S2. lima puluh delapan🌙

828 71 0
                                    

Part 58

Di tengah panas kerontang, terik yang menyengat, serta gerah membuat resah, kedatangan tiba-tiba makdhe Mus dan sekeluarga ke rumah membawa serta Riri tentu saja membuat mas Niko kebingungan, apalagi saat kedatangan mereka, ia usai menidurkan Arkan dan ikut tertidur di samping sang putra. Bisa dibilang tidurnya terganggu dengan kebisingan dan kerusuhan mereka.

Makdhe Mus datang dengan wajah memerah padam apalagi saat melihatku. Di sampingnya ada anaknya, mas Dewa, yang tampak menenangkan sang ibu yang napasnya masih bergemuruh. Berbanding terbalik dengan Riri yang kini tertunduk entah kenapa.

Aku membawa Arkan ke kamar setelah tadi terpaksa memindahkannya dari ruang tv. Takut juga aku kalau Arkan terbangun, bisa-bisa sampai malam akan terusan rewel karena terganggu tidurnya.

"Istri kamu yang kurang ajar, Nik!" Makdhe Mus berseru saat aku baru saja datang. Ada apa ini? Seolah melontarkan pertanyaan ke mas Niko yang langsung ia jawab dengan gidikan bahu.

"Kenapa Dila dibawa-bawa, Makdhe?" tanyaku tak mengerti kenapa dibawa ke masalah yang belum aku ketahui.

"Kamu, kan, yang pasti menyuruh Riri buat nikah sama Dewa? Iyakan!" tuduhnya langsung padaku yang tentu saja membuatku bingung.

Aku melirik ke Riri yang juga melihat ke arahku. Matanya menyiratkan kata maaf dan kegelisahan jelas nampak di dirinya apalagi saat aku tak sengaja melihat sudut bibirnya terluka.

"Memang Mas Dewa mau nikah sama mbak Riri?" tanya mas Niko pada mas Dewa yang seketika membuatnya melihat ke arah mas Niko dengan pandangan gamang. "Mas harus yakin, kalau mau nikahin Riri ya kudu berani," tegasnya lagi yang entah mengapa membuatku tersenyum.

"Niko! Kamu itu apa-apaan! Ha?" sentak tak terima makdhe Mus sampai menggebrak meja kaca milikku. Aku menatap ngeri tangannya kalau-kalau cidera atau biru usai melakukan hal tadi. "Kamu mendukung masmu nikah sama Riri, begitu?"

Mas Niko tak mengangguk ataupun menggeleng mengelaknya, ia malah bangkit lalu masuk ke dalam yang rupanya mengambil air minum lalu menyerahkannya pada makdhe Mus.

"Diminum dulu, baru Niko mau membahasnya. Kalau Makdhe masih gak mau tenang, lebih baik Makdhe keluar," ucap mas Niko tegas sarat tak mau dibantah. Aku lagi-lagi tersenyum dalam hati melihat makdhe Mus terdiam dan mau gak mau mematuhi perintah ponakannya.

Mas Niko berbisik dan menyuruhku meminta ibu dan ayah ke sini untuk membantu masalah ini. Ini juga yang buat aku bingung, ada masalah beginian mengapa juga harus dibawa ke rumahku, bukannya minta saran saudara yang lain malah datang-datang menuduhku sembarangan.

Aku bangkit melakukan apa yang diminta mas Niko, serta meminta mbak Ayu untuk berkenan ikut karena sepertinya aku butuh dia kalau-kalau perundingan ini berlangsung lama dan Arkan keburu bangun.

"Sekarang jelaskan dari awal mengapa Makdhe marah di sini dan juga masalah mas Dewa tadi," pinta mas Niko sopan pada makdhe Mus yang juga ditujukan pada dua lainnya.

"Tadi, masmu dengan lancangnya bilang mau menikahi Riri. Dan mereka berdua dekat tak lama setelah Riri berbicara pada istrimu. Lalu, kalau bukan karena omongan istrimu, Makdhe nyalahin siapa lagi sampai mereka berani begitu?"

Aku tertegun mendengar penjelasan beliau. Sedikit banyak menimbang apa yang aku lakukan benar atau tidak.

"Kamu mengatakan apa pada Riri, Dek?" Aku menoleh dan menatap mas Niko dengan menyiratkan 'kan semalam sudah aku ceritakan', tapi sepertinya mas Niko ingin mendengarnya lagi untuk menjelaskan pada makdhe Mus.

"Ini yang pas mbak Riri ke sini sore-sore itu kan?" tanyaku memastikan, biar semuanya jelas dan aku tak mendapat tuduhan lagi.

"Iya! Bilang apa kamu ke Riri sampai dia berani mendekati anak saya, ha?"

Sudut Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang