"Kemarin malam gue liat badut itu! Dia berdiri di depan rumah lo," ucap Haechan.
"Lo serius, Chan?" Jaemin memastikan.
Haechan menganggukkan kepalanya.
Rumah mereka saling berhadapan satu sama lain. Mereka juga bersekolah di sekolah yang sama dengan kelas yang sama juga. Minggu pagi kali ini diawali dengan mereka yang duduk santai di taman kota.
"Bu, pesan satu minuman yang sama kayak tadi, ya," ujar Chenle pada penjual.
Jika hari libur, taman kota begitu ramai. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa mendatangi tempat ini. Selain memiliki pepohonan yang rindang, tempat ini juga memiliki banyak sekali arena bermain seperti lapangan futsal dan basket. Tak hanya itu, terdapat sebuah danau indah yang terletak tak jauh dari tempat mereka berada.
"Kok lo bisa ketemu sama badut itu? Gue aja belum pernah," ucap Renjun.
Jisung mendorong pelan bahu Renjun. "Lo udah bosen hidup, Jun?"
"Ceritain lebih jelas dong," pinta Jeno.
"Jadi, semalam itu, kan, gue baru pulang les. Nah, tiba-tiba gue ngerasa ada seseorang yang ikutin gue dari belakang. Gue nggak berani liat ke belakang. Pas gue sampai di depan pintu rumah, kuncinya malah nggak ada. Di saat yang bersamaan, badut itu mulai jalan ke arah gue. Beruntungnya, gue bisa masuk ke rumah sebelum badut itu tangkap gue."
"Kata Mama lo, lo pingsan?" tanya Mark.
Haechan mengangguk. "Karena gue penasaran, akhirnya gue liat dari jendela. Tapi, pas gue buka gordennya, badut itu udah lebih dulu ada di hadapan gue. Gue kaget, akhirnya pingsan."
"Kira-kira, siapa, ya, sosok di balik kostum badut itu?" gumam Renjun.
"Lo berniat buat cari tau?" Jaemin bertanya.
Renjun menatap Jaemin lalu menganggukkan kepalanya.
"Kalo kalian?" Jaemin bertanya pada teman-temannya.
"Penasaran juga, sih," sahut Chenle seraya meneguk minumannya.
"Lo liat badut itu di jam berapa?" tanya Mark pada Haechan.
Pandangannya mengarah ke atas, tampak mengingat-ingat. "Jam sepuluh malam."
"Nggak usah aneh-aneh, deh," ujar Jisung.
Mereka serentak menertawakan Jisung yang tampak ketakutan.
"Badut itu juga manusia, Sung." Renjun mencoba menenangkan.
"Lagian, sebentar lagi kan Halloween, badut itu pasti cuman iseng-iseng aja," tambah Jeno.
"Tapi, kalo dia badut pembunuh, gimana?"
"Maksud lo?" Renjun tak mengerti apa yang diucapkan oleh Jisung.
"Kayak di film-film yang gue tonton. Badut pembunuh," balas Jisung.
Mereka tampak diam sejenak. Apa yang dikatakan Jisung kemungkinan ada benarnya juga. Pasalnya, siapa orang iseng yang setiap malam berkeliling sendirian menggunakan kostum yang dilumuri darah. Apakah ada?
"Badut itu juga bawa tongkat." Haechan menambahkan.
"Selama ini udah ada korban belum? Belum, 'kan?" tanya Jaemin.
Mereka serentak menggeleng. "Tapi, lebih baik jangan coba-coba," balas Jisung.
Tiba-tiba angin berhembus kencang. Warna gelap mulai menghiasi langit, pertanda hujan akan segera turun. Mereka memutuskan untuk melanjutkan obrolan ini lain waktu. Setelah membayar pesanan mereka masing-masing, mereka bergegas berjalan beriringan di tengah rintik-rintik hujan yang mulai membasahi baju mereka.
"Gue takut pulang sendirian. Ada yang mau temenin gue nggak?" tanya Jisung. Pasalnya, hanya rumahnya yang terletak paling ujung di antara rumah teman-temannya.
"Nanti gue kasih permen." Jisung memohon.
"Maaf, Sung, ada beberapa tugas sekolah yang harus gue kerjain," sahut Renjun.
"Orang tua gue sebentar lagi pulang, kalo mereka tau gue belum sampai rumah pas cuaca hujan begini, gue bisa kena marah," balas Haechan.
Jisung menundukkan pandangannya. Teman-temannya memiliki alasan tersendiri mengapa mereka tidak bisa mengantarkannya pulang.
"Oke, nggak apa-apa," ujar Jisung.
Taman kota tidak terlalu jauh dari rumah mereka. Hanya dengan berjalan kaki selama beberapa menit, mereka akan tiba di sana. Setibanya di depan rumah masing-masing, mereka bergegas masuk ke dalam. Mereka berpamitan satu sama lain.
Hujan mulai turun dengan deras. Renjun yang kasihan melihat Jisung, menawarkan temannya itu untuk berteduh sejenak di rumahnya. Namun, Jisung menolak. Sebagai gantinya, Renjun meminjamkan jas hujan kepada Jisung. Jisung pun menerimanya dengan senang hati dan mengucapkan terima kasih.
Setelah itu, ia berjalan sendirian di tengah derasnya hujan. Suara petir bersahutan di telinganya. Angin bertiup kencang membuat dirinya memeluk tubuhnya sendiri karena udara yang begitu dingin.
Jisung berhenti sejenak ketika ada bola yang sengaja digelindingkan ke arahnya. Jisung mengambil bola itu dan memperhatikannya. Ia menoleh ke kanan-kiri, namun tidak ada siapa-siapa.
Bola itu datang dari sebuah rumah tua yang berada di seberang jalan. Sepertinya, rumah itu sudah tidak berpenghuni sejak lama. Jisung melangkahkan kakinya ke sana, berniat untuk menaruh bola itu di lantai depan rumah tersebut.
Ketika Jisung meletakkan bola itu di depan pintu rumah tersebut, tiba-tiba saja pintu rumah terbuka. Jisung tidak berani mengangkat pandangannya. Ia masih dalam posisi menunduk untuk meletakkan bola itu di lantai. Jisung benar-benar ketakutan ketika pandangannya mengarah pada sepasang sepatu badut di hadapannya. Bersamaan dengan suara teriakannya, ia ditarik masuk ke dalam rumah tua itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CLOWN (SUDAH TERBIT)
TerrorSUDAH TERBIT DI TEORI KATA PUBLISHING ⛔ DILARANG KERAS PLAGIAT ‼️ ••• BLURB NOVEL Perumahan Nawangsaka dikejutkan dengan kemunculan badut misterius yang setiap malam menghantui pemukiman mereka. Tujuh anak SMA Neptunus yang tinggal di sana berusah...