Sinistrous Memoirs, Sisca menamai buku kenang kenangnya dengan sebutan itu. Wanita tua ini sudah hidup cukup lama didunia, sudah berabad abad dirinya betah singgah di dunia ini. Meskipun begitu, wajah cantik nan eloknya sama sekali tidak pudar. Wanita itu bahkan terlihat seperti wanita berusia 30an.
Menghirup udara sore hari disebuah istana besar kepemilikannya. Memperhatikan hujan yang turun sembari ditemani kursi goyang dan secangkir teh hangat buatan sang cucu.
"Gracia, teh mu selalu saja membuat hati dan pikiran nenek menjadi jauh lebih tenang" Sisca ditemani salah satu cucu kesayangannya.
Membuat hati neneknya tenang adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi cucu cucu yang tinggal di istana itu. Gracia menampakan senyum manisnya teramat lebar, membuat gigi gingsulnya terlihat lebih jelas.
"Nenek, gracia akan membuat resep resep teh baru untuk keluarga kita. Dengan begitu semuanya tidak akan bosan dengan teh Gracia"
Sisca tersenyum mendengar ucapan Gracia yang terdengar ambis dan meyakinkan. Lalu ia berikan sebuah usapan lembut pada rambut cucunya itu.
"Gracia" panggil seseorang baru saja datang dari dalam, gadis itu terlihat kaget untuk beberapa saat, ketika melihat bahwa Gracia tidaklah seorang diri "eh? Ada nenek" cangguh sigadis, takut takut jika dia mengganggu kegiatannya.
Gadis yang dipanggil menoleh ke sumber suara "ada apa?"
Masih saja penuh keraguan karena takut mengganggu, gadis itu berucap tersendat sendat "emmmm" matanya terlihat takut takut menatap.
"Ada apa Shan?" Tanya Sisca.
"Aku tidak mengganggu kan nek?"
Sisca meloloskan satu tawanya sembari menggeleng geleng kepalanya, mendengar sang cucu yang teramat lucu Dimata Sisca.
"Kamu ada perluh sama Gracia?" Seakan akan tau apa yang Shani mau, Sisca mencoba menebak nebak kedatangan shani. Gadis itu pun mengangguk sebagai jawaban.
"Yaudah, sana. tuh kamu dicariin" goda Sisca pada kedua cucunya, seakan akan tau mereka tak bisa dipisahkan. teramat lembut suara nenek. Sisca menepuk pundak Gracia agar dia segera berdiri.
"Baik nek" balasnya, kemudian Gracia mengalungkan tangannya ke tangan Shani dan mengajaknya masuk kedalam istana lagi.
Sisca hanya menggeleng geleng kepalanya. Serasa ikut merasakan bagaimana manisnya jatuh cinta seperti yang cucunya alami saat ini. Tangannya meraih lagi teh buatan grcia yang sejak tadi berada di meja bundar yang dihiasi pahatan indah. Meneguk beberapa saat, kemudian menaruh lagi pada tempatnya. Sisca mengangkat pandangannya kembali bertemu dengan air hujan yang tak terlalu lebat. Buku yang tadinya berada dipangkuannya, kini ia pindahkan ke meja bundar. Siscapun mulai mengayunkan kursi goyangnya, senada, merasakan sejuk hujan dan udaranya.
"Gracia, bisa bantu aku? sebentar saja" setelah shani membawa Gracia kedalam kamarnya lalu dikunci. Permintaan itu terdengar sedang menggoda sigadis yang lebih pendek. Tidak ketinggalan pula, shani menggigit bibir bawahnya tuk menahan senyum.
Akan tetapi, saat itu Gracia teramat sibuk dengan kegiatannya sendiri, yaitu mengepang rambutnya secara random. Gadis mungil itu bahkan tak memperhatikan Shani dan juga membelakangi, tapi ia masih membalasnya "tentu"
Hati Shani mendadak jadi panas. Matanya yang tadi sendu, sekarang menjadi berapi api, pun dengan senyumannya, sudah luntur ditelan waktu. Shani berjalan mendekat kepada Gracia kemudian tangan kiri kanannya mencengkram bahu sigadis. Shani mendorongnya mundur, hingga tubuh Gracia terbentur ke tembok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinistrous Memoirs
Teen FictionRahasia dibalik keluarga nenek. kelamnya masa lalu antara cucu dan anak anaknya. "It's real?"