"Biar gue tebak," ucap Rhino saat Peter hendak membuka mulutnya.

"Lo gak mau gue bersikap kayak kita kenal di luar kampus, kan? Tenang aja, gue tau basic manner kok. Ada lagi? Atau cuma itu?" tanya Rhino dan dia mengerjapkan matanya saat melihat Peter menjilat bibirnya sendiri sesaat setelah laki-laki itu menenggak zero coke di tangannya.

Peter menolehkan kepalanya untuk mengatakan sesuatu tetapi napasnya tercekat saat tiba-tiba bibir Rhino menyapa bibirnya. Peter nyaris saja melepaskan kaleng di tangannya jika Rhino tidak dengan refleks mengambilnya dan meletakkannya di atas meja.

Case 143 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang