Chapter 12

191 26 0
                                    

Tuan Kim kini berada di rumah sakit dan sedang terlibat pembicaraan serius dengan Chris. Wajah keduanya terlihat begitu tegang. Chris tau bahwa pada akhirnya Tuan Kim akan menanyainya tentang keberadaan Sky yang tidak ada di rumah. Dia sudah berjanji tidak akan memberitahu siapa pun soal Sky yang memilih untuk tinggal sendiri dan berharap laki-laki itu yang akan memberitahu kakeknya.

"Chris, tolong jangan ada yang disembunyiin. Sky gak pulang dan pas saya cek di penthouse pun gak ada barang-barangnya. Apa selama ini kalian gak tinggal bareng?" tanya Tuan Kim, mengulang pertanyaannya. Baiklah, dia akan menjelaskannya.

"Sky baru pindah dan tinggal sendiri sekitar tiga atau empat minggu lalu. Di apartemen belakang kampusnya. Alasannya karena dia mau ujian, supaya bisa belajar bareng temennya atau pun supaya dia bisa lebih deket ke kampus," jawab Chris menjelaskan. Tuan Kim terlihat menghela napasnya dan menatap Chris begitu serius.

"Chris, saya gak ijinin anak itu untuk ke Korea sendirian bukan karena saya gak percaya, tapi saya khawatir sama keselamatannya. Apalagi sekarang proyek sudah berjalan. Kalo saya biarin anak itu sendirian... Hhh... Cukup kejadian lima belas tahun aja yang gagal saya cegah," ucap Tuan Kim seraya menatap keluar jendela, mengingat memori pahit lima belas tahun lalu.

"Saya gak punya siapa-siapa lagi selain Sky dan Iyen. Saya pun sebenernya gak mau lakuin ini, mengambil sebuah tindakan yang bisa mengancam keselamatan mereka. Saya ambil proyek di sini karena saya merasa lebih aman, toh mereka tinggal di Manhattan sama saya. Tapi, saat Sky tiba-tiba bilang dia mau ke sini... Pikiran saya mendadak kosong dan yang bisa saya lakukan hanya ngasih solusi yang bisa membuat saya merasa tenang dan Sky tetep aman," lanjut Tuan Kim dan dia kemudian menatap Chris dan diam selama beberapa saat.

"Ya sudah, kamu fokus sama pemulihan kamu aja. Saya akan ke kantor dan minta bodyguard tambahan untuk Sky. Biarin aja nanti dia marah, anak itu kan udah biasa marah-marah," ucap Tuan Kim seraya menepuk punggung tangan Chris dan tersenyum simpul, keluar dari kamar, tetapi dia kemudian berhenti di tengah jalan.

"Nanti asisten kamu akan kirim hp baru. Tolong langsung hubungi Sky dan kabari saya ya," pesan Tuan Kim dan Chris menganggukkan kepalanya.

Chris turun dari kasur dan berjalan ke arah jendela, menatap pemandangan di luar. Pikirannya dan hatinya masih tidak tenang, mengkhawatirkan Sky yang belum menghubunginya. Semalam Iyen berada di sini cukup lama karena dia menanti kabar dari Sky, tapi akhirnya Chris menyuruh Iyen untuk pulang agar laki-laki itu bisa tidur dengan nyaman. Dia tidak akan heran jika Iyen masih tidur saat ini, tapi dia yakin bahwa laki-laki itu pasti akan datang ke sini dan memberinya kabar tentang Sky atau datang bersama Sky.

Dia tau bagaimana sifat Sky. Bagaimana dengan mudahnya laki-laki itu menciptakan skenario di otaknya atas apa yang dia lihat atau dia dengar. Sky sangat mudah tersulut emosi, tapi laki-laki itu tidak suka mengkonfrontasi sembarang orang, hanya kepada orang-orang terdekatnyalah dia berani seperti itu.

Tapi, beberapa bulan terakhir dia bisa melihat dan merasakan perubahan di diri Sky. Laki-laki itu bukan hanya sebuah bola api yang menggelinding, tapi menjadi bola warna-warni yang memperlihatkan berbagai macam suasana hatinya. Memang, bukan suasana hati yang positif, tapi setidaknya Chris bisa melihat perubahan ekspresi wajah Sky, bukan hanya kesal dan datar, tapi kecewa, sedih, dan bahkan cemburu.

Kejadian semalam... Ntahlah, dia tidak tau apa yang akan Sky lakukan. Dia tidak berharap bahwa laki-laki itu akan mengurung diri di kamar dan mogok makan. Lebih mungkin jika laki-laki itu mengacak-acak apartemennya. Tapi, melihat sikap Tuan Kim tadi, sepertinya apartemennya aman, tidak berubah menjadi kapal pecah. Lantas, apa yang Sky lakukan? Apa dia pergi dengan Lix dan minum? Tapi, sepertinya lebih baik seperti itu dari pada dia pergi sendirian dan bertindak sesuka hatinya, termasuk mencium siapa pun yang ada di dekatnya.

Case 143 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang